Harga Beras Masih Tinggi, Ridwan Kamil: Jawa Barat Tidak Boleh Impor
Pemerintah pusat telah memutuskan impor beras. Namun, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai, beras impor seharusnya tidak masuk ke Jabar karena produksi padi di provinsi itu kerap surplus.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Pedagang menunjukkan beras yang dijual di Pasar Pasalaran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/1/2023). Harga beras masih tinggi meski beras impor telah masuk. Saat ini, harga beras medium di pasar itu mencapai Rp 12.000 per kilogram. Padahal, biasanya, harganya di bawah Rp 10.000 per kg.
CIREBON, KOMPAS — Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai, beras impor seharusnya tidak masuk ke Jabar karena produksi padi di provinsi itu kerap surplus. Meski demikian, pemerintah telah memutuskan mengimpor beras untuk menstabilkan harga komoditas tersebut.
”Poinnya, kalau Jawa Barat diupayakan enggak boleh impor karena kita kan berasnya berlebih. Kalau provinsi lainnya (ingin impor beras), silakan,” ujar Emil, sapaan Ridwan Kamil, setelah memantau harga sejumlah bahan pokok di Pasar Pasalaran, Kabupaten Cirebon, Rabu (25/1/2023).
Emil mengakui, harga beras naik beberapa bulan terakhir. Di Pasar Pasalaran, misalnya, harga beras medium Rp 11.000-Rp 12.000 per kilogram. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencatat, harga beras medium di Jabar mencapai Rp 12.100 per kg.
Harga beras medium itu jauh di atas harga eceran tertinggi (HET), Rp 9.450 per kg di Pulau Jawa berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017. Bahkan, PIHPS Nasional mencatat, harga beras medium di berbagai provinsi mencapai Rp 12.550 per kg.
Pihaknya sedang meneliti dan menyiapkan langkah intervensi untuk menangani kenaikan harga beras tersebut. Namun, Emil menilai, Jabar tidak perlu mengimpor beras. ”Surplus (beras) kita 1,5 juta ton per tahun,” kata Emil.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (mengenakan rompi dan kacamata) berbincang dengan pedagang di Pasar Pasalaran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/1/2023).
Badan Pusat Statistik Jabar mencatat, produksi beras di provinsi berpenduduk hampir 50 juta jiwa itu 5,6 juta ton pada 2022. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 5,26 juta ton. Jika Jabar surplus 1,5 juta ton, konsumsi berasnya sekitar 4 juta ton per tahun.
Meskipun produksi beras di Jabar surplus, sejumlah pedagang mengeluhkan sulitnya mendapatkan beras jenis medium saat ini. ”Kalau normal, saya bisa belanja 4 mobil (10 ton) sehari. Sekarang, cari 2 mobil (5 ton) saja susah,” ucap Siti Khodijah (38), pedagang beras di Pasar Pasalaran.
Kesulitan mendapatkan beras medium, katanya, karena sebagian besar daerah belum masuk masa panen padi. Persediaan gabah di petani pun menipis. Akibatnya, harga beras medium dalam tiga bulan terakhir berangsur naik dari biasanya di bawah Rp 10.000 menjadi Rp 12.000 per kg.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Pedagang menunjukkan beras yang dijual di Pasar Pasalaran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/1/2023). Harga beras masih tinggi meski beras impor telah masuk. Saat ini, harga beras medium di pasar itu mencapai Rp 12.000 per kilogram. Padahal, biasanya, harganya di bawah Rp 10.000 per kg.
Adapun harga beras premium hanya meningkat tipis dari Rp 12.000 menjadi Rp 12.500 per kg. ”Stok beras premium banyak, tetapi yang medium sedikit. Warga juga banyak yang mengeluh (harga beras naik). Namun, penjualan tidak berkurang. Harapannya, harga beras bisa stabil,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah pusat memutuskan mengimpor beras untuk menstabilkan harga komoditas itu. Bulog pun telah mendapatkan kuota impor beras sebanyak 200.000 ton hingga akhir 2022 dan 300.000 ton pada awal tahun 2023 (Kompas, 5/1/2023).
Terkait rencana impor, Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indramayu Sutatang khawatir kebijakan itu merugikan petani. Saat ini, katanya, petani tengah menikmati tingginya harga gabah kering giling (GKG), Rp 7.000-Rp 7.500 per kg. Biasanya, harganya sekitar Rp 5.000 per kg.
”Harganya turun di bawah Rp 7.000 per kg untuk GKG waktu isu impor beras ramai akhir tahun lalu. Namun, sekarang naik lagi sampai Rp 7.500 per kg untuk GKG,” kata Sutatang. Pihaknya berharap, beras impor tidak masuk ke Indramayu yang memiliki luas panen sekitar 225.000 hektar.
Terlebih lagi, musim panen di daerah lumbung padi nasional itu akan berlangsung di daerah Gantar dan sekitarnya mulai Februari atau bulan depan. ”Kalau gudang Bulog penuh dengan beras impor, harga gabah akan jatuh. Lantas kalau panen, siapa yang menyerap gabah petani?” katanya.
Pimpinan Bulog Cabang Indramayu, Dandy Arianto, mengatakan, beras impor belum pasti masuk ke Indramayu. Beras impor juga hanya untuk menjadi cadangan bulog. ”Beras impor apabila dikeluarkan adalah menekan harga beras di pasaran bukan gabah,” katanya dalam keterangan tertulis.