39 Staf Khusus Gubernur Sulut Diharapkan Bekerja Profesional
Sebanyak 39 orang berlatar profesional dan tokoh masyarakat dilantik menjadi staf khusus Gubernur Sulawesi Utara. Meski memiliki kedekatan pribadi dengan gubernur, para staf khusus diharapkan tetap bekerja profesional.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sebanyak 39 orang berlatar belakang profesional dan tokoh masyarakat dilantik menjadi staf khusus Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Sekalipun sebagian dari mereka memiliki kedekatan pribadi dengan Olly, para staf khusus itu diharapkan dapat memaksimalkan keahliannya demi menyempurnakan kebijakan Pemerintah Provinsi Sulut.
Pelantikan itu dilaksanakan di Kantor Gubernur Sulut di Manado, Rabu (25/1/2023), dengan dipimpin Wakil Gubernur Steven Kandouw. Para staf khusus yang semuanya mengenakan baju putih menerima surat keputusan gubernur yang mengesahkan posisi mereka hingga setahun ke depan.
Steven mengatakan, staf khusus berperan penting untuk memberikan pertimbangan, kritik, saran, dan juga analisis kebijakan di bidang mereka masing-masing. Dalam acara itu, dia juga mengumumkan urgensi akselerasi pembangunan melalui bidang-bidang seperti kesejahteraan rakyat dan pariwisata.
Dihubungi melalui telepon, Sekretaris Daerah Sulut Steve Kepel mengatakan, jumlah staf khusus tahun ini bertambah satu dari sebelumnya 38 pada 2022. ”Ada satu yang ditambah, yaitu bidang penelitian dan pengembangan SDM (sumber daya manusia),” katanya.
Posisi baru tersebut diberikan kepada Jan WG Polii, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Swadaya Manado. Adapun nama-nama lainnya telah cukup familier dan mengisi posisi yang sama di tahun-tahun sebelumnya, seperti Pendeta Lucky Rumopa sebagai staf khusus bidang pembinaan mental dan spiritual.
Dino Gobel, mantan wartawan Manado Post yang menjadi pengusaha pariwisata, mempertahankan posisi staf khusus bidang pariwisata. Adapun Joseph Osdar, mantan wartawan Kompas, juga menjadi staf khusus gubernur di bidang hubungan antarlembaga.
Lucky, Joseph, serta Dino, yang pernah menulis buku tentang terobosan pariwisata Olly berjudul Sang Pembuka Gerbang terbitan Kepustakaan Populer Gramedia pada 2018, diketahui memiliki kedekatan dengan sang gubernur. Namun, Steve mengatakan pemilihan tersebut sepenuhnya berdasarkan pertimbangan kompetensi.
”Yang dianggap punya kemampuan dan profesional, ya itu yang kami tempatkan (menjadi staf khusus). Sehari-hari mereka akan berkoordinasi dengan para asisten sekretariat daerah serta dengan dinas atau badan terkait. Mereka digaji dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,” kata Steve.
Sementara itu, Dino mengatakan, posisi staf khusus bukan sekadar jabatan, melainkan tanggung jawab kepada publik. Ia pun menyatakan akan berupaya membantu Gubernur Sulut mempercepat pengembangan di bidang pariwisata. Sebab, ia berperan menjembatani pemprov dengan kalangan pengusaha pariwisata serta pemerintah kabupaten/kota.
Sebagai staf khusus, Dino menyebut, dirinya tidak akan hanya menunggu instruksi dari Olly untuk bekerja, tetapi juga aktif bekerja untuk mencapai target-target yang telah ditentukan. Saat ini, misalnya, ia bertekad menambah destinasi pariwisata di ruang terbuka.
Yang dianggap punya kemampuan dan profesional, ya itu yang kami tempatkan (menjadi staf khusus). (Steve Kepel)
”Pascapandemi ini, ada perubahan kebutuhan wisatawan akan destinasi yang open, outdoor, dengan kegiatan outbound. Jadi, saya mendorong ke kabupaten dan kota untuk munculkan, misalnya, desa-desa wisata, kemudian dipasarkan. Nah, di sini saya mendorong teman-teman agen wisata untuk bergerak,” kata Dino.
Dino menambahkan, pihaknya juga berupaya merealisasikan keinginan Olly untuk mewujudkan wisata kesehatan di Sulut. ”Ada 15 rumah sakit pemerintah dan swasta di Sulut yang menyediakan layanan internasional. Tahun kemarin hasilnya lumayan, pasien dan keluarganya tinggal untuk waktu cukup panjang, antara dua minggu dan sebulan,” ujarnya.
Sementara itu, Kenly Poluan, mantan Ketua Bawaslu Sulut, kini menjadi staf khusus untuk kali pertama. Ia membidangi pengawasan pengembangan inovasi teknologi informasi (TI) ketenagakerjaan.
Menurut Kenly, perannya cenderung manajerial ketimbang teknis TI. Namun, ia tetap memahami teknis berkat latar belakang pendidikannya, yaitu teknik elektro. ”Saya nantinya berkoordinasi dengan instansi seperti Dinas Kominfo (Komunikasi dan Informatika) Sulut, mengevaluasi inovasi TI apa yang bisa dikembangkan,” katanya.
Selama bekerja di Bawaslu Sulut, Kenly menyatakan tak memiliki kedekatan personal dengan Olly. Ia yakin, pemilihannya menjadi staf khusus dilatarbelakangi oleh pengetahuannya ihwal penggunaan sistem informasi dalam pengawasan pemilu. ”Nantinya saya akan terlibat mengembangkan terobosan untuk mewujudkan provinsi cerdas,” ujarnya.
Menanggapi pelantikan itu, dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando, menyebutkan, penunjukan staf khusus memang dibutuhkan untuk menyeimbangkan fungsi birokrasi yang kaku dan normatif, dengan ruang manuver politik yang sangat sempit karena terikat struktur jabatan.
Berbeda dengan staf ahli yang adalah aparatur sipil negara dan secara struktural merupakan bawahan gubernur, staf khusus adalah orang-orang bebas kepentingan yang diharapkan merdeka berpikir. Dengan begitu, mereka lebih bebas dalam memberikan saran, pertimbangan, dan koreksi bagi kebijakan yang dirumuskan gubernur.
”Makanya, saya setuju kalau staf khusus itu berlatar orang-orang yang punya sisi ketokohan atau pengalaman di bidang tertentu. Ruang gerak mereka lebih bebas ketimbang staf ahli yang merupakan bawahan. Secara psikologis, tentu mereka tidak bebas mengoreksi kebijakan gubernur,” kata Ferry.
Kendati begitu, Ferry berharap, Pemprov Sulut memiliki tim khusus untuk menentukan kelayakan orang-orang yang diusulkan gubernur untuk menjadi staf khususnya. Dengan begitu, sisi khas kedaerahan Sulut bisa dipertimbangkan. Misalnya, untuk urusan perbatasan, haruslah tokoh atau akademisi yang memahami kehidupan dan kebutuhan masyarakat di perbatasan.
Untuk soal menjaga kestabilan sosial dan toleransi di Sulut, gubernur juga harus dikelilingi tokoh-tokoh agama yang dapat memberikan pertimbangan kebijakan sekaligus dihormati masyarakat sebagai tokoh. ”Tim ini yang akan memberi legitimasi pada pilihan-pilihan prerogatif gubernur, jadi bisa dipastikan tidak hanya berdasarkan like and dislike,” ujar Ferry.