Gubernur Sumut: Ekonomi Sumut Tidak Akan Resesi pada 2023
Meski demikian, Edy mewanti-wanti kekurangan pasokan pangan, buruknya kualitas infrastruktur, dan masih tingginya angka kemiskinan ekstrem di Sumut.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi meyakini ekonomi provinsinya tidak akan mengalami resesi pada 2023. Ekonomi Sumut diperkirakan tetap bertumbuh dengan ditopang ekspor komoditas pertanian, seperti minyak sawit mentah, karet, dan kopi. Meski demikian, Edy mewanti-wanti kekurangan pasokan pangan, buruknya kualitas infrastruktur, dan masih tingginya angka kemiskinan ekstrem di Sumut.
”Perekonomian Sumut tahun 2023 tidak akan mengalami resesi. Namun, harus tetap bersiap yang terburuk, berharap yang terbaik,” kata Edy saat menjadi pembicara kunci dalam seminar bertajuk ”Peluang dan Tantangan Ekonomi Tahun 2023” yang diselenggarakan Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Sumut, di Medan, Sabtu (21/1/2023) kemarin.
Hadir Ketua PIKI Sumut Naslindo Sirait, Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Horas Maurits Panjaitan, Ekonom BCA David Sumual, dan Ketua Umum Moderamen Gereja Batak Kristen Protestan Pendeta Krismas Imanta Barus.
Edy mengatakan, ekonomi dunia terancam resesi karena situasi global seperti perang Ukraina-Rusia dan dampak dari pandemi Covid-19. Namun, dampaknya terhadap ekonomi nasional dan Sumut diperkirakan tidak terlalu signifikan.
Berkaca pada 2022, kata Edy, pertumbuhan ekonomi Sumut bisa meningkat dengan ditopang sektor pertanian dan perikanan 8,5 persen dan sektor perdagangan 6,79 persen dari sisi lapangan usaha. Dari sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan tertinggi adalah sektor ekspor 12,47 persen dan konsumsi rumah tangga 4,29 persen.
Pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan pertama 3,95 persen; lalu naik menjadi 4,70 persen pada triwulan kedua; dan 4,97 persen pada triwulan ketiga. ”Pertumbuhan ekonomi Sumut sepanjang 2022 semakin kuat dan menuju arah pemulihan,” kata Edy.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sumut, Edy menyebut akan membangun infrastruktur khususnya jalan provinsi. Panjang jalan provinsi di Sumut 3.005 kilometer dengan 880 jembatan. Kondisi jalan 19,92 persen rusak berat dan 5,07 persen rusak ringan. Kemantapan jalan provinsi mencapai 74,67 persen. Ada sekitar 25 persen atau 750 kilometer yang tidak mantap.
Selain jalan provinsi, kondisi jalan nasional dan jalan kabupaten di Sumut juga banyak yang rusak.
”Kerusakan jalan ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Petani jeruk di Kabupaten Karo, misalnya, mereka hanya mendapat Rp 3.400 per kilogram. Padahal, begitu dibawa tauke ke Medan harganya Rp 12.400. Petani harus menanggung biaya logistik yang mahal,” kata Edy.
Edy menyebut, Pemprov Sumut juga berfokus untuk menekan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Sumut. Pada Maret 2021, angka kemiskinan Sumut 9,01 persen lalu turun menjadi 8,33 persen pada September 2022. Namun, masih banyak masyarakat Sumut yang terjerat kemiskinan ekstrem, yakni 160.000 orang.
Pada Oktober 2022, misalnya, ada Rp 204 triliun APBD dari sejumlah provinsi dan kabupaten yang mengendap di bank. Sumut sendiri APBD-nya mengendap Rp 7,45 triliun waktu itu.
Horas mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus digunakan sebagai instrumen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Namun, kecenderungan daerah dalam beberapa tahun ini mengendapkan APBD di bank sampai mendekati akhir tahun.
”Pada Oktober 2022, misalnya, ada Rp 204 triliun APBD dari berbagai provinsi dan kabupaten yang mengendap di bank. Sumut sendiri APBD-nya mengendap Rp 7,45 triliun waktu itu,” kata Horas.
Horas mendorong agar APBD Sumut dan kabupaten/kota jajarannya bisa disalurkan sejak awal tahun. Hal itu bisa menggerakkan ekonomi di daerah.
Krismas mengatakan, pembangunan infrastruktur sangat penting khususnya untuk daerah sentra pertanian seperti Kabupaten Karo. Ia mendorong pembangunan Jalan Medan-Berastagi yang saat ini sudah sangat padat lalu lintasnya sehingga sangat sering macet. Padahal, jalan itu urat nadi perekonomian masyarakat dari sentra pertanian, seperti Karo, Dairi, Simalungun, dan Samosir.
”Satu malam saja arus lalu lintas Jalan Medan-Berastagi tersendat, masyarakat merugi Rp 30 miliar. Kami berharap pemerintah meningkatkan jalan tersebut,” ujarnya.