Yang menang kita hormati, yang kalah, ya sudah. ”Legowo”. Bukan tidak mungkin saya kalah juga. Memangnya saya bisa memaksa ”voters”? Enggak bisa.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mencalonkan diri dalam pemilihan ketua umum PSSI periode 2023-2027. Pihaknya tak tertutup kemungkinan jika nanti kalah pada kontestasi tersebut. Semua pemenang mesti dihargai. Kebersamaan diutamakannya demi menuju dunia persepakbolaan nasional yang lebih baik.
Selain Erick, ada empat tokoh lain yang juga mencalonkan diri sebagai ketua umum, yaitu La Nyalla Mataliti, Doni Setiabudi, Fery Djemy Francis, dan Arif Putra Wicaksono. La Nyalla sempat menjabat sebagai Ketua Umum PSSI Periode 2015-2019. Akan tetapi, masa jabatannya hanya berlangsung setahun. Itu karena Kementerian Pemuda dan Olahraga tak mengakui kepengurusannya. Akibatnya, PSSI dibekukan oleh FIFA.
”Kan, ada lima calon ketua. Nanti kita dengarkan calon-calon itu seperti apa. Yang menang kita hormati, yang kalah, ya sudah. Legowo. Bukan tidak mungkin saya kalah juga. Memangnya saya bisa memaksa voters? Enggak bisa,” kata Erick seusai meresmikan Pracima Tuin, di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (21/1/2023) siang.
Saat ini, Erick menyebut terus menjalin komunikasi dengan sejumlah pemilik suara. Jalinan komunikasi dilakukan, baik melalui dirinya langsung maupun perwakilannya. Mereka kerap bertukar pikiran tentang rencana-rencana yang sebaiknya dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi persepakbolaan nasional. Menurut dia, semakin banyak diskusi, bakal semakin banyak pula ide-ide baik yang bisa diperoleh nantinya.
Jika kelak berhasil terpilih, Erick mempunyai misi untuk membuat dunia persepakbolaan nasional yang bersih. Ia rela membongkar tubuh asosiasi agar selanjutnya ditata ulang apabila memang menemukan hal-hal buruk dalam pengelolaan selama ini. Itu semua hanya bisa dilakukannya jika keluar sebagai peraih suara terbanyak pada pemilihan nanti.
Selain sepak bola yang bersih, Erick menilai, kebersamaan juga sama pentingnya dalam pengelolaan asosiasi. Setiap pihak seharusnya memiliki kesamaan visi. Mulai dari struktur internal PSSI, seperti ketua, wakil ketua, sekretaris jenderal, hingga komite eksekutifnya, maupun pemerintah. Kesamaan pandangan untuk memastikan peta jalan tersusun baik dan nantinya benar-benar tercapai meski kepengurusan silih berganti.
”Sepak bola yang bersih. Itu yang harus kita bangun. Sekarang pertanyaannya, besok tanggal 16 Februari (Kongres Luar Biasa) seperti apa? Saya tidak tahu. Kalau para voters hatinya sama kayak saya, membangun sepak bola yang bersih, yang pemersatu, yang berbahagia, ayo,” kata Erick.
Sewaktu mendaftarkan diri, Erick didampingi enam petinggi klub nasional. Sosok-sosok tersebut, antara lain, adalah Direktur Persib Bandung Teddy Tjahjono, Direktur Utama Persis Solo Kaesang Pangarep, pemilik Bali United Pieter Tanuri, pemilik RANS Nusantara Raffi Ahmad, pemilik Bekasi City Atta Halilintar, dan Presiden Sriwijaya FC Hendri Zainuddin.
Kami dari Persebaya mendukung Bang Erick untuk menjadi ketua umum dan membawa perubahan. Momennya adalah sekarang.
Selain keenam sosok tersebut, dukungan juga disampaikan pemegang saham dan eks Presiden Persebaya Azrul Ananda, di sela-sela kunjungannya ke Kota Surakarta, Kamis (19/1/2023) lalu. Menurut dia, Erick adalah sosok yang tepat untuk memimpin PSSI sekarang. Erick diakui mempunyai banyak pengalaman dalam industri olahraga. Tidak hanya secara nasional, tetapi internasional. Misalnya, ia pernah menjadi pemilik klub Inter Milan. Kini, ia juga masih berstatus sebagai pemilik klub Liga 1 Inggris, yakni Oxford United.
Azrul menilai, asosiasi sudah mempunyai terlalu banyak permasalahan sehingga perubahan dianggap cukup mendesak. Salah satu persoalan yang disorotinya ialah Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang. Insiden itu pula yang mendasarinya bersurat ke asosiasi agar digelar kongres luar biasa, yang akan terwujud sebentar lagi.
”Kami dari Persebaya mendukung Bang Erick untuk menjadi ketua umum dan membawa perubahan. Momennya adalah sekarang. Ini momen terbaik dan terbesar untuk melakukan perubahan di sepak bola nasional. Jika momen ini terlewat, mungkin masa depan sepak bola akan suram,” kata Azrul.