Antisipasi Lahar Hujan Gunung Merapi, Pemerintah Terus Bangun Sabo Dam
Pemerintah terus membangun sabo dam untuk mengantisipasi dampak lahar hujan dari Gunung Merapi. Selain untuk mitigasi bencana, sebagian sabo dam tersebut juga memiliki fungsi sebagai saluran irigasi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah terus membangun sabo dam untuk mengantisipasi dampak lahar hujan dari Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain untuk mitigasi bencana, sebagian sabo dam tersebut juga memiliki fungsi sebagai saluran irigasi.
”Selama Gunung Merapi masih aktif dan masih erupsi, pembangunan sabo dam mungkin juga tidak akan pernah selesai dilaksanakan,” ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat meninjau sabo dam di Kali Pabelan, Kabupaten Magelang, Jateng, Sabtu (21/1/2023).
Basuki memaparkan, pembangunan sabo dam sudah dilakukan sejak 1970 dan masih terus berlangsung hingga sekarang. Jumlah sabo dam yang sudah dibangun di Jateng-DIY mencapai 272 sabo dam. Semua sabo dam itu berlokasi di 15 sungai yang berhulu ke Gunung Merapi.
Sabo dam adalah bangunan pengendali pasir dan material vulkanik yang terbawa banjir lahar hujan dari Gunung Merapi. Sabo berasal dari bahasa Jepang, yakni sa yang bermakna pasir dan bo yang berarti pengendalian. Bangunan sabo dam memiliki banyak lubang yang berfungsi untuk menahan pasir dan tetap mengalirkan air.
Namun, sebagian sabo dam yang dibangun pemerintah itu tidak hanya berfungsi sebagai penahan pasir. Saat ini, Kementerian PUPR telah membangun enam sabo dam yang juga berfungsi sebagai saluran irigasi.
Salah satu sabo dam yang berfungsi sebagai saluran irigasi itu adalah sabo dam di Kali Pabelan. Secara administratif, sabo dam tersebut berlokasi di wilayah Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid, serta Desa Menayu, Kecamatan Muntilan.
Basuki menambahkan, pada tahun ini, Kementerian PUPR menargetkan membangun dua sabo dam lagi. Satu sabo dam dibangun di wilayah Kali Krasak, Kabupaten Magelang, sedangkan satu sabo dam lainnya dibangun di Kali Kuning, Kabupaten Sleman, DIY.
Selain sabo dam, Basuki menyatakan, Kementerian PUPR juga terus mengintensifkan pembangunan infrastruktur lain, seperti jalan dan jembatan. Khusus untuk jembatan, pemerintah akan memprioritaskan pembangunan atau perbaikan jembatan yang menjadi akses jalan anak-anak untuk pergi bersekolah.
”Ketika jembatan rusak, para pengguna kendaraan tidak akan kesulitan untuk memutar hingga 5 kilometer lebih. Tapi, bagi anak sekolah, berjalan kaki 1-2 kilometer saja pasti berat dan melelahkan,” ucap Basuki.
Di sisi lain, saat suatu jembatan rusak, masyarakat biasanya membuat jembatan darurat. Padahal, jembatan darurat itu belum tentu aman untuk dilewati, terutama oleh anak-anak. Itulah kenapa perbaikan jembatan yang rusak mendesak dilakukan.
Kepala Desa Menayu Arwanto, mengatakan, sabo dam di Kali Pabelan juga dilengkapi sarana jembatan penghubung Desa Menayu dan Desa Ngrajek. Arwanto menyebut, masyarakat sangat senang dengan proyek itu karena mereka telah mendambakan jembatan penghubung sejak 42 tahun lalu.
Pembangunan sabo dam sudah dilakukan sejak tahun 1970 dan masih terus berlangsung hingga sekarang.
Sebelumnya, karena tidak ada jembatan, warga biasanya memberanikan diri melintasi Kali Pabelan dengan berjalan kaki. Namun, hal itu hanya bisa dilakukan saat tidak turun hujan dan sungai agak mengering.
Sekitar tahun 2000, warga berinisiatif membuat jembatan bambu. Namun, jembatan itu beberapa kali rusak karena terkena aliran air sungai serta banjir lahan hujan. Masyarakat pun berulang kali menyampaikan permohonan pembangunan jembatan kepada pemerintah kecamatan dan Pemerintah Kabupaten Magelang.
Arwanto juga mengaku senang karena sabo dam di Kali Pabelan itu bisa membantu mengalirkan air irigasi bagi Desa Adikarto di Kecamatan Muntilan dan Desa Progowati di Kecamatan Mungkid. Luas sawah dari dua desa yang akan teraliri air irigasi dari sabo dam itu sekitar 120 hektar.
Di sisi lain, sabo dam juga diharapkan dapat membantu mengendalikan dampak banjir lahar hujan dari Gunung Merapi. Sebelumnya, material erupsi yang dibawa banjir itu menggerus dasar sungai sehingga membuat sungai bertambah dalam. Kondisi itu menyebabkan berkurangnya debit air dari sumber-sumber air di Desa Menayu.