Keluarga Pemerkosa di Brebes Mengaku Ditipu dan Diperas LSM
Keluarga pemerkosa di Brebes, Jateng, ditipu dan diperas oleh anggota LSM yang mengaku bisa membebaskan anak mereka dari jerat hukum. Para orangtua dimintai uang hingga Rp 200 juta oleh anggota LSM.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
(DOK HUMAS POLRES BREBES)
Suasana konferensi pers kasus pencabulan anak berusia 15 tahun di kantor Polres Brebes, Jawa Tengah, Rabu (18/1/2023). Dalam kasus itu, ada enam tersangka yang lima di antaranya anak di bawah umur.
BREBES, KOMPAS — Fakta baru muncul seiring penetapan tersangka dalam kasus pemerkosaan seorang bocah perempuan berusia 15 tahun di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Keluarga pemerkosa mengaku dimintai uang hingga ratusan juta oleh anggota lembaga swadaya masyarakat. Janjinya, kasus itu tidak akan diproses hukum.
Rabu (18/1/2023), polisi menetapkan enam tersangka kasus pemerkosaan di Desa Sengon, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes. Mereka adalah F (17), MFH (15), DAP (15), AMD (16), AM (16), dan Adi Irawan (18). Para tersangka dan korban adalah warga Desa Sengon.
Semuanya dijerat Pasal 82 Ayat (1) juncto Pasal 76E atau Pasal 81 Ayat (1) jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Para orangtua tersangka kecewa lantaran proses hukum itu tetap dilakukan. Padahal, mereka telah membayar sejumlah uang kepada orang-orang dari LSM. Orang-orang itu mengaku bisa membantu anak-anak mereka terhindari dari jerat hukum.
T (47), salah satu ayah pelaku, mengaku, keluarga pelaku dikumpulkan orang-orang yang mengaku dari LSM Barisan Patriot Peduli Indonesia pada 29 Desember 2022 atau dua hari setelah pemerkosaan terjadi. Orang-orang tersebut meminta para orangtua menyerahkan uang Rp 200 juta sebagai biaya kompensasi. Jika tidak, para anggota LSM akan melaporkan kasus pemerkosaan itu kepada polisi.
DOKUMENTASI POLRES LUMAJANG
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak
”Karena kami para orangtua tidak punya uang sebanyak itu, saya menawar. Akhirnya mereka setuju kalau kami membayar Rp 70 juta. Namun, mereka meminta hari itu juga uangnya harus sudah ada,” ujar T, Kamis (19/1/2023).
Para orangtua pelaku pemerkosaan itu, kata T, adalah warga kurang mampu. Setelah berupaya mencari uang pinjaman ke tetangga dan saudara, mereka hanya berhasil mengumpulkan Rp 62,4 juta. Uang itu lalu diterima para anggota LSM.
Para orangtua pelaku lalu dipertemukan dengan orangtua korban di rumah kepala Desa Sengon. Di dalam pertemuan itu, anggota LSM mendamaikan korban dan pelaku. Perdamaian itu ditandai penandatanganan surat pernyataan.
Di sana dituliskan, pemerkosaan telah diselesaikan secara kekeluargaan. Korban dan keluarga selanjutnya dilarang melaporkan kasus itu ke polisi. Jika dilanggar, mereka akan dituntut balik keluarga pelaku.
Menurut T, perdamaian itu turut disaksikan sejumlah pihak, seperti kepala desa, kepala dusun, ketua rukun tetangga, dan tokoh masyarakat setempat. Mereka bahkan ikut membubuhkan tanda tangan dalam surat pernyataan tersebut sebagai bukti mengetahui peristiwa perdamaian itu.
S, orangtua pelaku pemerkosaan lainnya, juga kecewa anaknya ditahan. S paham kesalahan anaknya. Namun, sebagai orangtua, S berharap anaknya diampuni sehingga bisa melanjutkan pendidikannya.
Pesan untuk menghentikan kekerasan terhadap anak terwujud dalam mural di Jalan Raya Meruyung, Depok, Jawa Barat, Sabtu (19/3). Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang dirilis pada 15 Februari lalu menyatakan bahwa terdapat 1.844 kasus kekerasan terhadap anak sejak pergantian tahun. DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan daerah dengan kasus terbanyak.
”Suami saya bilang kalau kami dimintai uang Rp 13 juta. Saya kaget dan bingung bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu satu hari. Saat itu, kami bela-belain berutang supaya anak kami tidak dihukum,” ujarnya.
Menurut S, orangtua pelaku tidak membayarkan uang dengan nominal yang sama. Ada yang membayar Rp 5 juta hingga Rp 18,4 juta.
Belakangan, para orangtua pelaku mendapatkan informasi uang Rp 62,4 juta tidak semuanya diberikan kepada korban. Uang yang diserahkan anggota LSM kepada keluarga korban hanya Rp 30 juta. Sisanya berada di tangan para anggota LSM. Mereka melaporkan kasus itu ke Polres Brebes.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Brebes Ajun Komisaris I Dewa Gede Ditya Krisnanda mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari para orangtua pelaku terkait kasus itu. Masalah itu tengah didalami penyidik.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)
Iklan pemberitahuan nomor darurat untuk laporan kekerasan pada perempuan dan anak terpasang di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
”Kami sedang fokus pada pemeriksaan saksi-saksi yang hadir dalam proses mediasi tersebut. Nanti akan kami dalami juga terkait seperti apa tindakan transaksional dalam peristiwa itu,” tutur Dewa.
Pakar hukum pidana Universitas Pancasakti, Tegal, Hamidah Abdurrachman, menilai, orang-orang yang turut menyaksikan, mengetahui, atau bahkan memfasilitasi ”perdamaian” itu juga bisa dipidana. Mereka, kata Hamidah, sudah menghalang-halangi proses penyelidikan dan melanggar Pasal 421 KUHP.
”Dalam kasus itu, sejumlah orang yang seharusnya punya pengetahuan dan daya untuk melapor malah diam saja. Artinya, mereka tidak memihak kepada korban, tetapi malah memihak pelaku,” kata Hamidah.
Korban
Dewa mengatakan, korban saat ini berada di rumah aman milik Pemerintah Kabupaten Brebes. Kondisi korban, kata Dewa, sudah lebih baik.
”Kami bekerja sama dengan Pemkab Brebes mendampingi korban untuk menjalani pemulihan kondisi. Saat ini, kondisinya relatif sudah lebih baik dan sudah bisa memberikan keterangan terkait peristiwa tersebut,” ujar Dewa.
Pasca-kejadian, korban dievakuasi oleh keluarganya ke luar kota demi keselamatannya. Korban juga mengeluhkan sakit pada alat kelaminnya.
Sebelum diperkosa, korban dicekoki dengan minuman keras hingga tak berdaya. Pemerkosaan itu berlangsung di rumah salah satu pelaku di Desa Sengon.