Ratusan titik api terdeteksi dan beberapa wilayah di Kalimantan Tengah juga mulai terbakar. Total terdapat 45 hektar lahan yang hangus. Pemerintah pun segera menetapkan status siaga darurat bencana karhutla.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bakal menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan. Hal itu dilakukan lantaran ditemukan ratusan titik panas dengan puluhan kejadian kebakaran lahan yang tersebar di 14 kabupaten dan kota di Kalteng.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng menunjukkan data setidaknya terdapat 110 titik panas terpantau di Kalimantan Tengah dengan total 27 kejadian kebakaran lahan selama Januari 2023. Dari total kejadian itu terdapat 45,03 hektar lahan terbakar atau setengah ukuran Kebun Raya Bogor.
Kepala Bidang Pencegahan BPBPK Kibue Sungan menjelaskan, pihaknya sudah mengusulkan ke Gubernur Kalteng untuk menandatangani penetapan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan. Jika sudah ditandatangani, status tersebut akan berlangsung selama 14 hari dan bisa diperpanjang sesuai dengan situasi dan kondisi daerah.
BPBPK bersama instansi terkait lainnya, lanjut Kibue, sudah menyiapkan posko-posko pantau api dan mulai melakukan kegiatan pencegahan. Terdapat beberapa upaya yang bakal dilakukan pemerintah daerah untuk mencegah kebakaran, mulai dari sosialisasi, patroli kebakaran, koordinasi multipihak, hingga pendampingan pembukaan lahan tanpa bakar.
”Karhutla terjadi 99,9 persen karena ulah manusia, baik sengaja maupun tidak sengaja. Maka dari itu, perlu sosialisasi menyeluruh untuk mengingatkan kembali masyarakat,” ungkap Kibue di Palangkaraya, Kamis (19/1/2023).
Kibue menambahkan, dalam sosialisasi, pihaknya akan kembali mengingatkan masyarakat soal Perda Kalteng Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran. Di dalam kebijakan itu ada pasal yang memuat masyarakat hukum adat bisa membakar dengan berbagai syarat. Syarat itu seperti tidak boleh membakar di lahan gambut, luas lahan tidak lebih dari 2 hektar, diketahui pemerintah desa, dan diketahui oleh pemilik lahan tetangganya agar tidak merambat.
”Syaratnya ketat, karena bagaimanapun masyarakat butuh makan sehingga masih dimungkinkan membakar dengan syarat yang begitu ketat,” kata Kibue.
Sumur bor
Pencegahan, lanjut Kibue, juga dilakukan dengan memeriksa kembali infrastruktur pembasahan gambut yang sudah dibangun. Dari data yang dihimpun Kompas, sejak 2017 hingga 2019, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) membangun setidaknya 10.905 unit sumur bor yang tersebar di beberapa kabupaten di Kalteng. Selain itu, ada 5.000 sekat kanal yang juga digunakan untuk pembasahan lahan gambut.
Pemerintah juga membentuk 103 kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) di delapan kabupaten dan kota di Kalteng yang masing-masing kelompok berisi lebih kurang 20 orang. Mereka merupakan garda terdepan penanggulangan kebakaran selain BPBD dan Manggala Agni.
”Titik sumur bor itu ada di kami petanya, saat patrol itu akan diperiksa kembali apakah berfungsi atau tidak. Memang selama ini ada yang fungsional, ada juga yang tidak fungsional,” ungkap Kibue.
Sebelumnya, Kepala Pelaksana BPBPK Provinsi Kalteng Falery Tuwan mengatakan, setelah berkoordinasi dengan BMKG terdapat beberapa wilayah di Kalteng yang sudah mulai kering tanpa hujan meski belum memasuki musim kemarau. Wilayah-wilayah itu masuk dalam peta rawan bencana karhutla.
”Kami sudah siapkan personel dari lintas instansi untuk melakukan patroli dan pemantauan. Di kantor, kami juga terus memantau titik panas setiap hari,” kata Falery.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Palangkaraya, Chandra Mukti, menjelaskan, saat ini sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah masih berada pada musim hujan disertai fenomena La Nina atau meningkatnya intensitas hujan. Kondisi itu diperkirakan bakal berlangsung sampai Maret 2023.
”Adapun musim kemarau nanti akan diinformasikan kembali, tetapi biasanya wilayah Kalteng mengalami musim kemarau pada bulan Mei hingga Juli,” kata Chandra.