Tanpa Eksepsi, Dua Terdakwa Hadiri Sidang Pemeriksaan Saksi Tragedi Kanjuruhan
Pengadilan Negeri Surabaya melanjutkan sidang terdakwa Tragedi Kanjuruhan, yakni dua terdakwa menjalani sidang pemeriksaan saksi, sedangkan tiga terdakwa menjalani sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Dua terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan akan menghadiri sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (19/1/2023). Keduanya adalah Abdul Haris, bekas panitia pelaksana dan Suko Sutrisno, bekas security officer, dalam insiden berdarah sepak bola di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Demikian diutarakan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Fathur Rohman di Surabaya, Rabu (18/1/2023). Adapun tiga terdakwa lainnya dari anggota Polri, yakni Ajun Komisaris Hasdarmawan, Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dan Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, akan mengikuti sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi secara daring, Jumat (20/1/2023).
Kelima terdakwa telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di PN Surabaya pada Senin (16/1/2023). Dalam sidang perdana itu, kelimanya tidak dihadirkan di Ruang Cakra, lokasi persidangan, tetapi secara daringdari rumah tahanan negara.
Sidang dipimpin ketua majelis hakim Abu Achmad Sidqi Amsya dan dua anggotanya, Mangapul serta I Ketut Kimiarsa. Sidang digelar tertutup atau dilarang disiarkan secara langsung. Kehadiran publik dibatasi dengan alasan mengutamakan keluarga korban.
Menurut Fathur, terdakwa Abdul dan Suko tidak mengajukan eksepsi sehingga agenda sidang bisa berlanjut ke pemeriksaan saksi. Sidang pada Kamis, akan menghadirkan 29 saksi. Sebanyak 18 di antaranya adalah korban Tragedi Kanjuruhan, tujuh steward atau anggota panitia pelaksana, tiga pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang, dan satu anggota Polri.
Fathur melanjutkan, untuk sidang tiga terdakwa yang anggota Polri berlangsung pada Jumat dan secara daring. ”Tidak ada perintah untuk menghadirkan terdakwa sehingga sidang tetap online,” katanya.
Dalam horor berdarah di Stadion Kanjuruhan seusai laga Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dan seteru Persebaya Surabaya, Hasdarmawan menjabat Komandan Kompi 3 Satuan Brigade Mobil Polda Jatim. Bambang menjabat Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang. Sementara Wahyu adalah Kepala Bagian Operasional di institusi dengan wilayah hukum Kabupaten Malang tersebut.
Tragedi Kanjuruhan merupakan insiden terkelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Horor berdarah itu dipicu penembakan gas air mata oleh petugas keamanan terhadap penonton.
Suporter yang hampir seluruhnya Aremania, pendukung Arema FC, berusaha menyelamatkan diri dari dampak gas air mata sehingga berdesakan, saling injak, dan berimpitan. Akibatnya mengenaskan.
Sebanyak 135 jiwa meninggal di stadion, dalam perjalanan, atau dalam penanganan di rumah sakit. Selain itu, lebih dari 600 jiwa terluka.
Dalam kasus ini, Polri menetapkan enam tersangka, yang lima di antaranya telah berstatus terdakwa. Satu tersangka ialah bekas Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita. Berkas perkara Akhmad masih dilengkapi tim penyidik Polda Jatim sehingga belum bisa disidangkan.
Dalam pembacaan dakwaan, jaksa penuntut umum menyatakan kelima terdakwa menyebabkan meninggal dunia dan atau luka-luka orang lain karena kealpaan. Kelimanya didakwa melanggar Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman pidana maksimal penjara 5 tahun.
Untuk terdakwa Abdul Haris dan Suko Sutrisno juga didakwa melanggar Pasal 103 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Dia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Secara terpisah, Wakil Humas PN Surabaya Anak Agung Gede Agung Parnata mengatakan, agenda sidang dua terdakwa yang tidak mengajukan nota keberatan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan dapat dihadirkan.
”Untuk tiga terdakwa dengan agenda pembacaan eksepsi dilakukan secara online,” katanya.
Parnata melanjutkan, PN Surabaya telah mengevaluasi sidang perdana di mana Ruang Cakra menjadi penuh sesak. Padahal, di antara yang hadir tidak sampai 10 orang dari perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
”Kami berharap tidak semua anggota keluarga korban datang karena tidak bisa tertampung dalam ruang sidang,” ujarnya.