Andi Desfiandi, Pemberi Suap Unila Divonis 16 Bulan Penjara
Selain hukuman penjara, Andi didenda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang mencapai 2 tahun.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Andi Desfiandi, terdakwa pemberi suap kepada Mantan Rektor Unila Karomani, divonis hukuman 16 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Aria Veronica dalam sidang kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Unila Tahun 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung, Rabu (18/1/2023).
”Menyatakan terdakwa Andi Desfiandi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua penuntut umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan,” kata Aria.
Majelis hakim berpendapat, hal-hal yang meringankan terdakwa, antara lain, Andi dinilai bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum. Terdakwa juga menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi. Selain itu, Andi juga dinilai berperan dalam berbagai kegiatan sosial di masyarakat melalui yayasan yang ia pimpin.
Sementara itu, hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai telah mencederai para calon mahasiswa Universitas Lampung yang telah bersungguh-sungguh mendaftar melalui tahapan seleksi dengan jujur. Andi juga dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menurut hakim, Andi terbukti melakukan korupsi sesuai dakwaan alternatif kedua Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam persidangan, Andi terbukti memberikan suap sebesar Rp 250 juta untuk Karomani yang dititipkan melalui Mualimin, salah satu dosen di Unila. Penyerahan uang dilakukan pada 24 Juli 2022 di rumah Ary Meizari Alfian, yang merupakan adik kandung Andi. Suap diberikan untuk meloloskan dua anak kerabatnya sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Unila.
Atas vonis tersebut, Jaksa Penuntut Umum KPK Agung Satrio Wibowo dan terdakwa menyatakan pikir-pikir.
Kasus suap penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Unila jalur mandiri tahun 2022 di Unila terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Rektor Unila periode 2019-2023 Karomani pada 20 Agustus 2022. Karomani ditangkap saat sedang melakukan kunjungan kerja ke Bandung, Jawa Barat.
KPK juga menangkap M Basri yang kala itu menjabat Ketua Senat Unila dan Heryandi yang saat itu menjabat sebagai Wakil Rektor I Unila Bidang Akademik Unila. Saat ini, ketiganya juga sedang menjalani sidang dalam kasus yang sama.
Dalam sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa Karomani, Heryandi, dan M Basri yang berlangsung hingga Selasa (17/1/20223), terungkap bahwa uang suap untuk Karomani diberikan sejumlah orangtua calon mahasiswa yang ingin anak atau kerabatnya lolos sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila. Karomani meminta orangtua yang ingin anaknya lolos di FK Unila memberikan sumbangan untuk pembangunan gedung Lampung Nahdiyin Center.
Uang suap tersebut, di antaranya, diserahkan melalui Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan Unila Asep Sukohar. Saat bersaksi di persidangan, Asep mengaku pernah mengumpulkan uang Rp 800 juta dari tiga orang.
Uang suap berkedok sumbangan pembangunan gedung itu diberikan oleh Direktur RSUD Aliran Raya Zuchrady sebesar Rp 350 juta, Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Rasmi Z Oktarlina sebesar Rp 300 juta, dan seorang tetangga Asep bernama Sofia sebesar Rp 150 juta.