Kementerian Pertanian akan memperluas areal tanam kopi di NTB seluas 300 hektar. Areal tanam baru itu tersebar di sejumlah wilayah di Pulau Sumbawa.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Perluasan areal tanam kopi di Nusa Tenggara Barat terus dilakukan. Hal itu guna mendongkrak produksi kopi di daerah tersebut. Pada 2023, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran untuk areal tanam kopi baru seluas 300 hektar di Pulau Sumbawa.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat H Rifai di Mataram, Rabu (18/1/2023), mengatakan, pengembangan kopi di NTB sangat mengandalkan pada pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara APBD sangat terbatas.
Oleh karena itu, kata Rifai, pihaknya menyambut positif dukungan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan yang pada 2023 akan memperluas areal tanam kopi di NTB sebesar 300 hektar.
Rifai merinci, perluasan 300 hektar itu seluruhnya dilakukan di wilayah Pulau Sumbawa. Terdiri dari kopi jenis robusta masing-masing 100 hektar di kawasan Tambora, Bima dan Pekat, Dompu. Sementara 100 hektar lagi jenis arabika di wilayah Baturotok, Sumbawa.
Rifai memastikan program itu akan berjalan pada 2023 ini. Hanya saja, ia belum bisa memastikan waktu pelaksanaannya.
”Mengingat anggarannya dari pusat, kami masih menunggu. Tetapi untuk perluasan, memang banyak yang harus diperhatikan, terutama pedoman teknis, serta kriteria petani yang akan menerimanya,” kata Rifai.
Meningkat
Saat ini, perkebunan kopi di NTB tersebar di pulau Lombok dan Pulau Sumbawa baik jenis robusta maupun arabika.
Di Lombok, perkebunan kopi robusta ada di Sajang (Lombok Timur), Rempek (Lombok Utara), Batu Kliang Utara (Lombok Tengah), dan Timbanuh-Tete Batu (Lombok Timur). Sementara di Pulau Sumbawa, antara lain, berada di Tepal, Punik, Baturotok (Sumbawa), Rarak (Sumbawa Barat), dan Oi Bura (Tambora, Bima).
Adapun kopi arabika ada di Sajang-Sembalun (Lombok Timur), Sapit (Lombok Timur), Punik (Sumbawa), dan Oi Bura (Tambora, Bima).
Rifai menjelaskan, pengembangan kopi di NTB terus dilakukan karena melihat kebutuhan pasar yang terus meningkat. Termasuk kebutuhan lokal seiring bertambahnya kedai kopi. Selain itu, NTB juga sudah memiliki eksportir kopi.
Data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, pada 2021 luas area tanam kopi robusta di NTB sebanyak 11.286,77 hektar dengan 13.015 petani.
Produksinya mencapai 5.462,01 ton. Sementara arabika pada lahan seluas 2.498 hektar yang dikelola 2.681 petani. Produksi arabika di NTB pada 2021 sebanyak 865,69 hektar.
Meski terbilang luas, tidak seluruhnya bisa menghasilkan. Dari 11.286 hektar areal tanam robusta, sekitar 3.000 di antaranya belum menghasilkan. Begitu juga arabika yang dari 2.498 hektar, sekitar 1.000 hektar lebih belum menghasilkan.
”Tanaman belum menghasilkan biasanya yang baru ditanam. Butuh dua hingga tahun dulu. Sejalan dengan itu, penanaman baru juga terus dilakukan,” kata Rifai.
Selain memperluas areal tanam, peningkatan kapasitas petani di hulu juga dilakukan, tetapi terbatas karena terkendala anggaran, baik itu untuk penanaman, pemeliharaan, maupun panen dan pascapanen.
”Bantuan peralatan juga biasanya program dari pusat. Misalnya, alat pengupas kulit kopi kering dan basah. Tahun sebelumnya, kami bisa berikan hingga tiga kelompok, tetapi tahun ini hanya satu,” kata Rifai.
Selain itu, petani juga mendapat bantuan alat sangrai atau roasting kopi. Namun, bantuan tersebut dikritik berbagai pihak. Penasihat Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) NTB yang juga Konsultan Digital Bussiness Intelegent (DBI) bidang Kopi Giri Arnawa mengatakan, memberi peralatan roasting tidak tepat.
Tanaman belum menghasilkan biasanya yang baru ditanam. Butuh dua hingga tahun dulu. Sejalan dengan itu, penanaman baru juga terus dilakukan. (Rifai)
Mujiburrahman, Direktur Tuwa Kawa Coffee and Roastery di Mataram, mengatakan, langkah itu justru bisa mengancam potensi usaha kopi hingga hilir.
Hal itu karena prosesnya telah selesai di hulu. ”Petani harusnya diberi bantuaun sesuai kebutuhan. Alat jemur, mesin pengupas, mesin pencuci, itu yang dibutuhkan,” kata Mujiburrahman.
Menanggapi hal itu, Rifai mengatakan, berbagai bantuan termasuk alat roasting dimaksudkan agar petani mendapat nilai tambah. Apalagi, petani yang mendapat bantuan juga bukan dalam jumlah besar, melainkan beberapa kelompok tani saja.