Penduduk Miskin di Bali Berkurang, Kesenjangan Desa-Kota Masih Tinggi
Pada September 2022, Bali menempati peringkat pertama provinsi dengan persentase penduduk miskin paling rendah. Namun, kesenjangan kemiskinan antara wilayah perkotaan dan perdesaan dilaporkan masih tinggi.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Jumlah penduduk miskin di Bali dilaporkan kembali menurun. Bahkan, pada periode September 2022, Bali menempati peringkat pertama provinsi dengan persentase penduduk miskin paling rendah. Namun, kesenjangan kemiskinan antara wilayah perkotaan dan perdesaan dilaporkan masih tinggi.
Mengacu laporan Badan Pusat Statistik (BPS), angka rata-rata penduduk miskin secara nasional tercatat 9,57 persen. Adapun BPS Bali mencatat, persentase penduduk miskin di Bali periode September 2022 sebesar 4,53 persen.
Pada Maret 2022, Bali menempati posisi ketiga sebagai provinsi dengan persentase penduduk miskin terendah secara nasional. Namun, pada September 2022, Bali menduduki peringkat pertama provinsi dengan kemiskinan terendah di Indonesia.
Ketua Tim Statistik Sosial BPS Bali Dedi Cahyono, Senin (16/1/2023), menyebut, kemiskinan di Bali pada September 2022 berkurang 0,04 poin dibandingkan kemiskinan di Bali pada Maret 2022 yang sebesar 4,57 persen.
Jumlah penduduk miskin di Bali per September 2022 sekitar 205.360 orang, berkurang sekitar 320 orang dibandingkan Maret 2022 yang berjumlah sekitar 205.680 orang.
Berdasarkan data BPS Bali, jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2022 juga lebih rendah dibandingkan kondisi September 2021. Namun, penurunan jumlah maupun persentase penduduk miskin di Bali berlangsung perlahan.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Bali, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, Selasa (17/1/2023), menyebut, ada sejumlah faktor yang memengaruhi berkurangnya kemiskinan di Bali.
Salah satunya adalah kembali aktifnya industri pariwisata setelah pandemi Covid-19 terkendali. Selain itu, sebagian masyarakat di Bali juga masih bisa mengembangkan usahanya pada masa pandemi Covid-19 dengan memanfaatkan tabungan atau simpanannya.
Selain itu, menurut Suka Arjawa, ritual dan upacara keagamaan yang rutin dilaksanakan masyarakat Bali juga ikut menopang pergerakan perekonomian di ”Pulau Dewata” ini.
Sementara itu, berdasarkan hasil analisis BPS Bali, ada beberapa fenomena sosial dan ekonomi yang memengaruhi kondisi kemiskinan di Bali pada September 2022. Salah satunya adalah konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2022 yang tumbuh 4,53 persen, lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2022 sebesar 2,51 persen.
Jumlah wisatawan mancanegara yang datang pada September 2022 tercatat 291.162 orang, meningkat 276.542 orang dibandingkan Maret 2022 yang sebanyak 14.620 orang.
Sementara itu, tingkat penghunian kamar hotel pada September 2022 sebesar 46,45 persen, meningkat sekitar dua kali lipat dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 21,19 persen.
Kondisi lainnya adalah pemberian bantuan sosial bersyarat kepada 106.357 keluarga penerima manfaat pada September 2022, bantuan pangan nontunai kepada 166.363 keluarga, serta bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada 189.140 keluarga penerima.
BPS Bali mencatat, persentase penduduk miskin di Bali periode September 2022 sebesar 4,53 persen.
BPS Bali juga melaporkan, persentase penduduk miskin di perkotaan Bali pada September 2022 sebesar 4,12 persen, turun 0,11 persen poin dibandingkan Maret 2022. Namun, persentase penduduk miskin di perdesaan di Bali justru naik 0,19 persen poin, dari 5,39 persen pada Maret 2022 menjadi 5,58 persen pada September 2022.
Kondisi tersebut menunjukkan, disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan di Bali masih tinggi. Meski demikian, BPS mencatat, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Bali masih tergolong rendah, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Secara terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menyatakan, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan terus berupaya mengakselerasi pertumbuhan pariwisata Bali.
Akselerasi difokuskan dengan meningkatkan kunjungan wisatawan dari sejumlah negara, misalnya Australia dan India. Pemerintah juga membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan yang menawarkan kombinasi pariwisata dan pelayanan medis.
Langkah itu, menurut Trisno, merupakan upaya untuk mengantisipasi ancaman perlambatan ekonomi global yang bisa berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dan ekonomi daerah.