Sejumlah wilayah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tergenang banjir selama lebih dari dua pekan terakhir. Banjir menghambat aktivitas warga, bahkan membuat sejumlah desa sempat terisolasi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
PATI, KOMPAS — Lebih dari dua pekan terakhir, sejumlah wilayah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terendam banjir. Selain karena cuaca ekstrem, banjir juga dipicu kondisi sungai yang kurang memadai dan kerusakan lingkungan di wilayah hulu. Sejumlah upaya jangka panjang disiapkan pemerintah untuk menangani banjir di wilayah tersebut.
Pada Senin (16/1/2023), banjir masih menggenangi enam kecamatan di Pati, yakni Sukolilo, Kayen, Gabus, Pati, Jakenan, dan Juwana. Ketinggian air yang merendam sejak akhir 2022 tersebut beragam, yang tertinggi sekitar 50 sentimeter.
Kondisi banjir pada Senin disebut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pati Martinus Budi Prasetya sudah jauh lebih baik. Pekan sebelumnya, banjir menggenangi sejumlah desa di 11 kecamatan yang ada di Pati. Bahkan, sempat ada beberapa desa yang terisolasi karena ketinggian air mencapai 3 meter, salah satunya Desa Gadudero di Kecamatan Sukolilo. Untuk menuju desa tersebut, orang-orang harus naik perahu.
”Hujan yang tidak lagi turun pada seminggu terakhir membuat sejumlah genangan surut. Beberapa titik pengungsian juga berangsur kosong karena warga sudah kembali ke rumah masing-masing. Sebagian warga memilih tidur di pengungsian kalau malam hari saja. Pada pagi sampai petang mereka beraktivitas di rumah masing-masing,” kata Martinus, Senin.
Sejumlah bantuan, terutama bantuan pangan dari berbagai pihak, telah disalurkan untuk meringankan beban warga terdampak. Pemantauan kesehatan juga terus dilakukan oleh petugas kesehatan di masing-masing puskesmas.
Martinus menyebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir di wilayah Pati, antara lain cuaca ekstrem, rob, kondisi sungai yang kurang memadai, dan juga kerusakan lingkungan di wilayah hulu. Hujan deras yang terus turun pada akhir 2022 hingga awal 2023 membuat debit air sejumlah sungai, termasuk di Sungai Silugonggo atau Sungai Juwana, meningkat. Di saat yang sama, air laut sedang pasang, lalu masuk melalui Sungai Juwana. Melubernya air sungai ke permukiman dan lahan pertanian warga tak bisa dihindari.
Sungai Juwana tidak bisa menampung air secara maksimal karena mengalami pendangkalan. Selain itu, aliran air terutama pada wilayah muara sungai terhambat karena banyaknya kapal berukuran besar yang ditambatkan. Ke depan, pemerintah berencana menormalisasi dan menata ulang sungai tersebut. Kolam tambat juga akan dibuat agar tak ada lagi kapal yang ditambatkan di muara sungai.
”Di bagian hulu, yakni di Gunung Kendeng, ada kerusakan alam yang cukup serius akibat pergantian tanaman dari tanaman keras menjadi tanaman semusim dan juga aktivitas penambangan. Kegiatan-kegiatan itu harus segera dihentikan agar tidak memicu bencana,” kata Martinus.
Sementara itu, Penjabat Bupati Pati Henggar Budi Anggoro menilai, kondisi geografis juga turut memicu banjir. Di beberapa desa di Juwana, banjir sudah berulang kali terjadi karena posisi berada di wilayah cekungan.
”Jadi, di tempat-tempat ini ada drainasenya, hanya saja posisinya lebih rendah dari posisi sungai sehingga air dari permukiman tidak bisa langsung mengalir ke sungai,” ucap Henggar.
Terintegrasi
Pada Kamis (12/1/2023), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengunjungi sejumlah daerah terdampak banjir, seperti Pati, Kudus, dan Jepara. Menurut Basuki, akan disiapkan sistem penanganan banjir terintegrasi di wilayah-wilayah tersebut.
”Untuk penanganan di Sungai Juwana, kami melakukan normalisasi dan penanggulan sungai. Progresnya sudah 10 kilometer (km), tinggal 6 km lagi. Bendung karet dengan volume 4,6 juta meter kubik juga sedang kami kerjakan,” kata Basuki.
Di Kudus, Kementerian PUPR akan meningkatkan kapasitas rumah pompa yang masuk ke Sungai Wulan di Kecamatan Jati. Pompa yang ada saat ini memiliki kapasitas 500 liter per detik. Kapasitasnya akan ditingkatkan menjadi 4.500-5.000 liter per detik. Peningkatan kapasitas pompa ditargetkan tuntas tahun 2023 dan diharapkan mampu menangani banjir di kawasan seluas 9 kilometer persegi.
Tak hanya itu, Sungai Wulan juga akan dinormalisasi sepanjang 47 km. Proyek itu disebut Basuki masih dalam proses lelang dengan perkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,4 triliun. Proyek itu ditargetkan rampung dalam dua tahun.
Untuk penanganan di Sungai Juwana, kami melakukan normalisasi dan penanggulan sungai. Progresnya sudah 10 kilometer (km), tinggal 6 km lagi. Bendung karet dengan volume 4,6 juta meter kubik juga sedang kami kerjakan. (Basuki Hadimuljono)
Di Jepara, normalisasi Serang Wulan Drainase 1 (SWD 1) dan Sungai Serang Wulan Drainase 2 (SWD 2) juga akan diselesaikan. Dua drainase yang merupakan sistem pengendali banjir di Desa Dorang, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, itu sudah mengalami pendangkalan sehingga tidak berfungsi optimal.
”Untuk SWD 1 saat ini sudah ditangani sepanjang 10 km dari total 32 km. Untuk SWD 2 sudah ditangani 7 km dari total 23 km dan tahun ini akan diselesaikan. Di antara SWD 1 dan 2 juga akan dilengkapi dengan saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit dari saluran air yang lebih kecil serta mengaktifkan saluran kali mati yang menghubungkan SWD 1 dan 2. Selain itu juga akan dibuatkan pintu air yang dilengkapi pompa,” ucap Basuki.