Antisipasi Kebakaran, 22 Kilometer TN Rawa Aopa Dijaga Intensif
Kebakaran lahan hebat di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai akhir pekan lalu diupayakan agar tidak terulang kembali. Upaya bersama dibutuhkan agar kawasan dengan biodiversitas tinggi ini terus terjaga.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kebakaran lahan hebat di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai akhir pekan lalu diupayakan agar tidak terulang kembali. Puluhan petugas disiapkan di sejumlah titik kritis di lokasi sepanjang 22 kilometer. Upaya bersama dan jangka panjang dibutuhkan agar kawasan dengan biodiversitas tinggi ini terus terjaga.
”Kami melakukan penjagaan maksimal dengan penambahan anggota di jalur kritis. Total ada 20 anggota yang ditugaskan, dibantu instansi lain baik dari Manggala Agni, TNI/Polri, maupun masyarakat,” kata Kepala Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Ali Bahri di Kendari, Senin (16/1/2023).
Pada Sabtu hingga Minggu dini hari, kebakaran lahan hebat melanda di Sektor II TNRAW, tepatnya di Kecamatan Lantari Jaya, Bombana. Kawasan ini merupakan padang rumput yang dilintasi jalan lintas provinsi. Kebakaran menyebabkan asap membubung dan mengganggu masyarakat, hingga hewan yang terjebak.
Ali mengakui, proses penanganan saat kebakaran tersebut memang terlambat. Seharusnya, sebelum api membesar, tim telah turun dan melakukan pemadaman sehingga api tidak membesar. Akibatnya, total 37 hektar lahan terbakar.
Kalau ada pelaku yang membakar, tangkap dan pidanakan.
Oleh karena itu, upaya penjagaan dimaksimalkan ke depan. Jalan sepanjang 22 kilometer dijaga oleh anggota yang dibagi dalam lima Tim. Mereka ditempatkan di lima titik setiap 5 kilometer yang diwaspadai rawan terjadi kebakaran. Jalan puluhan kilometer ini membelah kawasan yang menjadi jalur utama masyarakat dari Bombana ke Kendari atau Konawe Selatan.
Menurut Ali, pantauan berkala dilakukan terus-menerus. Anggota silih berganti melakukan pengawasan dengan kendaraan. Mobil pemadam juga disiagakan jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran lahan.
”Upaya preventif juga dilakukan dengan mengimbau pengendara untuk berhati-hati dan tidak membuang sumber api di sepanjang jalan tersebut. Kami terus lakukan evaluasi terkait kondisi di lapangan,” tambahnya.
Pengawasan intensif, ia menuturkan, akan dilakukan sepanjang musim kemarau ini. Penanganan di lapangan akan disesuaikan saat hujan mulai turun dan potensi kebakaran lahan berkurang.
Ia menduga kebakaran kali ini akibat ulah manusia, baik itu disengaja maupun tidak. Beberapa tahun lalu, pihaknya menangkap seorang pembakar lahan yang mengaku hanya iseng melakukan pembakaran. Kasusnya telah berakhir di pengadilan untuk memberikan efek jera.
”Karena itu, saya sampaikan ke anggota, kalau ada pelaku yang membakar, tangkap dan pidanakan. Kasus kebakaran lahan ini menjadi prioritas pemerintah, terlebih berada di dalam kawasan taman nasional,” ucapnya.
Kasus kebakaran lahan di Sultra adalah hal yang berulang terjadi. Berdasarkan peta kelas rawan kebakaran hutan TNRAW, di wilayah II taman nasional itu terdapat 19.806 hektar lahan yang masuk kategori rawan kebakaran sangat tinggi. Sebanyak 6.559 hektar masuk kategori sedang dan 39.637 hektar lahan kategori rendah.
Data Daops Manggala Agni, pada 2018 terjadi 71 kasus kebakaran lahan dan hutan di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra). Total luas lahan yang terbakar 1.600 hektar. Luas lahan yang terbakar ini tidak jauh beda dengan tahun 2017 yang juga di kisaran 1.600 hektar.
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan salah satu TN yang ada di Sulawesi Tenggara, selain Wakatobi. Jika Wakatobi terkenal dengan lautnya, taman nasional ini memiliki kawasan lahan basah, rawa, savana, juga hutan bakau.
Wilayah TNRAW memliki luas 105.194 hektar dan ditetapkan sebagai taman nasional pada 1990 lalu bersamaan dengan TN Way Kambas dan Bunaken. Ketiganya merupakan taman nasional tertua di Indonesia. Taman nasional ini memiliki primadona, yaitu ekosistem rawa dengan Rawa Aopa seluas 11.488 hektar. Kawasan ini menampilkan kehidupan yang lebih beragam lagi, baik fauna maupun flora.
Sebelumnya, Kepala Manggala Agni Daerah Operasi Tinanggea Sultra Yanuar Fanca Kusuma menuturkan, secara umum, titik rawan kebakaran hutan dan lahan di Sultra berada di Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kolaka Timur.
Oleh karena itu, lanjutnya, selain proses patroli, sosialisasi, dan berbagai program yang dilakukan, kesadaran masyarakat juga harus terus ditingkatkan. Selain itu, keterlibatan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten, juga sangat dibutuhkan.