Regenerasi petani masih terkendala stigma negatif dan juga pemasaran hasil pertanian yang tidak pasti. Menumbuhkan kecintaan di sektor pertanian dengan pendapatan yang menjanjikan harus terus diwujudkan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang petani menggarap lahan sawah di Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Selasa (7/12/2021). Sebagai provinsi penghasil beras, Sumsel masih dilanda data lahan baku sawah yang timpang.
PALEMBANG, KOMPAS — Polemik regenerasi petani masih membelit masa depan pertanian Indonesia. Stigma masa depan suram menyebabkan anak muda enggan menjadi petani.
Sekretaris Jenderal Pemuda Tani Indonesia (PTI) Sonny Suroyo saat menghadiri pelantikan kepengurusan PTI Sumatera Selatan, Jumat (13/1/2023), menyebut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia turun 5,04 juta rumah tangga.
Dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003 (Sensus Pertanian 2003), terjadi penurunan menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013. Rata-rata penurunan per tahun sebesar 1,75 persen.
Dari jumlah itu, petani dengan usia di bawah 30 tahun hanya 10 persen dari total petani di Indonesia. Sebagian besar petani berumur 40-60 tahun.
”Dari pengamatan kami, sarjana pertanian siap bekerja, tetapi tidak siap berwirausaha di sektor pertanian. Mereka khawatir alih fungsi lahan, permodalan, akses sarana produksi, hingga ketidakpastian pasar,” katanya.
Jika situasi ini terus dibiarkan, masa depan pertanian rentan terancam. Karena itu, lanjut Sonny, beragam visi dan program kerja telah dibuat agar petani muda terus bermunculan. Dia mencontohkan fasilitas permodalan dan pemasaran bagi petani muda
”Jika pasar sudah pasti, pertanian akan kian dilirik,” ucapnya.
Petani di Dusun IV, Desa Cahaya Alam, Kecamatan Semende Darat, Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, mengangkut sayur hasil panen di kebun mereka, Selasa (19/7/2022). Petani di dusun ini hidup dalam keterbatasan. Dusun mereka tidak teraliri listrik PLN. Namun, mereka menolak pasrah dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang dibangun secara swadaya.
Sementara untuk sarana produksi, pihaknya juga telah menggelar beberapa program, seperti Program Makmur. Program ini memberikan bantuan bagi petani muda yang mau berwirausaha di bidang pertanian.
Dengan langkah ini, diharapkan PTI di tingkat kabupaten/kota dapat menciptakan setidaknya 100 pemuda tani baru di wilayahnya. ”Kami tidak muluk-muluk, yang penting ada motivasi bagi pemuda untuk menjadi petani,” ujar Sonny.
Al Akbar Nugraha (25), petani asal Kota Pagar Alam, Sumsel, mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk dan pestisida dengan harga terjangkau.
”Saat ini harga pupuk dan pestisida naik hingga dua kali lipat. Padahal, harga komoditas juga tidak menentu. Kondisi ini membuat saya hanya bisa dapat uang lelah saja,” katanya.
Ia mencontohkan, menanam cabai di kawasan dataran tinggi membutuhkan waktu sekitar lima bulan untuk panen. Modalnya dari penyemaian hingga panen mencapai Rp 37 juta.
Akan tetapi, saat panen harganya sangat rendah dengan total omzet Rp 40 juta. ”Ini belum termasuk saat gagal panen,” ucap Akbar.
”Lebih baik jadi pedagang atau pekerja saja yang pendapatannya sudah pasti ada,” kata Akbar yang juga menanam kopi ini.
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Hortikultura Sumsel Bambang Pramono mengatakan, minimnya petani muda disebabkan beberapa hal, yakni regenerasi pertanian yang melambat hingga kencangnya era transformasi digital. Hal itu membuat pemuda memilih pekerjaan lain yang dianggap lebih menjanjikan.
Selain itu, banyaknya tenaga penyuluh pertanian yang beralih pekerjaan menjadi kepala sekolah atau aparatur desa dan kurangnya motivasi dari pemerintah setempat.
Seorang petani memanen padi di Palembang, Susel, Selasa (13/10/2020). Potensi produksi beras di Sumsel diprediksi meningkat hingga akhir tahun 2020. Hal ini dikarenakan adanya ekstensifikasi lahan pertanian dengan memafaatkan lahan rawa lebak.
Kini, Pemprov Sumsel sedang menggalakan program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP). Program ini mengajak warga beternak atau menanam sejumlah komoditas pangan yang memengaruhi inflasi.
Kepala Bagian Kredit UMKM Bank Sumsel Babel (BSB) Ahmad Ardiansyah memaparkan, dari alokasi kredit usaha rakyat (KUR) yang disalurkan melalui BSB sebesar Rp 2 triliun, sebanyak 52 persen disalurkan di sektor pertanian.
”Pertanian memang menjadi sektor prioritas karena memang memiliki potensi yang besar,” ujarnya.
Menurut dia, menjadi petani adalah pekerjaan yang menggiurkan. Jika dikelola dengan baik, hasil yang diperoleh cukup besar, melebihi gaji karyawan atau pegawai.
”Kami para bankir memang mengincar dua kelompok, petani dan pedagang, karena mereka yang pendapatannya besar,” ucap Ahmad.
Gubernur Sumsel Herman Deru berpendapat, pola pikir anak muda tentang petani harus diubah. Selama ini mereka menganggap petani adalah pekerjaan terakhir yang diincar karena dianggap tidak mendatangkan kesejahteraan.
”Padahal, jika dikelola dengan baik, sektor pertanian akan mendatangkan pendapatan yang besar. Karena itu, selain bertani juga harus ditanamkan jiwa kewirausahaan,” ungkapnya.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Sejumlah pembibit melakukan metode sambung pucuk di Kampung Sindangreret, Desa Karangpawitan, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (22/5/2021).
Di sisi lain, harus ada pemetaan sumber daya manusia serta potensi pertanian yang bisa diberikan kaum muda untuk mulai mengelolanya.
”Jangan pernah berpikir untuk langsung besar, tetapi mulailah dengan melangkah dari yang kecil,” ujarnya. Herman pun berharap agar nantinya pemuda bisa menjadi contoh bagi petani lain untuk dapat mandiri dan tidak menjadi buruh di lahannya sendiri.