Pohon, Taman, dan Oasis Penyembuhan Warga
Pohon dan taman dicipta bukan sekadar untuk melengkapi semesta. Sesungguhnya, pohon dan taman bermanfaat untuk mendukung kualitas hidup manusia.

Suasana Taman Bunga Merjosari pada April 2022. Tampak warga menjadikan taman tersebut sebagai salah satu ruang rekreatif.
Beberapa waktu lalu, deretan pepohonan di Kota Malang, Jawa Timur, dipangkas. Salah satunya, di kawasan heritage Kayutangan. Alasannya, kawasan butuh direvitalisasi. Pepohonan itu diganti tanaman tabebuya, sehingga saat nanti berbunga akan tampak lebih indah dari sekarang.
Pepohonan di kawasan Kayutangan dan di beberapa jalan lain itu dipangkas demi alasan estetik. Berbeda jauh alasannya dengan beberapa pohon tua yang dipangkas untuk menghindari bencana akibat cuaca tak menentu belakangan ini.
Sebagai informasi, pohon sejatinya bukan hanya sekadar rerimbunan penyegar lingkungan. Lebih jauh, sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa bunga/tanaman memiliki manfaat kesehatan.
Baca juga:Mengembalikan Malang Kota Taman

Suasana Balai kota malang diliha tdari alun-alun bunder taman tugu.
Dalam laporan ilmiah ditulis oleh Danielle F Shanahan dan kawan-kawannya berjudul 'Health Benefits from Nature Experiences Depend on Dose (2016)', sebagaimana dipublikasikan di laman nature.com, menunjukkan bahwa orang yang rutin mengunjungi ruang hijau, memiliki tingkat depresi dan tekanan darah tinggi lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak pernah.
Penelitian ini menyarankan agar kunjungan ke ruang terbuka hijau selama minimal 30 menit atau lebih, selama seminggu, agar dapat mengurangi prevalensi tingkat depresi dan tekanan darah tinggi masing-masing hingga 7 persen dan 9 persen. Semakin lama dan sering, maka manfaatnya akan semakin terasa. Dan semakin kompleks vegetasi ditemui di ruang terbuka, maka manfaat kesehatannya semakin besar.
“Ruang terbuka hijau/taman, tidak hanya berfungsi sebagai daya dukung lingkungan untuk resapan air. Ada fungsi healing dan restoratif, serta ada fungsi sosial di sana,” kata Wulan Dwi Purnamasari, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang.
Baca juga: Yuk, Ngopi Di antara Kabut dan Dinginnya Alam Pegunungan

Beberapa orang, termasuk lansia, tengah bercengkerama di Taman Singha di Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (9/8/2019).
Menurut Wulan, tidak semua taman atau ruang terbuka bisa memiliki fungsi-fungsi tersebut. Ada kriteria tertentu, misalnya, taman akan berfungsi sosial jika masyarakat bisa menggunakan tempat itu untuk berinteraksi dengan masyarakat lain, dan menjadikan taman tersebut sebagai ruang publik.
Lalu bagaimana kriteria taman agar bisa berfungsi untuk kesehatan, misalnya untuk healing atau penyembuhan?
Dalam Arsitektura, jurnal Ilmiah Arsitektur Universitas Sebelas Maret volume 19 tanggal 2 Oktober 2021 dalam artikel penelitian karya Eva Kenny Tambunan, Uras Siahaan, dan M.Maria Sudawarni berjudul ‘Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Psikologis Masyarakat di Kota Bekasi Khususnya Kecamatan Jatiasih’, disebutkan bahwa taman (healing garden) dan arsitektur (healing architecture) bisa menjadi media penyembuhan.
Healing architecture merupakan proses membantu penyembuhan pasien secara fisik atau psikologis melalui elemen arsitektur. Hal itu terkait bentuk, warna, dan alam ke dalam bangunan. Disebutkan, taman dan tanaman lokal merupakan elemen penting dalam membantu proses penyembuhan. Diyakini, elemen arsitektur itu memberikan suasana yang dapat memberikan pengaruh kepada penggunanya untuk melupakan rasa sakit.
Baca juga:Bersinar dengan Jalan Usaha Bunga

Suasana Taman Bunga Merjosari pada April 2022. Tampak warga menjadikan taman tersebut sebagai salah satu ruang rekreatif.
Adapun healing garden memiliki empat kriteria yaitu aksesibilitas, elemen lansekap dengan material alami, kualitas taman yang dapat mendukung aktivitas, serta memiliki ruang-ruang taman dengan pembagian zona ruang privat dan publik dengan pola bentukan arsitektur organik, berpola melingkar dan tidak kaku.
Menurut Ulrich (1999), kriteria disebut healing garden adalah memberikan kesempatan untuk bergerak dan berolahraga, membuat pilihan & mencari privasi, memunculkan distraksi (gangguan) positif dari alam, visibilitas, aksesibilitas, keakraban, ketenangan, kenyamanan, dan, seni yang sangat positif.
Untuk masyarakat perkotaan, taman dan arsitektur bangunan dengan fungsi healing dinilai sangat penting. Berdasarkan survei peneliti di atas, ditemukan sekitar 38,84 persen dari 363 responden mengalami depresi ringan dan 2,48 persen mengalami depresi berat.
Baca juga:Keelokan Jalur Pacet Mojokerto-Kota Batu

Suasana Taman Bunga Merjosari pada April 2022. Tampak warga menjadikan taman tersebut sebagai salah satu ruang rekreatif.
Faktor-faktor penyebab depresi pada masyarakat perkotaan adalah terlalu multitasking sehingga tidak punya waktu untuk memanjakan diri ataupun melakukan hobi, kurang olahraga, kurang melihat sesuatu yang hijau, pola makan tidak sehat, dan terlalu banyak menyendiri.
Masih dalam riset yang sama, peneliti melakukan survei pola aktivitas di ruang terbuka yang dapat mengurangi depresi. Dari hasil survei, ditemukan ada beberapa pola aktivitas di ruang terbuka hijau yang dianggap dapat mengurangi depresi. Di antaranya adalah makan dan minum (30,6 persen), melakukan interaksi sosial seperti ngobrol, duduk santai, diskusi, atau sekedar menemani anak bermain (27,58 persen), berolahraga seperti joging, jalan cepat, bersepeda, senam (18,79 persen), melakukan hobi seperti fotografi, skateboard, melukis, menari (12,12 persen), dan tidur-tiduran di bawah pohon (10,91 persen). Aktivitas di atas adalah karakteristik utama pengunjung RTH di Indonesia.
Fasilitas Taman
Di luar pola aktivitas itu, ada beberapa fasilitas di RTH yang menurut masyarakat dinilai membantu mengurangi depresi. Seperti area duduk di bawah pohon (32,74 persen), area bermain anak yang dilengkapi dengan wahana bermain (26,79 persen), area untuk berolahraga (22,92 persen), mini amphitheatre untuk kegiatan-kegiatan di ruang terbuka publik (14,29 persen), dan sisanya harus tersedia toilet bersih, tempat ibadah seperti mushola, tempat kuliner yang tertata rapi, ada tempat sampah, karaoke, dan dilengkapi dengan wi-fi (3,26 persen).
Baca juga:Surabaya Berjibaku Menjaga Kebersihan Udara

Warga bersantai di Taman Bungkul, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (27/1/2019). Kenyamanan dan fasilitas bermain yang cukup lengkap membuat Taman Bungkul tidak pernah sepi dari pengunjung.
Masih dalam jurnal arsitektur yang sama, disebutkan bahwa salah satu taman terbaik di Surabaya adalah Taman Bungkul. Taman yang sudah mendapat penghargaan internasional itu bukan sekadar ruang terbuka berisi pepohonan. Namun di sana adalah RTH berkonsep all in-one entertainment park di mana meliputi olahraga, pendidikan, hiburan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti plaza yang difungsikan sebagai live performance stage, skateboard area, BMX dan jogging track, wi-fi, area green park seperti air mancur, sarana bermain di tengah taman, dan area pujasera untuk jajanan. Taman itu dibuat sebagai oase bagi masyarakat yang lelah dengan penatnya kehidupan perkotaan.
Meski tidak sama persis, namun salah satu taman mirip dengan Taman Bungkul adalah Alun-Alun Kota Batu. Selain menjadi ruang publik bagi warga, alun-alun juga menjadi sarana rekreatif gratis bagi wisatawan. Di sana juga terdapat arena bermain anak, wahana hiburan bianglala yang bisa dinikmati oleh keluarga, dan beberapa lokasi istirahat baik untuk keluarga maupun perorangan.
Apakah keberadaan dua taman di Jawa Timur itu menjadi salah satu pendukung naiknya indeks kebahagiaan masyarakat Jatim dari 70,77 poin pada tahun 2017 menjadi 72,08 poin pada tahun 2021? Bahkan, melebihi indeks kebahagiaan nasional yaitu 71,49 (tahun 2021).
Hingga kini, belum ada publikasi penelitian mengarah ke sana. Badan Pusat Statistik pun tidak memiliki data cukup untuk menjabarkan indeks kebahagiaan untuk masing-masing kota di Jatim.
Baca juga:Kebun Binatang Surabaya dan Taman, Alternatif Menjauh dari Sengatan Matahari

Ruang Publik - Suasana Alun-Alun Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (7/12). Alun-alun menjadi ruang publik bagi warga Kota Batu dan masyarakat umum untuk menikmati suasana kota secara gratis. Kompas/Dahlia Irawati (DIA) 07-12-2017 ilustrasi tulisan ttg kota batu
Namun setidaknya, Jawa Timur memiliki indeks kebahagiaan tertinggi di Pulau Jawa. Indeks kebahagiaan Jawa Tengah sebesar 71,73 poin, DI Yogyakarta 71,70 poin, DKI Jakarta 70,68 poin, Jawa Barat 70,23 poin, dan Banten 68,08 poin. Dan unsur indeks kebahagiaan itu di antaranya kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup. Bisa jadi, perasaan tenang menikmati taman yang nyaman adalah salah satu penyumbangnya.
Lalu, bagaimana kondisi pohon dan taman di kotamu?
Di Kota Malang, Pemkot Malang masih berusaha menambah ruang terbuka hijau (RTH) publik berupa taman. Saat ini ada 84 taman kota dan 1 hutan kota (Hutan Malabar). Salah satu taman terus dipoles adalah Taman Bunga Merjosari. Taman bunga itu dibangun memanfaatkan lahan eks Pasar Dinoyo seluas 1,2 hektar (Ha).
“Ini sebagai bagian dari upaya Pemkot Malang menambah luasan ruang terbuka hijau publik di Kota Malang,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.
RTH publik di Kota Malang disorot karena luasnya masih sangat kurang. Yang ada, sebagian besar RTH di Kota Malang didominasi oleh sempadan sungai, dengan kondisi berupa lahan kosong atau hamparan berisi semak belukar.
Adapun luasan total RTH publik di Kota Malang hanya sebesar 1.362,32 Ha atau sebesar 12,38 persen, dan itu masih jauh dari angka proporsi minimal RTH publik yaitu 20 persen dari luas wilayah Kota Malang.
Baca juga:Kota Malang dalam Penggalan Kisah Sastra