Penanganan Banjir Semarang Tak Cukup Hanya di Hilir
Penertiban terhadap pembangunan yang tak sesuai aturan di wilayah atas Kota Semarang, Jawa Tengah, perlu dilakukan untuk mengendalikan banjir. Penanganan di hulu itu dinilai penting untuk mencegah banjir makin parah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pengendalian banjir masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya di hulu, upaya pengendalian juga diharapkan bisa dilakukan di wilayah hilir. Tanpa pengendalian di hilir, keinginan Kota Semarang untuk bebas dari banjir akan sulit tercapai.
Selama beberapa pekan terakhir, sejumlah daerah di Kota Semarang terendam banjir. Tak hanya terjadi di wilayah Semarang bagian bawah, banjir juga melanda beberapa daerah di Semarang bagian atas. Pekan lalu, misalnya, banjir dengan ketinggian lebih dari 2 meter terjadi di tiga kelurahan di Kecamatan Tembalang.
Untuk itu, penanganan banjir diharapkan tidak hanya dilakukan di Semarang bawah atau wilayah hilir, tetapi juga di bagian hulu. Penanganan yang terintegrasi dari hulu ke hilir diyakini mampu membuat kondisi lebih baik.
Pengendalian di wilayah hulu menurut Ketua Harian Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota Semarang Sudharto P Hadi, bisa dilakukan dengan mengendalikan tata ruang, memanen air hujan, dan membuat sumur resapan. Pembuatan sumur resapan itu tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi masyarakat juga bisa berperan.
”Saya pikir, kalau setiap rumah dan bangunan di kawasaan atas punya sumur resapan, air dari hulu ini bisa ditahan semaksimal mungkin sehingga tidak terakumulasi menjadi air larian,” kata Sudharto, Jumat (13/1/2022).
Perubahan alih fungsi lahan yang menjadi faktor penyebab penurunan daya dukung lingkungan, terutama di wilayah Semarang atas, juga perlu dikendalikan. Seiring dengan hal tersebut, pemetaan kembali tata ruang juga mendesak dilakukan. Hal itu bisa dijadikan sebagai referensi dalam revisi tata ruang ke depannya.
Pengembang harus dikontrol dan dilakukan analisis hidrologi. Kalau tidak dilakukan, maka tak boleh melakukan pengembangan di Semarang atas. (Suripin)
”Dari pemetaan itu nanti bisa diketahui, berapa ruang terbuka yang dibutuhkan, berapa yang boleh dibangun, kemudian pengendalian yang perlu dilakukan seperti apa,” ujarnya.
Guru Besar Teknik Sipil Universitas Diponegoro Suripin menyebut, pada tahun 1995, kawasan hutan di Semarang atas sebanyak 65 persen. Seiring berjalannya waktu, pembangunan di kawasan Semarang atas terus bertambah, hingga dinilai melebihi kapasitas.
Berkurang
Kondisi itu membuat kawasan hutan yang ada saat ini tinggal separuh dari kawasan hutan pada 28 tahun silam.
”Pengembang harus dikontrol dan dilakukan analisis hidrologi. Kalau tidak dilakukan, maka tak boleh melakukan pengembangan di Semarang atas,” ujar Suripin.
Dalam beberapa kesempatan, Pelaksana Tugas Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu mengungkapkan komitmennya untuk membenahi penataan ruang, terutama di wilayah Semarang atas. Hal itu dimulai dengan menginventarisasi perumahan yang dibangun di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Hevearita, banyak pembangunan perumahan di kawasan Semarang atas yang dibangun sembarangan, bahkan belum atau tidak berizin.
Kendati demikian, dia belum mengetahui jumlah perumahan yang dibangun tanpa izin di wilayahnya. Namun, ia menemukan beberapa perumahan tak berizin di Kecamatan Mijen, Gunungpati, dan Tembalang.
”Data pastinya sedang saya kumpulkan. Namun, kalau yang sudah saya ketahui sejauh ini, di Tembalang ada empat perumahan dan di Gunungpati ada dua perumahan. Yang di Gunungpati sudah dipasangi garis polisi dan dihentikan pembangunannya sampai perizinannya diurus,” ujarnya.
Pekan depan, Hevearita berencana mengumpulkan seluruh camat dan lurah di wilayahnya. Ia ingin kembali mengingatkan para camat dan lurah untuk lebih perhatian dengan pembangunan yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, ke depan tidak ada lagi pembangunan yang dilakukan sembarangan dan tanpa izin.
Hevearita menambahkan, pengendalian banjir di kawasan Semarang atas juga akan dilakukan bekerja sama dengan wilayah Kabupaten Semarang. Sebab, mayoritas sungai di Kota Semarang berhulu di Kabupaten Semarang.
”Kalau kami boleh usul, nanti perlu dibangun waduk di atas. Dengan demikian, air dari Sungai Pluweh tidak langsung ke Sungai Pengkol di Tembalang, tetapi transit dulu di waduk atau embung,” ujarnya.
Selain itu, pengendalian banjir juga akan dilakukan di wilayah Semarang bawah. Untuk mengatasi banjir di wilayah Semarang bagian timur, akan dilakukan penambahan pompa dan pintu air.
Upaya lain pembangunan kolam retensi dengan luas 250 hektar dan pembangunan tanggul laut sekaligus Jalan Tol Semarang-Sayung, Kabupaten Demak.
Di wilayah Semarang bagian barat, pengendalian banjir akan dilakukan dengan cara menormalisasi Sungai Plumbon. Normalisasi akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Adapun Pemerintah Kota Semarang bertugas membebaskan lahan seluas 11,6 hektar untuk program normalisasi tersebut.