Menjunjung Tinggi Tradisi Islam Nusantara, Menguatkan Jati Diri Bangsa
Kehadiran Islam di Nusantara telah memengaruhi kearifan lokal masyarakat di bidang keagamaan hingga kebudayaan. Menjunjung tinggi tradisi Islam Nusantara diyakini memperkuat jati diri bangsa.

Presiden Joko Widodo saat menghadiri Festival Tradisi Islam Nusantara di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (9/1/2023)
Kehadiran Islam di Nusantara telah memengaruhi kearifan lokal masyarakat di bidang keagamaan hingga kebudayaan. Oleh karena itulah, menjunjung tinggi tradisi Islam Nusantara diyakini memperkuat jati diri bangsa dan mewujudkan kemuliaan peradaban di masa depan.
Sholatullah salamullah ala thoha rosulillah…
sholatullah salamullah ala yasin habibillah....
Indonesia tanah air kami, Indonesia kebanggaan kami....
Indonesia harga diri kami, akan kubela sampai mati....
Ribuan orang melantunkan selawat badar yang dipadukan dengan syair berbahasa Indonesia dan berbahasa Jawa pada Festival Tradisi Islam Nusantara, Senin (9/1/2023). Acara yang berlangsung di Stadion Diponegoro, Banyuwangi, itu merupakan rangkaian peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama yang jatuh pada 31 Januari 2023 mendatang.
Selain selawat badar, ada lalaran alfiyah secara kolosal yang melibatkan lebih dari 500 santri dari enam pesantren di Banyuwangi. Mereka membawakan tradisi menghafal nadham ilmu nahwu secara artistik dengan sentuhan berbagai budaya Nusantara, seperti iringan alat musik kendang.
Baca juga: Presiden Lestarikan Ragam Budaya Nusantara untuk Membangun Peradaban Bangsa
Ada pula penampilan kreasi hadrah Nusantara yang diikuti oleh 300 penabuh rebana dan 500 penari yang membawakan ragam tari daerah, seperti Aceh dan Melayu. Tarian itu disemarakkan oleh atraksi seni bela diri Pagar Nusa dan Barisan Anshor Serba guna (Banser).

Lantunan salawat badar, lalaran alfiyah, dan hadrah adalah bagian dari tradisi Islam yang berkembang di Nusantara. Tradisi tersebut lestari hingga kini. Lalaran alfiyah, misalnya, banyak diimplementasikan di pesantren-pesantren. Adapun salawat badar dan hadrah kerap dijumpai di masyarakat umum.
Sebagai salah satu organisasi keagamaan di Indonesia, Nahdlatul Ulama menjunjung tinggi tradisi Islam Nusantara sebagai salah satu jati diri bangsa. Caranya, dengan melestarikan dan mewariskan tradisi tersebut kepada generasi masa kini dan nanti. Tujuannya tidak lain agar mereka mampu membangun kemuliaan peradaban di masa depan.
Oleh karena itulah, untuk menyongsong peringatan satu abad NU, digelar acara Festival Tradisi Islam Nusantara (FTIN) di Banyuwangi. Festival tersebut diharapkan mampu menggugah kecintaan terhadap kekayaan budaya bangsa.
Adapun kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Jawa ini sengaja dipilih karena memiliki akar historis cukup kuat dalam tradisi keislaman. Salah satunya salawat badar.
Baca juga: Songsong Usia Satu Abad, NU Luncurkan ”Merawat Jagat Membangun Peradaban”
”Lahirnya salawat badar yang menjadi identitas salawat nasional Islam Nusantara, di Banyuwangi. Di Banyuwangi juga banyak tradisi yang berkembang dan menjadi bagian dari penyebaran dakwah Islam di Nusantara, terutama yang dilakukan oleh Wali Songo,” ujar Ketua Panitia FTIN Abdullah Azwar Anas.

Sedikitnya 500 santri mengikuti lalaran alfiyah yang ditampilkan pada acara Festival Tradisi Islam Nusantara di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (9/1/2023).
Salawat badar digubah oleh KH Ali Manshur Shiddiq pada 1962 pascadekrit 1959 dan menjelang meletusnya Gestapu 1965. Situasi politik di Indonesia pada saat itu tidak menentu karena pengaruh kuat dari Partai Komunis Indonesia. Dalam situasi tersebut, salawat badar sering dikumandangkan untuk menangkal propaganda PKI dengan lagunya ”Genjer-Genjer”.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, salawat badar juga dilantunkan untuk menyuntikkan semangat juang kepada kaum Muslim yang berupaya keras mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada 1998, di saat Indonesia mengalami krisis moneter yang cukup dalam, media elektronik, termasuk televisi dan radio-radio, juga ramai mengumandangkan salawat badar.
”Pada saat negara ini mengalami krisis moneter yang sangat dalam tahun 1998-1999, rasanya peneduh dan penenang dari suasana yang secara ekonomi kita mengalami krisis yang sangat dalam adalah lantunan dari salawat badar,” kata Khofifah.
Pemerintah Provinsi Jatim, lanjut Khofifah, telah memberikan penghargaan kepada KH Ali Manshur Shiddiq pada 3 September 2021. Penghargaan berupa piagam dan lencana tanda kehormatan Jer Basuki Mawa Beya Emas bentuk apresiasi atas karya masterpiece dan kepeloporan perjuangan KH Ali Manshur Shiddiq.
Sebelumnya, KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum PBNU juga pernah memberi penghargaan Bintang NU pada Muktamar Ke-29 NU di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, pada 1989. Selain itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam peringatan Harlah Ke-92 NU pada 31 Januari 2018 memberikan penghargaan Bidang Kebudayaan kepada KH Ali Manshur.

Sedikitnya 500 santri mengikuti lalaran alfiyah yang ditampilkan pada acara Festival Tradisi Islam Nusantara di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (9/1/2023).
”Beliau adalah putra daerah asal Jatim yang punya reputasi internasional melalui syair salawat badar sehingga penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi dari Pemprov Jatim kepada beliau,” ucap Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama tersebut.
Pemprov Jatim melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim juga mengusulkan hasil karya KH Ali Manshur Shiddiq sebagai warisan budaya tak benda ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Dia mengimbau agar generasi masa kini meneladani perjuangan beliau yang telah berkontribusi positif terhadap bangsa dan negara.
Upaya NU merawat tradisi Islam Nusantara juga mendapat apresiasi dari Presiden Joko Widodo yang hadir langsung pada acara festival. Kepala negara meminta agar tradisi tersebut terus dilestarikan karena dinilai dapat memberikan kontribusi besar dalam membangun peradaban bangsa.
Orang nomor satu di Indonesia ini mendorong masyarakat untuk belajar dari para ulama yang memilih jalan kebudayaan sebagai salah satu media dakwah untuk mensyiarkan Islam di masa lalu. Berkat hal tersebut, lanjut Presiden, ajaran Islam mampu berkontribusi besar dalam membangun peradaban Nusantara.
”Ajaran Islam bisa bersanding dan menjiwai kebudayaan-kebudayaan yang ada di daerah-daerah kita di Tanah Air yang beragam, yang bermacam-macam, dan memberikan kontribusi besar dalam membangun peradaban,” ujar Joko Widodo.

Dengan festival ini, kita yakin di dalam tradisi Islam Nusantara tidak hanya terdapat elemen-elemen, unsur-unsur budaya yang sangat bernilai. Akan tetapi, di dalamnya terdapat barokah dunia akhirat yang raksasa.
Presiden mengatakan, berkat kearifan para ulama, Indonesia memiliki beragam seni budaya dengan corak Islam yang kokoh. ”(Seni budaya corak Islam) telah beradaptasi dan mewarnai corak ragam kebudayaan Indonesia, memperkaya dan menjadikan kebudayaan kita makin istimewa,” katanya.
Tidak hanya sebagai tontonan, seni dan budaya juga mengandung pesan tuntunan hidup untuk selalu mengingat keagungan Allah SWT. Budaya dinilai mengajak masyarakat mengamalkan ajaran tentang amar makruf nahi mungkar, menghaluskan rasa, dan memperkuat toleransi serta moderasi. Selain itu, menjaga keharmonisan dalam keberagaman serta memperkuat sistem sosial dalam masyarakat Nusantara.
Untuk itu, Presiden mengajak umat Islam di seluruh Tanah Air turut menjaga dan melestarikan kekayaan budaya Nusantara yang beragam. Salah satunya dengan menggunakan seni budaya sebagai bagian dari dakwah untuk membangun peradaban.
”Membawanya tetap eksis dan mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman di masa depan,” ucap Presiden.
Rois Am Nahdlatul Ulama KH Miftakhul Ahyar mengatakan, momentum 100 tahun tidak mudah dicapai. Oleh karena itulah, FTIN menjadi bagian dari upaya menyempurnakan sebuah amanat besar untuk memberikan penjelasan kepada umat tentang Islam Nusantara.

Presiden Joko Widodo saat menghadiri Festival Tradisi Islam Nusantara di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (9/1/2023).
”Islam agama yang rahmatan lil alamin. Islam yang mengajak tidak mengejek, Islam yang membina tidak menghina, mendidik tidak menghardik. Islam yang selalu memberikan jalan keluar,” kata Miftakhul Akhyar.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf mengatakan, Islam Nusantara konsisten memelihara budaya dan mampu meminimalisasi potensi ancaman di Indonesia. Islam Nusantara dipercaya sebagai model peradaban yang layak diteladani oleh masyarakat di seluruh dunia.
Hal itu tidak lepas dari peran nyata dan keteguhan untuk memelihara peradaban sebagai landasan dari perjuangan untuk merebut masa depan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Festival Tradisi Islam Nusantara diselenggarakan karena tradisi selalu menjadi fondasi penting bagi bangunan strategi untuk merebut masa depan. Selain itu, merupakan sumber energi dari gerak maju untuk menyambut masa depan yang lebih baik.
”Dengan festival ini, kita yakin, di dalam tradisi Islam Nusantara tidak hanya terdapat elemen-elemen, unsur-unsur budaya yang sangat bernilai. Akan tetapi, di dalamnya terdapat barokah dunia akhirat yang raksasa,” ujar Yahya.
Pada akhirnya, perjalanan seabad NU telah membuktikan betapa besar kontribusi budaya Islam Nusantara dalam membangun peradaban bangsa dan mensyiarkan agama. Kontribusi tersebut diyakini bakal mampu memperkuat fondasi Nahdlatul Ulama menjemput abad kedua menuju kebangkitan barunya.
Baca juga: NU Penyumbang Konstruksi bagi Masa Depan Peradaban Umat Manusia