Kaum Muda Menebar Virus Batik Jambi
Tradisi batik di Kota Jambi kian hidup di tangan anak-anak muda. Dari pengelolaan perca batik sisa, peragaan busana di jembatan di tengah kota, hingga ikut di even internasional.
Gandrung berbatik lokal bagaikan virus yang menyebar di Kota Jambi. Melahirkan beragam produk, mode, hingga even baru yang mengusung sang mahakarya. Anak-anak muda berada di balik geliat itu.
Galeri Diana Batik di kawasan Seberang, Kota Jambi tak hanya terisi lembaran kain-kain batik. Ada pula kaos, tas tote, syal, dan kerudung, hingga lukisan bermotif batik hasil karya Fikri Muhairi (30) yang mengisi gerai. Seluruhnya memanfaatkan limbah batik produksi kakaknya, Diana (37).
Ide mengolah limbah batik menjadi kaos batik berawal dari kebingungannya melihat tumpukan sisa jahitan kain batik di rumah. Setelah memerhatikan motif-motif pada perca limbah itulah, terbersit menyematkannya di atas kaos berwana polos. Ia lubangi bagian depan kaos, lalu kain batik yang telah dipotong ia jahitkan dari bagian dalam kaos. Tampillah selembar kaos bermotif cutting batik. Rupanya, kaos batik menarik minat anak-anak muda sebayanya.
Pada perayaan Hari Ulang Tahun Provinsi Jambi ke-66, awal Januari ini, kaos batik kembali mengisi di pameran UMKM. Beberapa pekan sebelumnya, 120 lembar kaos cutting batiknya, lengkap dengan totebag batik juga telah memenuhi pesanan Bank Indonesia Perwakilan Jambi.
Baca juga : Merawat Tradisi Batik Seberang Kota Jambi
Batik digeluti kakak beradik itu meneruskan usaha ibunya, Rogayah (69) yang telah pensiun membatik. Diana melanjutkan warisan produksi kain batik. Adapun, Fikri mengerjakan pengembangannya di produksi kaos, pakaian siap pakai, tas, hingga hijab. “Semua produknya bertema batik,” ujar Fikri, Rabu (11/1/2023).
Fikri sempat membuka galeri sendiri di kawasan Kotabaru. Akibat pandemi, pesanan anjlok. Gerai pun ditutup. Setelah pandemi berangsur reda, pemasaran kaos batiknya mengandalkan jaringan pertemanan dan media sosial.
Kawasan Seberang di Kota Jambi telah melahirkan para pembatik tulis dan batik cap yang umumnya memanfaatkan bahan pewarna alam. Salah satunya yang dirintis oleh keluarga batik tiga generasi, Asmah (alm), Asmiah (alm), dan kini diteruskan oleh Dhita Khairunnisa (28).
Delapan tahun silam, Dhita mengetahui kesehatan ibunda terus menurun. Ia pun tergerak belajar membatik. Pelan-pelan, ia pun mulai ikut mengurus warisan itu sampai akhirnya mampu menangani penuh manajemen usaha yang kini bernama Rumah Batik Azmiah (RBA). Lokasinya terletak di Kelurahan Olak Kemang.
Baca juga : Pencarian Si Merah yang Hilang
Di tangannya, bisnis RBA kian melesat. Terlebih, Dhita tetap mempertahankan warna-warna khas Jambi olahan almarhumah ibu. Karakter Jambi yang lekat dengan motif flora tetap ada dan terus dikembangkan. “Resep dan kualitas (pewarnaan) dipertahankan. Sedangkan kualitas cantingan makin kami tingkatkan,” katanya.
Motif-motif klasik yang menjadi identitas RBA juga dipertahankan. Namun, Dhita mengembangkan pula rekomposisi motif kontemporer dan motif klasik agar pelanggan mendapatkan lebih banyak pilihan.
Supaya batik Jambi bisa menarik hati anak-anak muda, makanya kami bikin acara di ruang-ruang publik. (Reka Dian Utami)
Batik RBA kini tak hanya diminati di Jambi, bahkan lebih luas dipasarkan di Jakarta, termasuk hingga ke Alun-alun Indonesia di Jalan MH Thamrin dan Batik Chic Gallery di kawasan Kemang. Selain itu, mengisi pameran-pameran yang berfokus pada wastra nusantara di Jakarta, Jepang, hingga yang terbaru di festival budaya selama World Cup 2022 di Qatar.
Rancang busana
Tidak hanya dihidupkan generasi muda dalam keluarga pembatik, batik Jambi kini bergaung di tangan perancang busana dan penata busana muda. Even peragaan batik kini tampil dimana-mana. Tak hanya dalam hotel dan mal, lantai peragaan malahan terbentang hingga trotoar dan jembatan di atas sungai.
“Supaya batik Jambi bisa menarik hati anak-anak muda, makanya kami bikin acara di ruang-ruang publik,” ujar Reka Dian Utami (32), Wakil Ketua Jambi Fashion Society (JFS).
Salah satunya dengan menggelar Gentala Sunset Fashion Week, September lalu. Para peraga busana berlenggak-lenggok dengan beragam padanan batik di atas jembatan pedestrian Gentala Arasy yang membelah Sungai Batanghari. “Seru banget dan banyak anak-anak muda datang untuk melihat,” tambahnya.
Baca juga : Siti Hajir, Batik Seberang Jambi
Sebelumnya, peragaan busana bertema batik digelar pula dalam ajang car free day di salah satu trotoar di pusat Kota Jambi, Jalan Sumantri Brojonegoro. Pada acara ini, tak hanya busana batik dewasa, koleksi anak-anak pun turut diperagakan.
Salah seorang desainer yang turut mengisi acara itu, Bella Burhan menceritakan, peragaan di tempat publik kian memantik minat warga lebih luas. Alhasil busana-busana hasil karyanya kian laris manis.
Geliat batik di Kota Jambi tak lepas dari terbentuknya Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Kota Jambi, November 2019. Setelah itu berlanjut terbentuk komunitas JFS pada 2021.
Perkembangan itu menumbukan kolaborasi para pelaku usaha dan pegiat seni dan kreator. Dari situlah lahir even-even baru bertema batik. “Pembatik, desainer, dan penata busana juga saling membangun kolaborasi. Sehingga batik makin terangkat,” katanya.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha mengatakan, Pemerintah Kota Jambi memberi dukungan besar pada pertumbuhan batik, tak terkecuali pada kalangan anak muda. Rutin setiap tahun, pemkot menggelar lomba desain motif batik jambi untuk anak sekolah tingkat menengah pertama dan atas.
Ajang itu untuk semakin menarik minat generasi muda makin cinta batik lokal. “Siswa yang menang lomba mendapatkan hadiah. Hasil karya desainnya lalu kami cetak untuk menjadi seragam batik pegawai,” ujar Fasha.
Pemesanan batik untuk seragam pegawai juga untuk mendorong keberlangsungan usaha batik di Kota Jambi. Ia menyebut ada 8.000 pegawai negeri sipil dan honorer di Kota Jambi diwajibkan berpakaian batik setiap Kamis.
“Bisa dilihat besarnya serapan batik lokal untuk memenuhi kebutuhan seragam pegawai. Harapannya ini semakin menghidupkan UMKM batik,” tambahnya.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jambi, Suti Masniari, mengatakan adanya regulasi penggunaan kain batik khas daerah sebagai salah satu seragam rutin pegawai memberikan efek berganda (multiplier effect) terhadap potensi penjualan kain tersebut. Ditambah lagi dengan penggunaan sarana digital untuk memperluas akses pasar dan mempermudah cara bertransaksi.
Pihaknya menaruh dukungan besar pada tumbuhnya kreativitas batik Jambi. Misalnya dengan mengadakan pelatihan manajemen usaha, pelatihan teknis, hingga membangun brand yang kuat UMKM batik yang dijalankan anak-anak muda.
Dibentuk pula komunitas-komunitas yang memungkinkan mereka sering berkumpul dan berdiskusi, salah satunya dalam wadah JFS. “Ide-ide kreatif bertemu dan melahirkan banyak karya baru dan kegiatan kreatif,” tuturnya.