Rumah Rusak akibat Gempa di Maluku Bertambah Menjadi 290 Unit
Data kerusakan bangunan akibat gempa M 7,5 pada Selasa (10/1/2023) di Maluku masih terus diperbarui. Masyarakat juga diminta tidak terpengaruh dengan informasi dari sumber yang tidak jelas.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Jumlah rumah penduduk yang rusak akibat gempa bermagnitudo 7,5 di Laut Banda, Maluku, Selasa (10/1/2023), bertambah menjadi 290 unit. Data kerusakan masih terus diperbarui mengingat banyak daerah terdampak berada di pulau-pulau kecil yang belum terjangkau jaringan telekomunikasi.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku Sandhy Luhulima kepada media, di Ambon, Rabu (11/1/2023), melaporkan, rumah rusak itu tersebar di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya. Titik gempa berada di antara dua kabupaten itu.
Rinciannya, di Kepulauan Tanimbar 203 rumah rusak ringan dan 16 rusak berat. Di Maluku Barat Daya, rumah rusak ringan 46 unit dan rusak berat 26 unit. Sementara itu, fasilitas umum yang rusak di dua daerah itu terdiri dari 26 unit rusak ringan, 2 unit rusak sedang, dan 8 unit rusak berat.
Menurut Sandhy, data kerusakan tersebut masih terus dihimpun dari beberapa pulau yang hingga kini belum terhubung jaringan telekomunikasi. Dalam pekan ini, diperkirakan data kerusakan sudah selesai dihimpun untuk selanjutnya diverifikasi. ”Data kerusakan masih terus kami perbarui,” ujarnya.
Ia juga mengklarifikasi informasi mengenai satu warga di Kepulauan Tanimbar yang meninggal akibat gempa. Penyebab kematian korban bukan gempa, melainkan tenggelam di laut saat memanah ikan. Sementara itu, data resmi pemerintah menyebutkan, terdapat satu korban luka akibat gempa itu.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, gempa yang berpusat di Laut Banda itu terjadi pada Selasa (10/1/2023) pukul 02.47 WIT. Gempa pada kedalaman 130 kilometer dan sempat diumumkan berpotensi menimbulkan tsunami. Namun, hingga status peringatan dini tsunami diakhiri, tidak ada laporan tsunami yang terjadi.
Guncangan gempa paling terasa di hampir seluruh wilayah Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya. Skala intensitasnya III sampai V modified mercalli intensity (MMI). Pusat gempa berada di antara dua daerah itu.
Guncangan gempa juga dirasakan warga di luar Maluku. Laporan itu diperoleh dari sejumlah kota di Papua, seperti Merauke, Nabire, dan Wamena. Selain itu, getaran juga terasa hingga ke sejumlah wilayah di Nusa Tenggara Timur, seperti Lembata, Malaka, Belu, Timor Tengah Selatan, Kupang, Sabu, Rote, dan Kota Kupang (Kompas.id, 10/1/2023).
Boni Kelmaskosu, Kepala Desa Teniman, Kecamatan Wuarlabobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, mengatakan, pada Rabu siang, warga turun dari pengungsian di perbukitan ke permukiman di pesisir. Mereka mulai membersihkan puing rumah yang rusak akibat gempa.
Hingga Rabu siang telah terjadi gempa susulan sebanyak 19 kali.
Namun, pada malam hari, warga kembali ke pengungsian lantaran takut terjadi gempa susulan. Ketakutan itu menyusul munculnya gundukan lumpur di tengah laut tak jauh dari permukiman penduduk. Gundukan dengan panjang belasan meter dan tinggi kurang dari 10 meter itu muncul setelah gempa.
Di sejumlah grup percakapan dalam jaringan, beredar informasi bahwa akan terjadi gempa besar dan diikuti tsunami di wilayah Maluku. Informasi dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu menyesatkan masyarakat.
Djati Cipto Kuncoro, Kepala BMKG Stasiun Geofisika Ambon, mengklarifikasi bahwa informasi semacam itu tidak bersumber dari pihak BMKG. Masyarakat diminta tidak terpengaruh. Ia menegaskan, belum ada teknologi yang dapat memprediksi dengan tepat kapan, di mana, dan berapa kekuatan gempa yang akan terjadi.
Ia juga melaporkan, setelah gempa dengan magnitudo 7,5 itu, hingga Rabu siang telah terjadi gempa susulan sebanyak 19 kali. Kekuatan gempa M 3,7 hingga M 5,7.