Terus Berulang, Warga di Lampung Tewas Diterkam Buaya Setelah Masuk Area Terlarang
Konflik manusia dengan buaya di Lampung kian marak. Setelah nekat masuk kawasan terlarang, remaja di Kabupaten Tulang Bawang tewas diterkam buaya.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
Setelah 10 jam tanpa kabar, Kholik bin Jailani (15) ditemukan tewas di sekitar kanal area pertambakan Kampung Bumi Dipasena Agung, Kecamatan Rawajitu Timur, Tulang Bawang, Lampung, Minggu (8/1/2023). Sebelumnya, ia dilaporkan hilang setelah diterkam buaya muara (Crocodylus porosus) di kawasan terlarang. Dalam senyap, sejumlah warga di Lampung memang rawan diterkam buaya.
Saat kejadian, korban dan lima rekannya nekat mencari ikan di Kanal Blok 5. Dia masuk kanal dan memasang jala meski kawasan itu terlarang bagi para pencari ikan. Alasannya, tempat itu rawan serangan buaya muara.
Tidak digubris, kekhawatiran itu benar terjadi. Serangan senyap berujung nestapa. Tidak lama setelah memasang jala di pintu kanal, satu buaya muncul dan menerkam tangan Kholik. Kalah tenaga, korban diseret buaya masuk ke air.
”Rekan-rekannya berusaha menolong. Namun, tidak berhasil. Saat itu, air pasang cukup tinggi,” kata Sekretaris Kampung Bumi Dipasena Agung Kasdari Kasdari, Senin (9/1/2023).
Mendengar insiden itu, sejumlah warga segera berusaha mencari korban. Perahu dan kapal cepat ikut dilibatkan.
Akan tetapi, semuanya tidak lantas membuat Kholik mudah ditemukan begitu saja. Butuh waktu 10 jam sebelum jenazah Kholik bisa diangkat dari dasar kanal, tidak jauh dari lokasi kejadian.
Konflik buaya dengan manusia rawan terjadi di kawasan itu. Pada tahun 2019, Hasbullah (42), warga Kampung Dipasena Utama tewas. Dia juga tewas diterkam buaya saat sedang menjaring ikan. Korban diduga diterkam buaya saat berada di sampan.
Pada 2021, seorang warga juga terluka diterkam buaya. Diperkirakan, jumlah buaya yang sering terlihat di kanal Pertambakan Bumi Dipasena berjumlah 8-10 individu. ”Sebenarnya selain larangan menjaring ikan di kanal, kami telah berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu untuk mitigasinya,” katanya Kasdari.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung BKSDA Bengkulu Joko Susilo mengungkapkan, selalu meminta warga di daerah rawan serangan buaya untuk tidak mandi atau mencuci di sekitar sungai. Tidak hanya di daerah seperti Tulang Bawang dan Tanggamus, insiden ini juga rawan terjadi di Kota Bandar Lampung.
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menangkap buaya itu, termasuk bersama Polisi Air dan Udara Kepolisian Daerah Lampung. Namun, hal itu belum membuahkan hasil.
Ke depan, Joko berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera mengkaji populasi buaya liar di Lampung. Tujuannya, menganalisis penyebab semakin banyaknya konflik antara manusia dan buaya di Lampung.
Langkah itu, kata Joko, bisa juga menjadi bekal untuk melepasliarkan buaya di habitat aslinya. Kini, di Pusat Penyelamatan Satwa BKSDA Lampung, 15 ekor buaya liar menunggu pelepasliaran.