Penegakan Aturan Tata Ruang Penting untuk Cegah Banjir Berulang
Banjir yang terus berulang di tiga kelurahan di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jateng, membuat warga trauma. Mereka berharap direlokasi dan sungai yang dangkal dikeruk.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Tiga kelurahan di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, dilanda banjir bandang pada Jumat (6/1/2023) petang hingga malam. Banjir yang merendam ratusan rumah itu disebut warga kerap terjadi di wilayah tersebut. Penegakan aturan terkait tata ruang diharapkan lebih ketat agar tak ada lagi kejadian serupa di masa mendatang.
Hujan deras sejak Jumat siang membuat debit air di Sungai Pengkol, anak Sungai Babon, di Kecamatan Tembalang, meningkat. Pada Jumat sekitar pukul 15.30, tanggul Sungai Pengkol di Perumahan Dinar Indah, Kelurahan Meteseh, Tembalang, jebol sepanjang 20 meter. Akibatnya, 40 rumah yang ditinggali 147 jiwa terendam air dengan ketinggian mencapai lebih dari 2 meter.
Saat banjir terjadi, warga berupaya menyelamatkan diri dengan berbagai cara. Sebagian orang berjalan menuju area depan perumahan yang lokasinya lebih tinggi. Adapun sebagian lagi memilih memanjat pohon atau naik ke atap rumah. Banjir baru surut setelah tiga jam merendam kawasan tersebut.
Paulin (45), warga Perumahan Dinar Indah, menyebut, banjir sering terjadi sejak 2015. Namun, banjir pada Jumat merupakan yang terparah. Biasanya, banjir yang melanda perumahan itu maksimal setinggi 1 meter. Banjir juga surut dalam waktu paling lama 1 jam.
"Keluarga saya pindah ke sini sejak tahun 2013. Kala itu, kami termasuk yang awal-awal tinggal di sini. Setelah itu, semakin banyak yang tinggal di sini," kata Paulin saat ditemui di Perumahan Dinar Indah, Minggu (8/1/2023).
Dia mengungkapkan menyesal membeli rumah di kawasan yang berada di wilayah cekungan tersebut. Awalnya, ia mengaku tak melihat sungai di sekitar perumahan. Menurut dia, pandangan ke arah sungai tertutup oleh pohon-pohon pisang dan rumput-rumput liar. ”Seandainya dari awal saya tahu ada sungai, apalagi jaraknya sedekat ini, sudah pasti saya tidak mau beli rumah di sini,” ujar Paulin yang rumahnya berada di sekitar 20 meter dari sungai.
Erna (35), warga lain di Perumahan Dinar Indah, sudah mengetahui adanya sungai di wilayah itu. Dia pun sempat bertanya kepada pengembang perumahan terkait risiko banjir. Kepada Erna, pengembang menjanjikan wilayah itu tidak akan kebanjiran karena sungai di sekitar perumahan itu dianggap bukan sungai besar.
”Tahun 2013, Sungai Pengkol belum selebar sekarang, paling cuma 2,5-3 meter. Untuk itu, saya percaya saja waktu dikasih tahu kalau aman dari banjir karena sungainya memang kecil. Ternyata, lama-lama sungainya melebar menjadi sekitar 6 meter,” ucap Erna.
Setelah banjir pada tahun 2015, menurut Erna, pembangunan tanggul setinggi 2,5 meter dilakukan. Sejak saat itu, perbaikan atau peninggian tanggul disebutnya belum pernah dilakukan. Perbaikan tanggul baru dilakukan pada Jumat malam setelah banjir surut. Pada Minggu, perbaikan tanggul di kawasan itu masih berlangsung.
Paulin dan Erna bersyukur dengan adanya perbaikan tanggul untuk mencegah banjir ke depannya. Kendati demikian, mereka berharap bisa direlokasi dari wilayah itu. ”Kami ingin direlokasi secepatnya karena trauma dengan banjir kemarin. Semoga rencana relokasi yang kemarin dijanjikan pemerintah benar-benar dilakukan,” imbuh Erna.
Selain melanda Perumahan Dinar Indah di Meteseh, banjir juga melanda permukiman warga di dua kelurahan lain di Tembalang, yakni Rowosari dan Sendangmulyo. Di Rowosari, banjir hingga 1,5 meter merendam puluhan rumah.
Sejak empat tahun terakhir, wilayah sini sering banjir, tapi (banjir) tahun ini yang paling parah.
Rumah-rumah warga yang terdampak banjir di Rowosari berada di bantaran sungai. Namun, lokasi rumah-rumah itu lebih tinggi dari sungai. Tidak ada tanggul yang membatasi sungai dengan wilayah daratan.
”Sejak empat tahun terakhir, wilayah sini sering banjir, tapi (banjir) tahun ini yang paling parah. Kemungkinan karena hujan di wilayah atas lebat. Kondisi sungai yang sudah semakin dangkal tidak bisa menampung air hujan yang banyak tersebut, jadi meluap ke permukiman,” tutur Kodir (60), warga Rowosari.
Jika warga di Meteseh ingin direlokasi, warga Rowosari berharap Sungai Pengkol dinormalisasi. Selain itu, mereka juga berharap sungai itu bisa ditanggul dan diberi talud. Dengan begitu, risiko banjir berulang bisa ditekan.
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung, Mila Karmilah, menilai banjir yang terjadi di tiga kelurahan di Tembalang merupakan akibat ketidakpatuhan terhadap aturan tata ruang. Seharusnya tidak boleh ada bangunan permanen, apalagi perumahan, yang dibangun dalam radius 50 meter dari sungai.
”Ini, kan, perumahan, artinya rumah itu sengaja dibangun atau dikembangkan dengan perencanaan, bukan rumah yang tiba-tiba muncul. Tidak mungkin rasanya pembangunan bisa dilakukan tanpa adanya izin mendirikan bangunan (IMB) dari pemerintah. Yang patut dipertanyakan, kenapa bisa keluar IMB-nya?” kata Mila.
Mila meminta pemerintah setempat lebih ketat terkait pemberian IMB. Sebelum memberikan izin, pemerintah disarankan mengecek langsung lokasi yang akan dibangun untuk memastikan bukan daerah rawan bencana. Sementara itu, untuk bangunan yang sudah telanjur dibangun di wilayah yang melanggar aturan atau di lokasi rawan bencana, diharapkan segera ditertibkan.
”Masyarakat juga perlu lebih cermat sebelum membeli rumah, jangan mudah tergiur dengan harga murah. Pastikan sudah membaca rencana tata ruang wilayah dulu jadi bisa menentukan, kira-kira wilayah itu diperuntukkan sebagai permukiman atau tidak. Kalau tidak, jangan dibeli,” ucapnya.
Sekretaris Daerah Kota Semarang Iswar Aminuddin mengatakan, Pemerintah Kota Semarang akan meninjau kembali izin pembangunan perumahan yang telah dikeluarkan. Dia mengakui, ada sejumlah perumahan yang dibangun terlalu dekat dengan sungai, seperti di Kelurahan Meteseh dan Rowosari di Kecamatan Tembalang serta Kelurahan Penggaron Kidul di Kecamatan Pedurungan.
”Kemampuan kami memonitor itu terbatas. Untuk itu kami mengajak para pengembang agar betul-betul menaati aturan tata ruang dan tata kelola air yang ada. Kami sudah berulang kali mengingatkan, bikin dulu tata kelola airnya baru bangun perumahannya, jangan terbalik,” ujar Iswar.
Saat ini, Pemerintah Kota Semarang sedang berfokus pada perbaikan tanggul, membantu membersihkan rumah dan lingkungan warga terdampak, serta menyukupi kebutuhan para pengungsi. Selain itu, koordinasi dengan wilayah lain juga akan dilakukan agar penanganan banjir bisa dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga hilir.
”Terkait permintaan relokasi, memang beberapa perumahan, seperti di Dinar Indah, itu harus direlokasi. Apalagi, posisi rumah itu kebanyakan lebih rendah dari sungai,” imbuh Iswar.