Bertobatnya Pencuri Ternak Kelas Berat dari Pulau Sumba
Umbu Siwa, mantan pencuri ternak kelas berat di Sumba, NTT, kini bertobat. Pengalaman hidup di Lapas Nusakambangan membuatnya tidak ingin berbuat jahat lagi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Nama Umbu Siwa Wunu (45) pernah menebar prahara di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Ia dikenal sebagai pencuri ternak sapi dan kerbau kelas berat yang sudah keluar masuk penjara. Kini, ia mengaku sudah bertobat. Tiga tahun mendekam di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah, membuatnya tidak ingin mencuri lagi.
Sejauh ini, petualangan kriminal terakhir Umbu Siwa terjadi tahun 2019. Saat itu, lelaki yang hanya mengeyam pendidikan kelas 2 SD itu memimpin enam rekannya mencuri 38 kerbau. Dengan tenang dia menggiring ternak berbobot antara 100-500 kilogram per ekor itu melintasi desa dan kecamatan, masuk hutan, hingga menuju tempat penampungan di Sumba Barat.
Akan tetapi, kali ini, ulahnya tidak mulus. Aksi itu ketahuan polisi. Umbu Siwa dan kawan-kawan lantas dijebloskan ke Lapas Sumba Barat.
Kasus ini bahkan berbuntut panjang. Gubernur NTT Viktor Laiskodat meminta kepada Kementerian Hukum dan HAM agar Umbu Siwa dan enam rekannya dipindahkan ke Nusakambangan. Alasannya, pencurian ini melibatkan kerugian sangat besar. Permintaan Viktor dikabulkan. Mereka dipindahkan ke Nusakambangan dalam dua gelombang, Mei 2020 dan Juni 2020.
”Di sana (Nusakambangan), saya bertobat. Saya tidak akan mencuri lagi,” kata Umbu Siwa di Kupang, Rabu (4/1/2023).
Pulau Sumba dikenal sebagai daerah potensial untuk peternakan sapi hingga kerbau. Kawasan ini memiliki padang yang luas. Padang rumput terluas ada di Sumba Timur dengan 229.850 hektar.
Dengan potensi itu, NTT mendeklarasikan diri sebagai salah satu lumbung ternak nasional. Secara periodik, NTT mengirim sapi ke beberapa daerah di Indonesia, seperti DKI Jakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2020, produksi daging sapinya sebesar 13.116,4 ton. Adapun populasi sapi di NTT sebanyak 1.188.982.
Akan tetapi, di balik potensi ekonomi, peluang kejahatan mengekor di belakangnya. Pencurian ternak disertai kekerasan hingga pembunuhan rawan terjadi.
Biasa dilakukan malam hari, pelaku menggiring ratusan ternak dari kandang dan ladang penggembalaan melewati hutan sampai titik penampungan. Siapa yang berani menghalangi harus berhadapan dengan parang dan senjata tajam lain yang dibawa komplotan pencuri.
Uniknya, modus menggiring ternak dalam jumlah besar kerap berhasil mengelabui warga lainnya. Masyarakat kerap menganggap hewan itu memang sengaja digiring pemiliknya ke padang gembala.
Setelah dicuri, ternak itu biasanya tidak akan berumur panjang. Sebagian langsung dipotong dan dijual dagingnya. Memiliki barang curian terlalu lama hanya akan memberi kesempatan pada polisi untuk menguak kasus itu. Modus serupa juga biasanya dilakukan Umbu Siwa dan kawan-kawannya sebelum dicokok polisi tahun 2019.
Bulan ini, Umbu Siwa bebas dari Lapas Nusakambangan. Hatinya lega. Penjara superketat itu memberinya banyak pelajaran. Dia kapok. Beberapa kali masuk penjara, Lapas Nusakambangan paling membuatnya jera.
Di sana, Umbu Siwa membayar ulahnya dengan berbagai proses. ”Saya merasakan penjara sesungguhnya. Selama delapan bulan pertama, saya menjalani hukuman di Lapas Pengasingan. Ruang lembab itu tidak tembus cahaya matahari. Semua aktivitas dilakukan di dalam ruangan berukuran 4 x 4 meter. Saya seperti dikubur hidup-hidup,” kisah Umbu Siwa saat bertemu Viktor Laiskodat di Kupang.
Viktor mengingatkan Umbu Siwa agar bertobat, dan memulai hidup baru, dengan bekerja yang rajin. Mengolah lahan, beternak, dan berperilaku sopan di masyarakat. Lahan Sumba cukup luas untuk dikembangkan.
Baca juga :
Lindungi Kampung Adat di Pulau Sumba dari Bahaya Kebakaran
”Semua manusia punya kesalahan. Tetapi, kesalahan itu hendaknya perlu diperbaiki, apalagi perilaku yang merugikan orang lain secara ekonomi. Saya harap Umbu sudah kembali ke jalan lain, jalan kejujuran, tanggung jawab, dan berkoban untuk diri, keluarga,masyarakat, dan terutama berkorban untuk Tuhan,” kata Laiskodat.
Bertemu dengan orang yang pernah memintanya tinggal di Nusakambangan, Umbu Siwa tidak dendam. Ia justru bersyukur punya kesempatan memperbaiki diri. Pernah tidak bisa berjalan saat baru beberapa bulan di Nusakambangan, dia kini ingin hidup lebih baik.
”Saya dapat bantuan dari Bapak Gubernur. Akan saya gunakan untuk bertani dan beternak di Sumba,” katanya.
”Barangsiapa tidak bekerja, janganlah ia diberi makan,” kata Umbu Siwa.