Beternak Babi, Kemandirian Ekonomi dan Menjaga Tradisi Budaya NTT
Beternak babi di kalangan masyarakat NTT tidak hanya untuk meningkatkan ekonomi keluarga tetapi juga untuk menjaga tradisi adat. Babi tidak hanya dikonsumsi manusia tetapi juga sebagai persembahan kepada leluhur.
Minat warga NTT beternak babi cukup tinggi, ketimbang sapi dan kambing. Sejak daging babi diolah menjadi se’I, semangat peternak pun meningkat. Apalagi setelah tiga tahun lalu ribuan babi mati diserang virus flu babi afrika (African swine fever/ASF), yang merugikan peternak miliaran rupiah.
Joni Tamael (41) tengah menyiapkan makan siang untuk 40 ekor babi di samping kandang, di Kelurahan Naioni Kecamatan Alak Kota Kupang, Selasa, (3/1/2023). Dia sibuk membuka karung pakan, mengolahnya, lalu memberi makan ternak babinya pada siang itu.
Joni memelihara 40 ekor babi di kandang. Babi-babi itu makan tiga kali sehari, selain camilan ringan berupa dedak dan air dicampur suplemen organik cair penggemukan.
“Saya mulai ternak babi tahun 2018, setelah pulang dari Tawau, Malaysia. Modal dari sana, saya beli bibit babi, tiga ekor betina dan satu ekor jantan, semua usia empat bulan. Satu ekor saya beli dengan harga Rp 2,5 juta. Berawal dari situ, sekarang jumlah babi di kandang 40 ekor. Sebelumnya berjumlah 132 ekor, tetapi pada hari Natal dan tahun baru terjual 92 ekor,” kata Tamael.
Baca juga : Berjuang Mengubah Wajah NTT
Jenis babi yang dipelihara Tamael adalah duroc dan landrace. Tetapi belakangan ini, ia lebih suka jenis landrace terutama indukan. Indukan duroc selalu memakan anaknya setelah lahir, landrace tidak. Lagi pula, duroc lebih agresif saat beranak atau menerima vaksin. Harus hati-hati saat mendekat. Dari sisi rasa daging, sama saja.
Tetapi dari sisi anakan, indukan duroc bisa melahirkan sampai 15 ekor sekali bunting. Sedangkan jenis landrace paling banyak sembilan ekor anakan. Ia punya tiga ekor indukan duroc. Duroc, begitu melahirkan langsung diawasi di kadang selama 7 hari.
Setelah 7 hari, anakan babi duroc bisa dipisahkan dari induknya. Tetapi pemisahan itu hanya disekat oleh terali besi sehingga anak-anak babi masih bisa menyusui dari balik jeruji. Kandang indukan dibuat agak sempit, cukup untuk tidur dan berdiri satu arah, tidak perlu putar badan.
Saat tidur itu, anak-anaknya bisa menyusui, entah dari sisi kiri atau kanan. Ini berlangsung selama 45 hari, setelah itu anak-anak duroc dipisahkan dari indukan, tidak menyusui lagi, dan diberi makanan seperti biasa. Indukan pun akan dikawinkan lagi agar bunting dan beranak lagi.
Baca juga : Peternak Habiskan Rp 1 Triliun Per Tahun untuk Beli Pakan dari Pulau Jawa
Indukan babi bisa berusia sampai 5 tahun. Satu tahun, rata-rata tiga kali bunting. Sekali bunting melahirkan sampai 15 ekor babi. Dalam tenggat waktu 5 tahun itu, satu indukan sudah bisa memproduksi sampai 225 ekor babi. Jika semuanya selamat sampai usia jual, maka satu ekor indukan tadi bisa menghasilkan uang senilai Rp 1,24 miliar-Rp 1,58 miliar per tahun. Ini, dengan hitungan harga babi Rp 5,5 juta–Rp 7 juta per ekor.
Biasanya babi dijual saat mencapai berat 40 kg–130 kg. Ia tidak menjual dengan sistem kiloan, timbang hidup. Pembeli lebih suka membeli satu ekor utuh dengan sistem negosiasi harga.
Sistem jual dengan cara ini sudah bisa mengembalikan modal. Paling penting, modal tetap berputar. “Kalau saya jual dengan harga Rp 10 juta per ekor pun tetap laku. Daging babi lebih diminati konsumen dibanding sapi atau jenis ternak lain,” kata Tamael.
Daya beli
Ia juga mempertimbangkan daya beli pengusaha warung makan, restoran, dan penjual daging babi di Kota Kupang. Belakangan, konsumen mengeluh soal kenaikan harga daging babi, terlebih daging olahan seperti se’i, yang tembus Rp 270.000 per kg.
Usia penjualan babi pun 5-6 bulan saja. Joni tidak ingin berlama-lama merawat babi di kandang. Selain, konsumen lebih suka dengan daging babi yang empuk dan gurih, juga lebih menghemat biaya pemeliharaan dan tenaga.
“Makin lama pelihara, babi makin besar, harga jual makin mahal, konsumen makin sulit menjangkau,” kata Joni.
Baca juga : Butuh Terobosan Mengatasi Kematian Ribuan Ternak Babi di NTT
Jenis pakan babi yang dipakai produksi pabrikan. Harga pakan ukuran 50 kg senilai Rp 1 juta per karung. Sekarung pakan mampu mencukupi kebutuhan makan 40 ekor babi untuk tiga kali sehari.
Pakan jenis ini dicampur kangkung, daun pisang muda, dedak, dan daun bayam. Terkadang dicampur pula dengan tanaman hortikultura, seperti labu kuning, kol, wortel, dan sawi.
Kebetulan, Joni juga mengusahakan tanaman hortikultura di samping rumahnya. Luasnya 1.000 meter persegi. Jenis hortikultura yang tidak laku di pasaran, dimanfaatkan untuk pakan. Ada juga septik tank untuk menampung kotoran penghuni kandang berukuran 8 x 17 meter persegi itu.
Kotoran dari babi dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Ke depan, kotoran babi ini akan diproses menjadi biogas, seperti kompor dan listrik di rumah. Beberapa peternak di Sumba sudah mengembangkan itu.
Baca juga : Sensasi Se'i, Menanti Rasa Gurih yang Terus dicari
Saat ini, Joni sedang menggemukkan 24 ekor dari 40 ekor babi yang ada. Khusus penggemukan ini, ia habiskan Rp 32 juta untuk kebutuhan pakan selama empat bulan.
“Saat itu babi sedang montok-montoknya, dan dagingnya empuk-empuk. Tidak keras. Ya, enaklah. Saya sudah coba,” kata Joni tersenyum.
Ternak babi itu biasanya dijual ke pengusaha restoran se’i babi “Aroma” Kupang dan restoran “Bambu Kuning”. Mereka beli sampai 30 ekor, dan tidak tawar-tawar harga.
“Usia empat bulan itu, kalau saya minta Rp 7 juta per ekor, langsung dibeli. Yang lain-lain masih tawar-tawar,”katanya.
Daniel Aluman (48), peternak babi lainnya, mengatakan, selama Natal dan tahun baru, dia sudah menjual 28 ekor babi, berbobot 60 kg–100 kg denganharga jual Rp 5,5 juta–Rp 14 juta per ekor.
Baca juga : Daniel Aluman, Kisah Sukses Petani Terintegrasi di NTT
Saat ini, masih tersisa 85 ekor babi di kandang. Jumlah ini, 25 induk babi, 10 di antaranya hampir beranak. “Saya prediksi akan ada sekitar 100 anakan baru dari 10 indukan ini,”katanya.
Daniel telah beternak babi sejak 1998. Dia mulai fokus beternak babi sejak tahun 2016 dengan 300 unit kandang. Saat itu ia pinjam bank melalui KUR senilai Rp 500 juta, yang dilunasi dalam enam bulan. Budidaya babi ini terus digenjot setelah ia menyadari banyaknya hasil panen hortikultura yang terbuang karena rusak terserang hama.
Diminati
Babi ini tidak hanya diminati di Kota Kupang tetapi juga di daratan Timor barat, Sumba, Rote, Sabu, Lembata, dan Flores. Ini, untuk urusan adat seperti mas kawin, sesajian kepada leluhur, dan urusan pesta. Kebutuhan akan babi terus meningkat.
Ia sempat khawatir ketika virus flu babi afrika dan penyakit lain melanda babi di NTT seperti kejadian hampir akhir tahun 2019 hingga medio 2022. Saat itu, Daniel mengalami kerugian ratusan juta rupiah.
“Sebanyak 120 ekor babi mati sia-sia. Seluruh peternak babi NTT mengalami kerugian serupa. Data Pemda 122.000 babi mati, tetapi sebenarnya lebih dari itu. Total kerugian ratusan miliar rupiah,” kata Aluman.
Pemerintah jangan abaikan itu dan membiarkan babi mati terserang penyakit. Harus siapkan vaksin untuk babi dan pendampingan peternak
Serangan flu babi afrika juga tak hanya menghantam peternak. Konsumen daging babi pun kewalahan menghadapi kenaikan harga di pasar.
Sejak awal 2021, harga se’i babi pun terus naik. Pengusaha daging olahan babi makin kesulitan mencari bahan baku. “Mudah-mudahan virus itu sudah hilang. Dan makin banyak peternak,harga daging pasti turun,”katanya.
NTT salah satu daerah dengan populasi babi terbesar nasional. Beternak babi, tidak hanya untuk kebutuhan ekonomi rakyat tetapi juga untuk urusan adat, dan budaya. Setiap acara adat, darah babi harus tumpah, simbol perdamaian manusia, leluhur, lingkungan hidup, dan Tuhan.
Joni dan Daniel merupakan dua peternak mewakili banyak peternak babi di NTT. Animo warga memelihara babi sama dengan memelihara anjing dan ayam di rumah, dengan tujuan dan fungsi berbeda. Tiga jenis ternak ini menemani kehidupan orang NTT sejak dulu.
Ternak babi di provinsi ini sudah lama berlangsung. "Pemerintah jangan abaikan itu dan membiarkan babi mati terserang penyakit. Harus siapkan vaksin untuk babi dan pendampingan peternak,” pesan Daniel.