Beras menjadi komoditas pendorong inflasi dengan andil terbesar di Kalimantan Selatan pada Desember 2022. Operasi pasar masih diperlukan untuk meredam kenaikan harga beras.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Inflasi di Kalimantan Selatan kembali melejit pada Desember 2022 setelah cukup terkendali pada Oktober-November 2022. Beras menjadi komoditas pendorong inflasi dengan andil terbesar. Hal itu sejalan dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani ataupun penggilingan. Operasi pasar masih diperlukan untuk meredam kenaikan harga beras.
Koordinator Fungsi Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan Fachri Ubadiyah menyampaikan, pada Desember 2022 terjadi inflasi secara tahunan (year on year) sebesar 6,99 persen di Kalsel. Inflasi tersebut merupakan gabungan dari inflasi di tiga kota, yaitu Banjarmasin dengan inflasi sebesar 6,98 persen, Tanjung (5,01 persen), dan Kotabaru (8,65 persen).
Secara bulanan (month to month), pada Desember 2022 di Kalsel terjadi inflasi sebesar 0,69 persen. Inflasi Kalsel pada Desember tersebut lebih tinggi dari inflasi Kalsel pada November (0,4 persen) dan Oktober (0,25 persen). Komoditas pendorong inflasi dengan andil besar, antara lain, beras, telur ayam ras, daging ayam ras, ikan gabus, dan emas perhiasan.
”Beras menjadi komoditas pendorong inflasi di semua kota dengan andil paling besar. Di Banjarmasin, andil beras terhadap inflasi sebesar 0,66 persen, di Tanjung 0,16 persen, dan di Kotabaru 0,23 persen,” kata Fachri saat menyampaikan berita resmi statistik secara daring di Banjarmasin, Senin (2/1/2023).
Menurut dia, inflasi terjadi karena meningkatnya permintaan terhadap barang dan jasa seiring pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Pada 2022, permintaan terhadap beras di Kalsel tetap tinggi. Sementara itu, produksi padi di Kalsel sedikit menurun akibat kemarau basah dan serangan hama tungro.
Di tingkat petani, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) terpantau naik 9,81 persen, dari Rp 8.070,85 per kilogram (kg) pada November 2022 menjadi Rp 8.862,50 per kg pada Desember 2022. Harga gabah di tingkat penggilingan juga naik 9,72 persen, yakni dari Rp 8.168,98 per kg pada November 2022 menjadi Rp 8.963,05 per kg pada Desember 2022.
”Pada Desember 2022, kenaikan harga gabah terjadi karena stok gabah menipis, baik untuk gabah lokal usang maupun gabah unggul,” kata Fungsional Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Kalsel itu.
Berdasarkan survei harga produsen gabah di 10 kabupaten, harga gabah terendah di tingkat petani Rp 5.800 per kg dengan varietas Inpari di Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sementara itu, harga gabah tertinggi mencapai Rp 12.000 per kg dengan varietas Siam Karang Dukuh di Mekarsari, Kabupaten Barito Kuala, dan varietas Siam Kuning di Cerbon, Barito Kuala.
Fachri mengatakan, Pemerintah Provinsi Kalsel sudah melakukan operasi pasar di Banjarmasin dengan menggelontorkan 60 ton beras pada Desember 2022. Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kota Banjarmasin. ”Operasi pasar ini diperlukan untuk mengantisipasi kenaikan harga beras yang sangat tinggi sehingga masyarakat tetap bisa membeli beras dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Pada 22-27 Desember 2022, Pemprov Kalsel bersama Perum Bulog Divisi Regional Kalsel sempat menggelar operasi pasar beras bersubsidi di Banjarmasin. Dalam operasi pasar tersebut, beras premium dari Bulog dijual seharga Rp 8.000 per kg karena disubsidi Rp 3.000 per kg oleh Pemprov Kalsel.
Kepala Bagian Kebijakan Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel Agus Salim mengatakan, operasi pasar beras bersubsidi waktu itu merupakan kelanjutan dari kegiatan Pasar Raya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 2 di Banjarmasin pada 16-18 Desember 2022. Dalam kegiatan Pasar Raya TPID 2, sebanyak 28 ton beras digelontorkan. Selanjutnya, 32 ton beras digelontorkan lagi dalam kegiatan operasi pasar beras bersubsidi.
”Kami sudah berupaya maksimal menekan inflasi, terutama yang disebabkan beras lokal Banjar. Untuk itu, kami mencoba membiasakan masyarakat Kalsel mengonsumsi beras alternatif agar tidak terlalu bergantung pada beras lokal,” ujarnya.
Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel Syamsir Rahman, beras lokal Banjar sebetulnya tidak kosong sama sekali. Namun, kebanyakan petani tidak mau menjualnya karena lebih memprioritaskan untuk konsumsi sendiri. ”Kalaupun ada di pasar, harganya pasti tinggi. Itu karena biaya produksinya naik akibat kenaikan harga bahan bakar minyak,” katanya.