Aceh Dilanda 1.138 Gempa dalam Setahun, Mitigasi Harus Diperkuat
Aceh merupakan provinsi rawan bencana. Nyaris tidak ada sejengkal tanah pun yang bebas dari ancaman gempa. Kondisi alam demikian tidak dapat ditolak, tetapi harus disikapi dengan kewaspadaan tinggi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sepanjang tahun 2022, Provinsi Aceh dilanda gempa bumi sebanyak 1.138 kali. Meski tidak memicu kerusakan dan tsunami, aktivitas kegempaan itu menjadi alarm agar penguatan mitigasi bencana di Aceh terus dilakukan.
Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh Besar Andi Azhar Rusdin, Senin (2/1/2023), mengatakan, kekuatan gempa yang terjadi di Aceh pada 2022 itu bervariasi. Namun, yang dominan terjadi adalah gempa dengan kekuatan kurang dari Magnitudo 3.
Dari total 1.138 gempa di Aceh tahun 2022, sebanyak 783 kali gempa memiliki kekuatan di bawah Magnitudo 3, sebanyak 345 gempa dengan kekuatan antara Magnitudo 3 hingga Magnitudo 5, dan 10 kali gempa memiliki kekuatan di atas Magnitudo 5. Gempa dengan kekuatan terbesar terjadi pada 24 September 2022, yakni Magnitudo 6,4.
Andi menuturkan, jumlah gempa bumi di Aceh selama tahun 2022 lebih banyak dibandingkan jumlah gempa tahun 2021 yang sebanyak 1.059 kali. Seperti kondisi tahun lalu, gempa bumi di Aceh pada 2021 juga tidak menimbulkan kerusakan.
Andi memaparkan, dari total 1.138 gempa di Aceh tahun lalu, 1.038 gempa di antaranya merupakan gempa dangkal, yakni dengan kedalaman kurang dari 60 kilometer (km). Sementara itu, sisanya merupakan gempa yang memiliki kedalaman lebih dari 60 km.
Titik pusat gempa itu tersebar di sejumlah kabupaten/kota, misalnya Aceh Barat, Aceh Jaya, Simeulue, Bener Meriah, dan Pidie. Kawasan yang tercatat mengalami gempa paling banyak adalah Pidie.
Menurut Andi, gempa yang melanda Aceh terjadi akibat aktivitas sesar lokal serta zona subduksi Sumatera. Gempa juga dipicuoleh aktivitas subduksi dari Lempeng Samudra Indo-Australia yang mengarah ke bawah Lempeng Benua Eurasia. Setiap tahun, lempeng ini bergeser 5 cm hingga 6 cm.
Meski tidak memicu kerusakan dan tsunami, aktivitas kegempaan itu menjadi alarm agar penguatan mitigasi bencana di Aceh terus dilakukan.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh Hasan Dibangka mengatakan, Aceh merupakan provinsi rawan bencana. Kondisi tersebut tentu harus disikapi dengan kewaspadaan tinggi. ”Yang harus kita lakukan membangun budaya sadar bencana agar dampak risiko dapat ditekan,” ujarnya.
Hasan mengatakan, masyarakat Aceh harus belajar banyak dari pengalaman gempa dan tsunami tahun 2004. Gempa berkekuatan 9,6 magnitudo itu menelan korban lebih dari 160.000 orang.
Banyaknya korban meninggal karena warga Aceh tidak memiliki pengetahuan tentang tsunami. Warga tidak tahu jika setelah gempa besar berpotensi disusul gelombang tinggi.
Hasan memaparkan, setelah 18 tahun tsunami Aceh tahun 2004, upaya pendidikan mitigasi bencana mulai melemah. Simulasi penanganan bencana kian jarang dilakukan dan infrastruktur mitigasi juga minim.
”Seharusnya pendidikan kebencanaan diperkuat hingga masuk ke kurikulum sekolah. Belum semua anak mendapatkan pelatihan,” kata Hasan.
Hasan menambahkan, generasi muda yang lahir pascatsunami tahun 2004 perlu mendapatkan pendidikan kebencanaan. Hal ini karena mereka tidak memiliki pengalaman menghadapi bencana gempa dan tsunami.
Sebelumnya, Kepala Seksi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Fazli mengatakan, di tengah keterbatasan anggaran, pihaknya tetap berusaha melakukan edukasi mitigasi bencana. Pada tahun 2022, simulasi dan edukasi tsunami dilakukan di 10 sekolah dengan melibatkan sekitar 300 siswa.
Namun, masih banyak sekolah yang tidak mendapatkan kesempatan melakukan simulasi bencana. ”Harusnya alokasi anggaran lebih besar ke BPBA agar program edukasi kebencanaan bisa lebih gencar,” kata Fazli.
Seharusnya pendidikan kebencanaan diperkuat hingga masuk ke kurikulum sekolah. (Hasan Dibangka)
Selain melatih siswa, BPBA juga melatih warga melalui program keluarga tangguh bencana dan desa tangguh bencana. Namun, jumlah desa tangguh bencana di Aceh masih sedikit.
Fazli menambahkan, untuk menguatkan mitigasi bencana di Aceh, perlu adanya kebijakan khusus mengenai pendidikan kebencanaan. Saat ini, lembaga legislatif di Aceh sedang membahas qanun atau peraturan daerah tentang pendidikan kebencanaan. Fazli berharap qanun itu segera disahkan agar pendidikan kebencanaan di sekolah bisa lebih terstruktur.