Gelombang 6 Meter di Laut Banda, KM Sabuk Nusantara 87 Berlindung di Pulau Sermata
Gelombang tinggi mencapai 6 meter masih berkecamuk di Laut Banda. Kondisi itu membuat kapal perintis KM Sabuk Nusantara 87 harus berlindung sementara di Pulau Sermata, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Gelombang tinggi mencapai 6 meter masih berkecamuk di Laut Banda. Kondisi itu membuat kapal perintis KM Sabuk Nusantara 87 yang sedang menuju ke Ambon, Maluku, harus berlindung sementara di Pulau Sermata, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku.
Semua penumpang dan awak kapal yang berjumlah lebih dari 70 orang dalam keadaan sehat. Untuk kebutuhan makanan para penumpang, warga di Pulau Sermata dengan sukarela memberi bantuan. Pemerintah desa, kepolisian, dan pihak gereja mengoordinasi bantuan itu.
Nakhoda KM Sabuk Nusantara 87, Ampa Uleng, lewat sambungan telepon mengatakan, hingga Kamis (29/12/2022) siang ini, mereka sudah berlabuh lebih dari 24 jam. Titik berlabuh kapal di teluk bagian selatan pulau yang relatif aman dari gelombang.
Ampa menyebut, jumlah penumpang kapal yang dioperasikan PT Pelni itu sekitar 50 orang dan awak kapal 20 orang. ”Bagi mereka yang khawatir tidak ada kabar dari anggota keluarga yang belum tiba dengan kapal ini, kami sampaikan bahwa semua penumpang dan awak kapal dalam keadaan sehat. Tidak perlu khawatir dengan kondisi kami di sini,” katanya.
Ampa menuturkan, kapal tersebut sebenarnya sedang berlayar menuju Ambon. Namun, di tengah perjalanan, datang informasi prakiraan cuaca bahwa tinggi gelombang di jalur yang dilewati, seperti Laut Banda, mencapai 6 meter. Oleh karena itu, kapal tersebut memutuskan berlabuh sementara hingga gelombang reda.
Menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), cuaca buruk terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Untuk wilayah Maluku, gelombang tinggi diperkirakan hingga awal tahun 2023 mendatang.
Wulan Saptani, prakirawan cuaca dari Stasiun Meteorologi Maritim Ambon, melaporkan, kecepatan angin di Laut Banda mencapai 65 kilometer per jam. Angin bertiup dari arah barat dan barat laut. Kecepatan angin itu membangkitkan gelombang hingga ketinggian 6 meter.
Dia juga mengingatkan adanya pertumbuhan awan comolunimbus di daerah itu sehingga berpotensi meningkatkan kecepatan angin kencang dan tinggi gelombang. BMKG pun merekomendasikan agar untuk sementara pelayaran dihentikan.
Bahan makanan
Lebih lanjut, Ampa menambahkan, kendala bahan makanan bagi para penumpang kapal itu sudah teratasi. Pihak kepolisian, pemerintah desa, dan pengurus gereja mengoordinasi bantuan bagi penumpang. Dalam pelayaran perintis yang disubsidi negara, makanan memang ditanggung penumpang.
”Penumpang turun dari kapal yang berlabuh di tengah laut, kemudian pakai perahu motor ke darat. Di sana, mereka bisa istirahat dan makan. Nanti mau berangkat baru mereka kembali ke kapal. Sambutan masyarakat di Pulau Sermata sangat bagus,” katanya.
Anggota DPRD Provinsi Maluku yang membidangi urusan transportasi, Anos Yeremias, menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan tokoh masyarakat lokal untuk membantu para penumpang yang tertahan di Sermata. Bantuan terus diberikan sampai KM Sabuk Nusantara 67 meninggalkan pulau itu.
KM Sabuk Nusantara 87 yang sedang menuju ke Ambon, Maluku, harus berlindung sementara di Pulau Sermata, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku.
Selain kapal tersebut, kapal perintis lain yang beroperasi di wilayah Maluku juga kini tengah sandar di sejumlah pelabuhan. Ada juga yang berlabuh di tengah laut dekat pesisir yang perairannya teduh. Cuaca buruk menyebabkan pelayaran perintis di Maluku lumpuh total.
Untuk sementara, transportasi laut ditopang oleh kapal Pelni yang berukuran besar, sekitar belasan gros ton. Namun, kapal itu hanya melayani pelayaran ke ibu kota kabupaten dan beberapa daerah strategis, seperti Kepulauan Banda. Setiap pelabuhan disinggahi sekali dalam dua pekan.