Kasus Sodomi Berulang di Cirebon, Korban Anak Diancam Dibunuh
Jajaran Kepolisian Resor Kota Cirebon meringkus SR (25), oknum tenaga pengajar yang diduga menyodomi muridnya. Tersangka bahkan mengancam akan membunuh korban.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kasus sodomi terhadap anak kembali terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jajaran Kepolisian Resor Kota Cirebon meringkus SR (25), oknum tenaga pengajar yang diduga menyodomi muridnya. Pelaku berjenis kelamin laki-laki itu bahkan mengancam akan membunuh korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon Komisaris Anton, Rabu (28/12/2022), mengatakan, kasus itu terungkap setelah orangtua korban melaporkan tindakan pelaku. Dari keterangan korban, tersangka melancarkan aksi bejatnya pada Selasa (13/12/2022) pukul 23.00.
Saat itu, tersangka yang merupakan tenaga pengajar di salah satu sekolah berbasis agama tingkat menengah pertama mengajak korban jalan-jalan. Anak laki-laki berusia 13 tahun itu pun mematuhi gurunya. ”Tapi, korban ternyata dibawa ke tempat lain untuk disodomi,” katanya.
Menurut Anton, sebelum melakukan kekerasan seksual, tersangka menghasut korban untuk menonton film porno hubungan intim sesama jenis di telepon selulernya. Tersangka lalu menyodomi korban. ”Pelaku mengancam akan menghukum korban jika menolaknya,” ujarnya.
Bahkan, penyelidikan polisi menemukan tersangka sempat mengancam akan membunuh korban jika melaporkan tindakannya. Polisi telah menangkap tersangka yang belum berkeluarga itu. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, seperti sarung, peci, pakaian, dan ponsel tersangka.
Polisi kini menahan tersangka untuk menyidik kasus itu. ”Dari pendalaman, ini kejadian (sodomi) ketiga terhadap korban sejak Oktober. Kami baru menerima satu laporan. Tapi, kami juga mendapatkan informasi ada satu korban lagi yang disodomi empat kali,” ujar Anton.
Tersangka, kata Anton, juga pernah melakukan tindakan serupa terhadap seorang pria seusianya. Namun, polisi masih mendalami hal itu. Saat ini, polisi fokus terhadap pemulihan psikologis korban. ”Korban trauma. Kalau diajak ngomong, tidak nyambung dan kebingungan,” ucapnya.
Kepolisian juga telah berkoordinasi dengan pekerja sosial, psikolog, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Cirebon untuk mendampingi korban. Adapun tersangka kini terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar akibat tindakan bejatnya tersebut.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Cirebon Inspektur Satu Dwi Hartati mengatakan, kasus sodomi terhadap anak tidak kali ini saja terjadi di Cirebon. Juli lalu, misalnya, seorang anak juga menjadi korban sodomi oleh tetangganya.
”Tahun ini saja ada tiga kasus sodomi terhadap anak. Modusnya hampir sama, pelaku mengajak korban menonton video porno,” ujar Dwi. Bahkan, pada 2019, 11 anak menjadi korban sodomi di Cirebon. Pihaknya mengimbau masyarakat agar melaporkan kasus serupa ke polisi.
Sebelum melakukan kekerasan seksual, tersangka menghasut korban untuk menonton film porno hubungan intim sesama jenis di telepon selulernya.
Pendampingan korban
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Cirebon Raya Siti Nuryani mendorong pemerintah memperhatikan kondisi psikologis korban. Sebab, ada kemungkinan korban kelak menjadi pelaku serupa. Nuryani yang kerap mendampingi korban pernah menemukan kasus seperti itu.
”Pernah ada korban sodomi berusia tujuh tahun yang hampir melakukan hal serupa kepada anak usia empat tahun. Tetapi, ketahuan sama orangtuanya. Katanya, dia merasa enak berbuat itu,” ungkap Nuryani yang pernah mendampingi 11 anak korban sodomi di Cirebon pada 2019.
Oleh karena itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak Cirebon Raya kemudian rutin memberikan terapi hingga 12 kali terhadap korban. Setiap terapi bisa berlangsung sebulan sekali atau tiga bulan sekali. Setelah memantau kondisi korban sekitar dua tahun, Nuryani mengaku tidak lagi menemukan gejala seperti itu.
Nuryani juga mengingatkan orangtua agar terus memperhatikan anaknya. Terlebih jika kondisi anak berubah menjadi lebih murung atau emosional. Dia menambahkan, kasus sodomi di sekolah menunjukkan institusi pendidikan, termasuk yang berbasis agama, belum sepenuhnya aman bagi anak.
Komisi Nasional Perlindungan Anak Cirebon Raya pun mendesak pemerintah memperluas sosialisasi terkait pencegahan kekerasan terhadap anak hingga ke tingkat desa. ”Jangan hanya saat kasusnya viral sebulan pertama. Pendampingan korban penting dan harus tuntas agar kejadian ini tidak terulang lagi,” ungkapnya.