Mayoritas Pelaku Perkara Pidana Umum di Jayapura Dipengaruhi Miras
Sebanyak 90 persen pelaku dalam 522 perkara pidana umum yang ditangani Kejaksaan Negeri Jayapura di satu kota dan empat kabupaten sepanjang tahun 2022 dipengaruhi minuman keras.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Minuman keras atau miras menjadi salah satu pemicu utama tindak pidana umum di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Jayapura, Provinsi Papua. Berdasarkan data Kejaksaan Negeri Jayapura, 90 persen pelaku dalam 522 perkara pidana umum yang ditangani sepanjang 2022 dipengaruhi mias.
Kepala Kejari Jayapura Lukas Alexander Sinuraya, Selasa (27/12/2022), mengatakan, 90 persen pelaku dalam 522 perkara pidana umum dalam kondisi terpengaruh minuman beralkohol. Jumlah itu meliputi 328 tindak pidana terhadap orang serta harta benda (oharda) dan 194 tindak pidana umum lainnya dan keamanan negara. Rata-rata perkara ini terjadi saat musim liburan, yakni Juni, Juli, dan Desember.
Wilayah hukum Kejari Jayapura terdiri dari satu kota dan empat kabupaten. Lima daerah ini adalah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Mamberamo Raya.
”Tren kasus pidana umum yang terbanyak di wilayah hukum Kejari Jayapura sepanjang tahun 2022 adalah oharda. Mayoritas perkara oharda seperti penganiayaan dan pencurian,” ujar Lukas.
Ia pun menuturkan, pelaku yang terpengaruh minuman beralkohol juga terlibat dalam perkara tindak pidana umum lainnya, seperti pelecehan seksual. Tindak pidana umum lainnya yang tertinggi terjadi pada bulan Juni, yakni 30 kasus.
”Mayoritas korban dalam kasus tindak pidana umum lainnya terkait pelecehan seksual adalah perempuan dan anak. Rata-rata terjadi empat kasus pelecehan seksual di wilayah hukum Kejari Jayapura setiap bulan,” ucap Lukas.
Sosiolog dari Universitas Cenderawasih, Avelinus Lefaan, berpendapat, terdapat sejumlah faktor yang memicu masyarakat terpapar minuman beralkohol secara berlebihan. Hal itu mendorong sebagian mereka terlibat dalam perbuatan yang merugikan orang lain.
Faktor-faktor itu antara lain masalah keluarga, seperti minimnya perhatian bagi anak ketika orangtua bercerai serta pendidikan yang tidak tuntas karena kondisi ekonomi keluarga. Selain itu, tidak ada institusi untuk menangani fenomena masyarakat yang kecanduan minuman beralkohol di Papua.
Ia menilai, seharusnya peredaran minuman keras dibatasi karena menjadi pemicu tindak pidana. Namun, belum terlihat adanya komitmen dari institusi yang berwenang untuk mengatasi masalah tersebut.
”Banyak warga yang mengonsumsi minuman keras karena terpengaruh orang dan mudahnya akses untuk mendapatkan barang tersebut. Diperlukan ketegasan dari lembaga yang berwenang untuk mengatasi masalah peredaran minuman keras yang tidak terkontrol,” ujar Avelinus.
Masalah gangguan keamanan yang dilakukan pelaku dalam kondisi mabuk terus terjadi hingga kini.
Juru bicara Jaringan Damai Papua, Yan Christian Warinussy, mengatakan, konsumsi miras yang tidak terkendali sering kali menjadi pemicu konflik di tanah Papua. Selain itu, hal tersebut juga rawan memicu tindak pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak.
Pemerintah Provinsi Papua sebenarnya telah memiliki perangkat aturan untuk menekan peredaran miras lewat Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2016. Perda ini mengatur tentang pelarangan produksi, pengedaran, dan penjualan minuman beralkohol.
”Papua telah memiliki perda yang melarang peredaran minuman keras beberapa tahun yang lalu. Namun, regulasi itu sama sekali tidak berdampak. Masalah gangguan keamanan yang dilakukan pelaku dalam kondisi mabuk terus terjadi hingga kini,” ujar Yan.
Sementara itu, Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, dirinya telah menginstruksikan jajaran di 28 kabupaten dan 1 kota untuk mengawasi peredaran minuman keras jelang Natal dan Tahun Baru. Daerah-daerah itu tersebar di empat provinsi, yakni Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
”Saya telah menginstruksikan tidak boleh ada penjualan minuman keras H-3 jelang perayaan Natal dan Tahun Baru di Papua. Kami ingin menjamin masyarakat dapat merayakan Natal dan Tahun Baru dengan suasana penuh damai serta kondusif,” kata Mathius.