Sumbar Kehilangan 7.622 Hektar Tutupan Hutan akibat Tambang Emas Ilegal
KKI Warsi mencatat, Sumatera Barat kehilangan sedikitnya 7.622 hektar tutupan hutan akibat tambang emas ilegal. Selain mengubah bentang alam, tambang emas ilegal itu juga berpotensi menimbulkan bencana.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Manajer Komunikasi KKI Warsi Rudi Syaf menunjukkan titik lokasi yang kehilangan tutupan hutan di Sumatera Barat, Jumat (23/12/2022), di Padang, Sumbar. Selama 2022, Sumbar kehilangan tutupan hutan seluas 27.447 hektar, antara lain akibat tambang emas ilegal, pembukaan perkebunan masyarakat, dan pembalakan liar.
PADANG, KOMPAS — Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyatakan, hingga tahun 2022, Sumatera Barat kehilangan sedikitnya 7.622 hektar tutupan hutan akibat tambang emas ilegal. Adapun secara keseluruhan, pada tahun ini, tutupan hutan Sumbar berkurang sebanyak 27.447 hektar.
Data berkurangnya tutupan hutan akibat tambang emas ilegal itu hanya diukur di daerah yang aktivitas tambangnya signifikan. Ada empat kabupaten yang tercatat, yaitu Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, dan Sijunjung. Pengukuran melalui analisis citra satelit dengan aplikasi Sentinel II, antara lain, ialah di areal penggunaan lain, hutan lindung, dan hutan produksi.
Data catatan akhir tahun KKI Warsi menyebutkan, hingga tahun 2021, total tutupan hutan yang hilang karena aktivitas tambang emas ilegal sebanyak 6.968 hektar. Adapun pada 2022, luasan tutupan hutan yang hilang bertambah menjadi 7.622 hektar, yaitu Solok Selatan 2.939 hektar, Dharmasraya 2.179 hektar, Solok 1.330 hektar, dan Sijunjung 1.174 hektar.
”Terjadi penambahan hilangnya tutupan hutan seluas 654 hektar. Tidak terlalu signifikan, tetapi poinnya di sini, aktivitas tambang emas ilegal ini masih terus terjadi. Selain mengubah bentang alam karena umumnya dilakukan di pinggir hutan, juga ada risiko lain, yakni bencana,” kata Manajer Komunikasi KKI Warsi Rudi Syaf, Jumat (23/12/2022), di Padang.
Kondisi Sungai Batanghari di kawasan Hutan Lindung Batanghari, Solok Selatan, Sumatera Barat, yang rusak akibat aktivitas tambang emas ilegal, Sabtu (23/11/2019) sore. Tambang menggunakan eskavator untuk mengeruk sempadan sungai selebar hingga seratusan meter dengan kedalaman belasan meter.
Rudi menjelaskan, tambang emas ilegal umumnya dilakukan di pinggir sungai. Limbahnya langsung dibuang ke sungai sehingga memicu sedimentasi. Sebagai contoh, sungai yang awalnya punya lebar 15 meter dengan kedalaman 3 meter dapat berubah menjadi lebar 30 meter dengan kedalaman 0,5 meter akibat lumpur.
”Perubahan bentang alam itu bisa menimbulkan bencana. Ada sungai yang tadinya berbelok-belok, alurnya jadi terpotong menjadi lurus akibat sedimentasi. Risiko banjir bandangnya tinggi. Menambang mengikuti badan sungai dan mengubah badan sungai itu berpotensi memicu bencana hidrometeorologi,” ujarnya.
Sementara itu, secara keseluruhan, luas tutupan hutan Sumbar berkurang sebanyak 27.447 hektar sepanjang 2022. Tutupan hutan dalam konteks ini adalah secara umum, baik di kawasan areal penggunaan lain, hutan lindung, hutan konservasi, maupun hutan produksi.
Perubahan bentang alam itu bisa menimbulkan bencana. Ada sungai yang tadinya berbelok-belok, alurnya jadi terpotong menjadi lurus akibat sedimentasi.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Manajer Komunikasi KKI Warsi Rudi Syaf menunjukkan titik lokasi yang kehilangan tutupan hutan akibat tambang emas ilegal di Sumatera Barat, Padang, Sumatera Barat, Jumat (23/12/2022). Selama 2022, Sumbar kehilangan tutupan hutan seluas 27.447 hektar, antara lain akibat tambang emas ilegal, pembukaan perkebunan masyarakat, dan pembalakan liar.
Tutupan hutan Sumbar tahun 2021 seluas 1.744.64 hektar. Pada 2022, luas tutupan hutannya berkurang 1,5 persen menjadi 1.717.102 hektar. Luas tutupan hutan saat ini sekitar 41 persen dari luas wilayah darat Sumbar.
”Berkurangnya hanya 1,5 persen. Ini menurut kami menunjukkan keberhasilan. Dibandingkan dengan provinsi lain, laju penurunan di Sumbar bisa ditekan tipis sekali, yakni 1,5 persen,” ujar Rudi.
Rudi menambahkan, peningkatan kapasitas masyarakat penjaga hutan penting, salah satunya melalui skema perhutanan sosial. Selain itu, pengendalian terhadap kegiatan sosial yang memicu deforestasi juga diperlukan.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi Usama Putra mengatakan, hilangnya tutupan hutan Sumbar sebesar 1,5 persen tahun ini relatif kecil. Dia juga menyebut, sebagian deforestasi itu terjadi secara legal karena sudah mengantongi izin, misalnya pembukaan Jalan Pasar Baru-Alahan Panjang, program transmigrasi, dan program tanah obyek reforma agraria (TORA).
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Yozarwardi berbicara di hadapan jurnalis di Kota Padang, Sumbar, Jumat (23/12/2022).
Meskipun demikian, Yozarwardi tidak menampik adanya tindakan ilegal, seperti kebakaran hutan dan lahan serta perambahan hutan untuk kebun ataupun pembalakan liar. ”Namun, jumlahnya terbatas,” ujarnya.
Salah satu upaya menahan laju deforestasi, kata Yozarwardi, adalah dengan program perhutanan sosial. Di Sumbar sudah ada 245.000 hektar perhutanan sosial yang dikelola oleh 171 kelompok/unit. Hutan tersebut dilindungi dan dilestarikan oleh masyarakat lokal. ”Di lokasi perhutanan sosial, cenderung tidak terjadi pengurangan tutupan hutan,” ujarnya.
Yozarwardi menambahkan, Sumbar merupakan rumah bagi program perhutanan sosial. Program ini sudah dimuat di dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Sumbar tahun 2021-2026. ”Ada target lima tahun dengan luas 250.000 hektar,” katanya.