Budaya Baru Ber-LRT di Palembang
Kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) sudah menjadi kiblat moda transportasi publik di Palembang. Kini, berbagai upaya dilakukan untuk mendongkrak okupansi LRT Palembang termasuk membiasakan warga menggunakannya.
Kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) telah menjadi kiblat moda transportasi publik di Palembang. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mendongkrak okupasi angkutan massal yang murah, nyaman, dan cepat itu agar menjadi budaya baru bagi masyarakat Palembang.
Apriyeni (34) memarkir sepeda motornya di pelataran Asrama Haji Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (20/12/2022). Dia lalu menjinjing dua kantong plastik berisi jeruk dengan berat total 18 kilogram (kg) di tangan kanan dan kirinya. Rencananya, jeruk itu akan ia jual di Pasar 16 Ilir, Palembang yang berjarak sekitar 11 kilometer (km) dari Asrama Haji.
Apriyeni kemudian masuk ke stasiun LRT Asrama Haji yang berjarak hanya 50 meter dari tempat parkir. Ia lalu menuju loket penjualan tiket yang berada di lantai dua dengan menggunakan lift. Warga Talang Jambe itu membeli tiket dengan tujuan Stasiun Ampera yang berada dekat dengan Pasar 16 Ilir dengan tarif Rp 5.000.
Sekitar 10 menit setelah membeli tiket, kereta LRT yang hendak ia tumpangi pun tiba. Apriyeni pun menaiki lift untuk sampai ke peron kereta. Sesampainya di dalam kereta Apriyeni menaruh kembali dua kantong plastik jeruk tersebut di lantai kereta dan duduk bersama puluhan penumpang yang ada di kereta tersebut.
Tak lama, kereta pun melaju. Sekitar 25 menit berselang, Apriyeni sudah tiba di stasiun tujuan. "Keberadaan LRT sangat memudahkan aktivitas saya. Saya sudah menggunakan LRT sejak pertama kali beroperasi," ujarnya.
Baca juga : LRT Palembang Masih Sisakan Celah Ketimpangan Biaya Operasional dan Pendapatan
Menurutnya, di tengah kondisi lalulintas Palembang yang sudah cukup padat, LRT merupakan moda transportasi yang terbilang nyaman dan cepat. "Kalau naik motor, capek. Naik ojek online tarifnya mahal," ujar Apriyeni.
Hampir setiap hari, ia menggunakan LRT dengan ongkos pulang-pergi hanya Rp 10.000 per hari. Menurutnya, tarif itu cukup murah jika dibanding harus bermacet-macet di jalan Kota Palembang.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sudar Sinaga (24). Warga Plaju, Palembang itu menilai menggunakan LRT jauh lebih nyaman dibanding menggunakan kendaraan bermotor. "Apalagi saat ini sudah ada angkutan pengumpan (feeder) yang langsung lewat di depan rumah," ujar pria yang baru satu tahun tinggal di Palembang itu.
Menurut Sudar, yang datang dari Medan, Sumatera Utara itu, LRT merupakan moda transportasi publik yang unik karena belum banyak kota yang memilikinya. Di Medan, misalnya, baru kereta bandara yang tersedia.
Hanya saja, ada beberapa permasalahan yang masih harus dibenahi untuk mengembangkan moda transportasi publik itu, adalah kurangnya tempat parkir bagi pengguna LRT. "Kalau ada pengendara mobil atau motor yang ingin menggunakan LRT masih sulit mendapatkan lahan parkir. Seharusnya pemerintah menyediakan fasilitas tersebut," ucapnya. Motor dan mobil itu diperlukan penumpang untuk mencapai stasiun LRT terdekat mengingat banyak permukiman tidak terakses angkutan pengumpan.
Sejak 2018
Pembangunan LRT Palembang dimulai pada 21 Oktober 2015 hingga 30 Juni 2018 dengan perpanjangan kontrak hingga 3 Desember 2018 itu. LRT awalnya berfungsi sebagai moda transportasi atlet yang berlaga dalam Asian Games 2018 saat Palembang bersama Jakarta menjadi tuan rumah.
Saat pertama kali beroperasi untuk umum, angka okupasi LRT sangat tinggi. Warga berbondong-bondong menggunakan moda transportasi bernilai investasi Rp 11 triliun itu. Namum mereka naik hanya untuk sekedar menjawab rasa penasaran.
Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Soeharto mengatakan sejak dioperasikan pada 2018 lalu, jumlah penumpang LRT Palembang berfluktuasi. Mengalami peningkatan di awal operasionalnya, jumlah penimpang anjlog saat pandemi Covid-19 melanda.
Namun satu tahun terakhir, lonjakan penumpang terjadi cukup signifikan. Keberadaan angkutan pengumpan (feeder) terbukti mendongkrak okupansi LRT Palembang hingga 29 persen.
Sebelum angkutan pengumpan beroperasi, rata-rata jumlah penumpang harian mencapai 7.239 penumpang. Setelah angkutan pengumpan dioperasikan, Juli-November 2022, rata-rata penumpang harian meningkat menjadi 9.363 orang.
Tingkat keterisian penumpang LRT Palembang juga terus bertambah. Sampai 6 November 2022, jumlah penumpang LRT Palembang mencapai 2,4 juta orang. Angka ini meningkat 56 persen dibandingkan penumpang pada tahun 2021 yang berjumlah 1,5 juta.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Palembang merupakan kota yang beruntung karena telah memiliki moda transportasi publik yang lengkap mulai dari LRT, angkutan pengumpan, bus Trans Musi hingga angkutan sungai.
"Inilah salah satu alasan mengapa Palembang dijadikan kota percontohan integrasi angkutan umum," ujarnya.
Baca juga : LRT Palembang
Karena itu, pemerintah berupaya memberikan kemudahan untuk meningkatkan minat warga Palembang menggunakan angkutan umum utamanya LRT. "Kami bekerjasama dengan akademisi, komunitas, dan pemda untuk mencari solusi agar angkutan umum di Palembang dapat berfungsi optimal," ujar Budi Karya.
Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Ari Narsa menuturkan, sejumlah upaya sudah dilakukan untuk mendongkrak okupansi LRT. Misalnya, mewajibkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) menggunakan LRT Palembang saat pergi ke kantor minimal 1 hari dalam seminggu.
Mewajibkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) menggunakan LRT Palembang saat pergi ke kantor minimal 1 hari dalam seminggu. (Ari Narsa)
Dengan semakin banyak warga yang menggunakan LRT, maka kepadatan lalu lintas dapat berkurang. Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan ruang parkir di stasiun LRT untuk mempermudah masyarakat mengakses LRT. Saat ini, sudah ada tiga stasiun LRT yang memiliki lahan parkir, sisanya akan terus diupayakan tentu melalui kerjasama dengan berbagai pihak.
Subsidi bengkak
Meningkatkan okupansi LRT juga menjadi cara untuk mengikis nilai subsidi angkutan itu. Dalam paparannya dihadapan Anggota Komisi V DPR RI, November 2022 lalu, Kepala Balai Pengelola Kereta Api Ringan (LRT) Sumatera Selatan Dedik Tri Istiantara menyatakan subsidi perintis operasional LRT Palembang pada tahun 2022 mencapai Rp 199,94 miliar. Akan tetapi, pendapatan yang diperoleh baru mencapai Rp 14,79 miliar.
Dengan begitu, kontribusi pendapatan LRT terhadap keseluruhan biaya operasional hanya sekitar 7,4 persen. Padahal, sejak dioperasikan untuk angkutan atlet Asian Games pada 2018, pemerintah telah mengeluarkan subsidi. Pada tahun 2018 subsidi sebesar Rp 86,94 miliar, tahun 2019 Rp 122,49 miliar, dan tahun 2020 Rp 236,16 miliar, dan tahun 2021 Rp 173,70 miliar.
Melihat angkat tersebut, Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Sudewo, menilai, Kementerian Perhubungan seharusnya melakukan studi menyeluruh untuk memangkas ketimpangan. ”Berdasarkan hasil studi, segera dikeluarkan rekomendasi untuk membuat terobosan agar operasional LRT tidak lagi membebani anggaran negara,” ucap Sadewo.
Jika memang sudah dilakukan terobosan tetapi tetap saja LRT Palembang masih membebani negara, Sadewo berpendapat agar operasionalisasi LRT dihentikan. Menurut dia, masih banyak sektor lain yang lebih mendesak untuk diberi subsidi.
Karena itu, koordinasi antarpihak harus diperkuat mengingat operasionalisasi LRT Palembang bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga otoritas bandara dan juga pemerintah daerah.
Kebiasaan baru
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sumsel yang juga akademisi dari Universitas Sriwijaya, Erika Buchari menyebut, keberadaan LRT memberikan kebiasaan baru bagi masyarakat Palembang untuk kembali ke angkutan umum. Namun untuk merealisasikannya butuh peran semua pihak tidak hanya pemerintah pusat.
Pemerintah daerah misalnya bisa memberikan sejumlah regulasi yang memberikan kemudahan bagi warga untuk menikmati akses LRT. Salah satunya dengan angkutan pengumpan. Cara lain adalah memberikan akses parkir yang memadai bagi para pengguna LRT. "Bisa juga dengan menerapkan ganjil-genap di ruas jalan yang padat," katanya.
Pemerintah daerah juga harus mengalokasikan dana transportasi untuk meningkatkan minat masyarakat menggunakan angkutan umum. "Dengan upaya ini diharapkan kebiasaan untuk menggunakan transportasi massal bisa muncul," kata Erika.
Upaya ini juga sejalan dengan harapan Presiden Joko Widodo saat menguji LRT Palembang pada Juli 2018 lalu. LRT diharapkan mampu membangun peradaban dan budaya baru di masyarakat, yakni menggunakan transportasi massal yang aman dan nyaman. Selain itu, LRT juga menumbuhkan budaya tepat waktu, dan budaya antre di tengah masyarakat.