Manado Menyambut Raja, Gorontalo Menyambut Laba
Warta tersiar dari timur tentang sebuah kota pelabuhan yang menyongsong perayaan besar kelahiran seorang raja. Maka, para saudagar dari Gorontalo turut bertolak ke sana untuk meraup laba yang mengiringi perayaan itu.
Warta tersiar dari timur tentang sebuah kota pelabuhan yang sedang menyongsong perayaan besar. Dari jauh-jauh hari, para penduduk menghiasi seisi kota dengan warna-warni kerlip lampu yang membuat malam-malam Desember sehabis hujan semakin syahdu. Kabarnya, semua itu untuk menyambut kelahiran Sang Raja Dunia.
Sesekali pada hari kerja setelah surya tenggelam, sebagian warga kota akan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil untuk berdoa dan bernyanyi, lalu makan bersama. Sedang pada hari Minggu di gereja-gereja, satu demi satu dari empat lilin ungu dinyalakan, pertanda kedatangan bayi yang dinanti-nantikan itu semakin dekat.
Maka, kira-kira sebulan sebelum kelahiran itu, bertolaklah para saudagar muslim dari daerah semenanjung bernama Gorontalo di sisi utara Teluk Tomini menuju Manado, kota pelabuhan di timur itu. Mereka datang bukan untuk ikut dalam perayaan, melainkan untuk menangkap peluang besar dagang yang mengiringinya
Dengan kereta baja roda empat, para pedagang mengangkut ratusan, jika bukan ribuan, kilogram kukis alias kue kering menyusuri kelok Jalan Trans-Sulawesi sejauh 400-an kilometer. Aneka jenis kukis itu, dari fantasi, putri salju, batang macis, kacang kurma, sampai kacang vernis, begitu diminati oleh umat Kristen di Manado yang ingin memeriahkan pesta kelahiran raja mereka, Yesus Kristus, pada Natal yang jatuh pada hari Minggu (25/12/2022).
Pihak penjual dan pembeli akan bertumpah ruah di Wenang, daerah niaga sekitar Pelabuhan Manado tempat orang berangkat ke atau datang dari pulau-pulau di Nusa Utara dan Maluku Raya. Kios-kios semipermanen pun didirikan untuk memajang jajaran stoples dan tumpukan kantong plastik berisi berbagai kudapan yang tampak menggugah selera.
Baca juga: ”Basiap Jo, Natal So Dekat”
Rival Yusuf (27) adalah salah satu pelapak kukis yang turut dalam arus transmigrasi temporer menuju ibu kota Sulawesi Utara itu. Ia dan keluarganya merupakan pemilik usaha kue rumahan Asyraf Cookies dan Aqila Cookies di Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo.
Mereka telah tiba di Manado untuk melapak di emperan jalan di depan Pasar Swalayan Jumbo sejak pekan pertama Desember. Agar bisa pulang dengan bak mobil pikap kosong dan dompet gendut dijejali rupiah, keluarga Rival akan menetap hingga semua kukis ludes terjual. Sebuah rumah di Kelurahan Banjer telah mereka kontrak hingga akhir tahun.
“Orang Gorontalo itu pantang pulang kalau nda bawa doi (uang), supaya orang panggil ‘bos’ di kampung. Kalau pulang cuma bawa nama, setengah mati,” kata Rival berkelakar, Senin (19/12/2022), ketika ditemui di kiosnya.
Sekalipun hanya mengemper, bukan berarti modal keluarga Rival kecil. Mereka membawa 3.000 stoples aneka kue kering dan 2.000 bungkus camilan berbahan kacang berbobot masing-masing 1,5 kg. “Total dari bahan kukis, biaya perjalanan ke sini, sampai sewa rumah, bisa jadi sama dengan satu mobil Avanza baru, cash,” kata dia.
Satu stoples dibanderol Rp 150.000, sedangkan yang dibungkus plastik Rp 50.000-Rp 60.000. Rival belum tahu berapa banyak dagangannya yang sudah terjual setelah dua pekan, apalagi “gangguan” para polisi pamong praja sering terjadi. “Mungkin sejauh ini omzet baru Rp 30 juta, tetapi saya yakin bakal habis nanti akhir tahun,” kata dia.
Kerja sama lewat pasar
Kedatangan para pedagang dari Gorontalo sebenarnya tidak mengherankan. Peluang dagang, ujar Rival, begitu besar di Manado saat Natal karena kebanyakan penduduknya beragama Kristen, sama halnya dengan Lebaran di Gorontalo yang berpenduduk mayoritas muslim.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Sulut bahkan menyatakan telah menyiapkan uang kartal sebanyak Rp 2,3 triliun pada Desember untuk memastikan segala transaksi tunai warga dapat terlaksana. Nilai tersebut setara dengan seperempat dari seluruh kebutuhan uang kartal warga "Bumi Nyiur Melambai" sepanjang 2022, yaitu Rp 8,8 triliun.
Alasan itu pula yang mendorong Erlin Laginta (40) senantiasa bertolak ke Manado setiap Desember selama lima tahun terakhir. Tahun ini, pemilik pabrik kue rumahan di Desa Mongolato, Telaga, Kabupaten Gorontalo, itu membawa 32 lusin atau 384 stoples kue kering serta 1.000 bungkus camilan kacang dengan mobil pikap.
“Di sini saya ngekos dengan suami di daerah Kombos. (Total modal) Kayaknya lebih dari Rp 100 juta. Untungnya mobil (pikap) sudah lunas, dan yang jadi sopir paitua (suami) sendiri, jadi tidak ada biaya tambahan,” kata dia.
Dari pengalaman beberapa tahun terakhir, dagangan Erlin selalu sudah habis pada puncak perayaan Natal. Sebagai seorang pedagang yang beragama Islam, ia merasa turut berperan agar umat kristiani di Manado dapat merayakan Natal dengan lebih meriah. Apalagi, saat ini tak semua orang di Manado memiliki kemewahan waktu untuk membuat kukis sendiri.
Ini diakui Syane Tiwato (57), warga Tanawangko, Minahasa, sekitar 37 km dari Pelabuhan Manado. Sebagai seorang pengusaha rumah makan, ia mengaku sudah tak sempat untuk membuat kue. Kendati begitu, ia tetap harus menyediakan kudapan bagi keluarga dan para tamu yang akan berkunjung ke rumah saat Natal dan tahun baru.
“Sudah lelah, tidak ada waktu juga soalnya sibuk masak di depot. Jadi kukis yang ada di rumah itu semua saya beli,” kata Syane yang baru saja membeli sebungkus kacang vernis dan kacang goyang dari sebuah bak mobil pikap penuh kukis.
Baca juga: Jelang Natal, Pemprov Sulut Hadiahkan Penampilan ”Girl Band” Korea Selatan untuk Warga
Sebaliknya, Fredy Mengko (69), warga Manado, mengatakan istrinya masih lebih suka membuat kukis sendiri, terutama kukis fantasi alias nastar besar bermotif seperti daun. Namun, ia mengaku tidak semua bisa mereka buat sendiri di rumah. “Jadi sebagian kami beli juga dari luar,” kata dia.
Demikianlah sistem ekonomi pasar secara tak langsung turut membangun kerja sama antarumat beragama. Namun, Erlin mengaku tak pernah memikirkan perbedaan agama tersebut. “Ini hal biasa. Saya ke sini untuk menangkap peluang di hari raya, tetapi akhirnya bisa ikut bantu dorang (mereka) merayakan (Natal),” kata Erlin.
Peluang dagang yang muncul dari kebiasaan orang di Kota Manado dan sekitarnya untuk membeli kukis ketimbang membuat sendiri akhirnya juga dimanfaatkan para pedagang Minahasa, seperti Jaine (45) dari Kawangkoan. Dalam sehari, ia bisa mendapatkan omzet Rp 9 juta, atau paling sedikit Rp 7 juta.
“Orang Kota Manado sekarang cari yang praktis sehingga lelah mereka berkurang. Bahan-bahan kue sekarnag juga mahal, sehingga kami ini menghemat waktu dan tenaga mereka,” kata Jaine yang menjadikan mobil pikapnya lapak kukis.
Ia mengaku cukup sulit untuk bersaing dengan pedagang dari Gorontalo. Satu stoples atau bungkus kue yang ia jual biasanya lebih mahal Rp 15.000. “Jadi kami kadang tegur mereka, jangan jual di bawah harga,” kata Jaine.
Bagi budayawan Minahasa, Ivan Kaunang, kebiasaan orang di Kota Manado untuk membuat kukis Natal menunjukkan perkembangan komodifikasi hari raya tersebut. Dahulu, tiap Desember, asap akan mengepul dari rumah-rumah di Manado bersama harum bau kue-kue kering yang dipanggang. Kini, pemandangan itu perlahan lenyap.
“Orang lebih suka beli. Padahal, tradisi membuat kukis itu berkaitan dengan hubungan kekerabatan dalam keluarga, termasuk memberi pelajaran bagi anak-anak kita tentang cara membuat kue. Ada pendidikan dari orangtua kepada anak, tetapi hubungan dalam ruang privat ini memudar,” kata Ivan.
Kendati begitu, bukan semuanya salah sistem pasar. Ivan mengatakan, kelestarian tradisi kini juga dipengaruhi oleh aturan terhadap, antara lain, aparatur sipil negara (ASN). Kini, para pegawai pemerintah di Manado dan kabupaten/kota lainnya tidak bisa lagi pulang pukul 15.00. Waktu bersama keluarga pun berkurang.
“Apalagi kalau macet, sampai rumah malam. Besoknya berangkat kerja pagi lagi. Ini berpengaruh pada pola interaksi keluarga, dan akhirnya berdampak pada tradisi warga menjelang Natal,” kata Ivan.
Terlepas dari itu, peluang meraup laba tak mungkin dilewatkan para pedagang, terutama yang dari Gorontalo. Kegalakan satpol PP pun tidak akan bikin mereka gentar, demi meraup laba dari kelahiran Sang Raja.