Tambang Liar Hadang Pemulihan Hutan dan Lingkungan di Jambi
Upaya pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan menunjukkan hasil positif, sekaligus masih dihadang praktik ilegal tambang emas dan minyak, serta tambang batubara yang kian masif.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Dua tahun terakhir, luas hutan di Jambi terus bertambah seiring meningkatnya akses kelola hutan berkelanjutan oleh rakyat. Di sisi lain, upaya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga masih dihadang aktivitas tambang emas dan minyak ilegal, serta tambang batubara yang kian masif.
Analisis citra satelit Sentinel 2 menunjukkan luas tutupan hutan di Jambi bertambah 30.675 hektar dalam dua tahun terakhir. Hingga Desember 2022, luas hutan Jambi menjadi 912.947 hektar. Luas tersebut bertambah 16.285 hektar atau 2 persen pada tahun ini, dan bertambah 14.000 hektar pada tahun lalu.
”Bertambah luasnya tutupan hutan ini terjadi di sejumlah kawasan kelola masyarakat lewat skema perhutanan sosial,” kata Adi Junedi, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, dalam diskusi dengan jurnalis di Jambi, Selasa (20/12/2022).
Bertambah luasnya tutupan hutan, lanjut Adi, menunjukkan dampak positif dari upaya kelola secara arif oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Dalam catatannya, perhutanan sosial yang didampingi komunitas itu mencapai luas 104.734 hektar. Dengan pengelolaan yang terus dilakukan masyarakat, tutupan hutan di areal perhutanan sosial bertambah 5.525 hektar dalam dua tahun terakhir. ”Ini yang harus terus didukung oleh semua pihak,” ujarnya.
Di sisi lain, tata kelola sumber daya alam di Jambi juga semakin dihadang oleh tambang-tambang liar serta tambang batubara yang kian masif. Dari analisis citra Sentinel 2, terlihat bukaan alur sempadan sungai oleh para petambang emas liar semakin masif. Kerusakannya sudah mencapai 45.896 hektar. Kerusakan itu bertambah luas 3.535 hektar alias naik 8 persen dari tahun sebelumnya.
Hasil citra juga menunjukkan aktivitas tambang ilegal itu semakin jauh masuk ke dalam kawasan hutan dan semakin banyak hadir di lahan masyarakat. Di kawasan hutan, tambang ilegal itu terpantau menyebar dalam kawasan konservasi. Kerusakan itu akan memperburuk kualitas hidup masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tambang hingga hilirnya.
Manajer Komunikasi KKI Warsi, Rudi Syaf, menambahkan, selain tambang emas liar, aktivitas tambang minyak ilegal juga kian parah di Jambi. Karena itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus mengambil langkah tegas untuk menghentikan tambang liar. Sebagai jalan keluar, masyarakat dapat diberdayakan memanfaatkan pengelolaan lahannya secara berkelanjutan.
Di wilayah Bukit Bulan, Kabupaten Sarolangun, sebanyak 27 petambang emas ilegal diberdayakan membudidayakan kakao. Tanaman kakao yang sudah tumbuh sejak 2017 itu kini mulai dipanen.
Lebih lanjut Rudi menyebutkan, tambang batubara di Jambi telah merusak 10.000 hektar lebih lahan. Diperkirakan kerusakan alam yang terjadi bakal semakin masif seiring tingginya permintaan batubara dari negara-negara lain. ”Sebaran tambang batubara pada enam kabupaten di Jambi bakal semakin meluas jika krisis global bertambah parah,” ujarnya.
Pemberantasan menjadi tak mudah karena adanya aparat yang ”bermain-main” sehingga melanggengkan aktivitas ilegal tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Christian Tory mengatakan, upaya pemberantasan tambang emas dan tambang minyak ilegal terus diperkuat. Sepanjang tahun ini ada lebih dari 200 dompeng emas liar dirusak dalam sejumlah operasi oleh aparat.
Namun, diakuinya, pelaku kembali mengulang praktiknya ketika aparat lengah. Ia pun mengakui pemberantasan menjadi tak mudah karena adanya aparat yang ”bermain-main” sehingga melanggengkan aktivitas ilegal tersebut.
Christian menambahkan, sejumlah operasi di hulu kerap terhadang oleh massa yang diperalat para pemodal. Oleh karena itu, pihaknya tak jarang mengupayakan operasi dari hilir, misalnya di tempat-tempat penampungan dan penadahan. Pembuktian terbalik juga menjadi jalan untuk bisa mengungkap auktor kejahatan.