Penguatan Penyediaan Pangan Lokal untuk Sistem Pangan Berkelanjutan
Penguatan penyediaan bahan pangan lokal menjadi kata kunci untuk mewujudkan sistem pangan berkelanjutan. Dominasi karbohidrat dari beras dan terigu harus digantikan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah harus semakin menguatkan penyediaan pangan bagi masyarakat dari bahan pangan lokal. Selain dapat memberikan variasi pangan yang lebih beragam dan semakin meningkatkan ketahanan pangan, penguatan bahan pangan lokal juga dapat berdampak lebih positif pada lingkungan dan sistem pangan nasional.
”Penguatan bahan pangan lokal adalah bagian dari cara untuk mewujudkan sistem pangan yang lebih berkelanjutan,” ujar Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sri Raharjo, dalam pidatonya berjudul ”Pangan Berdaulat, Generasi Sehat, Bangsa Bermartabat” yang disampaikan dalam rapat terbuka perayaan Dies Natalis Ke-73 UGM di Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, Senin (19/12/2022).
Sri memaparkan, konsumsi pangan lokal memiliki sejumlah manfaat dan dampak positif. Dari perspektif lingkungan, misalnya, konsumsi bahan pangan lokal akan mengurangi emisi rumah kaca dan mampu meminimalkan limbah yang dihasilkan karena kerusakan makanan. Selain itu, juga mengurangi penggunaan kemasan karena kedekatan konsumen dan produsen.
Dari aspek sosial ekonomi, konsumsi pangan lokal juga secara otomatis meningkatkan rasa kepemilikan terhadap budaya dan identitas lokal. Terbentuknya pasar pangan lokal ini juga dapat sekaligus menciptakan banyak lapangan kerja di perdesaan.
Dari perspektif kesehatan, konsumsi pangan lokal dengan bahan-bahan segar juga cenderung lebih sehat bagi tubuh. Rantai pasokan makanan yang lebih pendek pada akhirnya juga semakin meminimalkan risiko pembusukan makanan dalam perjalanan.
Penyediaan pangan dari bahan-bahan lokal ini, menurut Sri, perlu terus dikuatkan dan digali kembali. Hal ini perlu dilakukan untuk menghentikan pola konsumsi masyarakat yang selama ini cenderung didominasi karbohidrat dan terigu saja.
”Dominasi konsumsi karbohidrat dan terigu yang mendorong terciptanya pola konsumsi homogen pada akhirnya hanya akan melemahkan ketahanan pangan secara nasional,” ujarnya.
Dominasi konsumsi karbohidrat dan terigu ini didukung sejumlah data. Berdasarkan penelitian dari Badan Litbang Kesehatan RI di tahun 2015, menurut dia, 97,7 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi beras sebagai sumber makanan pokoknya dan 30,2 persen masyarakat mengonsumsi terigu dan berbagai olahannya.
Adapun umbi-umbian, yang merupakan produksi makanan lokal, hanya dikonsumsi oleh 29,6 persen penduduk. Padahal, dari aspek kesehatan, umbi-umbian memiliki indeks glikemik yang jauh lebih baik daripada beras ataupun terigu.
Selain kurang konsumsi pangan lokal, Sri menuturkan, berdasarkan penelitian pada tahun 2018, lebih dari 95 persen masyarakat Indonesia masih kekurangan konsumsi sayur dan buah. Berdasarkan data penelitian yang disusun organisasi pangan dan pertanian dunia FAO di tahun 2022, pada tahun 2020, 1 persen masyarakat Indonesia tidak mampu memenuhi diet cukup kalori. Bahkan, sebanyak 69,1 persen masyarakat tidak mampu membeli dan mencukupi kebutuhan diet sehat.
UGM berupaya berkontribusi dengan terus mengembangkan riset dan penelitian berbasis bahan pangan lokal.
Dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan makanan sehat tersebut, Indonesia masih dibelit masalah-masalah malnutrisi. Sekalipun rata-rata angka kecukupan gizi protein pada anak balita di Indonesia pada tahun 2014 terdata sudah mencapai lebih dari 100 persen, tingkat kecukupan protein pada ibu hamil masih terbilang kurang.
Berdasarkan data yang disusun Badan Litbang Kesehatan RI di tahun 2015, sekitar 55,7 persen ibu hamil di perdesaan dan 49,6 persen ibu hamil di perkotaan mengonsumsi protein kurang dari 80 persen angka kecukupan protein.
Rektor UGM Ova Emilia mengatakan, masalah kedaulatan dan ketahanan pangan yang menjadi salah satu isu strategis nasional turut menjadi perhatian UGM. UGM berupaya berkontribusi dengan terus mengembangkan riset dan penelitian berbasis bahan pangan lokal. Sebagian riset yang sudah dilakukan adalah penelitian terkait swasembada beras dan riset untuk peningkatan produktivitas dari kedelai hitam Mallika.
Presiden Joko Widodo, yang juga turut memberikan sambutan secara daring, mengatakan, segenap sivitas akademika UGM diminta turut terlibat dalam program pemerintah untuk melakukan industrialisasi hilir. Hal ini agar nilai tambah dari bahan sumber daya lokal, termasuk pangan, benar-benar dirasakan oleh masyarakat Indonesia. ”Saya mengajak UGM untuk terlibat bersama, mewujudkan kemandirian dan kedaulatan bangsa,” ujarnya.