Minahasa Utara Pimpin Pengurangan Merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil
Para petambang emas skala kecil di Desa Tatelu dan Talawaan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, berhasil mengurangi secara signifikan penggunaan merkuri untuk ekstraksi emas selama tiga tahun terakhir.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Para petambang emas skala kecil di Desa Tatelu dan Talawaan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, berhasil mengurangi secara signifikan penggunaan merkuri untuk ekstraksi emas selama tiga tahun terakhir dengan beralih ke sianida. Perkembangan serupa diupayakan di desa-desa pusat pertambangan emas rakyat di lima provinsi lain.
Hal itu terungkap dalam kunjungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Kamis-Jumat (15-16/12/2022). Sejak April 2019, kedua lembaga tersebut bekerja sama memberantas merkuri dalam pertambangan emas skala kecil (PESK) melalui program bernama Gold-Ismia.
Direktur Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Yulia Suryanti, yang juga direktur proyek nasional Gold-Ismia, menyatakan pemerintah pusat telah menargetkan sektor PESK 100 persen bebas merkuri pada 2025. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Penghapusan Merkuri.
Program Gold-Ismia menjadi pelopor pencapaian target ini dengan pelaksanaan di enam kabupaten, yaitu Minahasa Utara (Sulut), Halmahera Selatan (Maluku Utara), Gorontalo Utara (Gorontalo), Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat), Kulon Progo (DI Yogyakarta), dan Kuantan Singingi (Riau).
”Setelah implementasi sekitar 3,5 tahun, kami berhasil menurunkan penggunaan merkuri sebesar 23 ton di sektor PESK. Kontribusi Minahasa Utara paling besar, yaitu 13,4 ton atau 58 persen dari total pengurangan di enam lokasi,” ujar Yulia.
Kontribusi besar dari Desa Talawaan dan Tatelu di Minahasa Utara ini tampak dari jumlah tong pelindian (leaching) yang digunakan untuk mengekstraksi emas dengan sianida sebagai pengganti merkuri. Pada 2018 hanya ada 30 tong, tetapi jumlahnya meningkat menjadi 53 pada 2019, kemudian 70 pada 2021, dan akhirnya menjadi 81 pada 2022.
Menurut Yulia, kondisi ini dapat dicapai berkat penyadartahuan dan pelatihan yang mencakup sekitar 3.000 petambang serta aparat pemerintahan dari tingkat provinsi hingga desa, bahkan anak-anak di enam kabupaten. ”Masyarakat kami edukasi tentang bahaya merkuri. Ini kami lakukan melalui orasi sampai pendekatan dengan dongeng serta publikasi komik,” katanya.
Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Pertambangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dadan M Nurjaman, yang juga Deputi Direktur Proyek Nasional Gold-Ismia, mengatakan, para petambang skala kecil mau beralih dari merkuri ke sianida melalui pendampingan intensif. Ia juga memberi pemahaman bahwa sianida lebih efisien.
Ekstraksi dengan sianida memang butuh waktu lebih lama. Di Tatelu dan Talawaan, misalnya, diperlukan sekitar lima hari untuk mengolah 8 ton batuan. Merkuri jauh lebih cepat, tetapi kandungan emas yang didapatkan hanya sekitar 40 persen. ”Dengan sianida, kandungannya bisa sampai 71 persen,” katanya.
Jumlah sianida yang digunakan pun tak terlalu besar. Di dua desa di Minahasa Utara, pengolahan 8 ton batuan hanya butuh 7-18 kilogram. Pasca-pengolahan, racun sianida ia sebut jauh lebih mudah dihancurkan dan dilepaskan ke lingkungan dalam baku mutu yang aman, yaitu 0,5 ppm (bagian per juta).
Penghancuran terhadap limbah merkuri jauh lebih sulit. Dadan mencontohkan dalam proses amalgam atau pembakaran hasil ekstraksi untuk mendapatkan emas, asap yang mengandung merkuri dapat membubung tinggi hingga puluhan kilometer ke langit tanpa terurai.
Menurut data UNDP, sektor PESK di Indonesia melepaskan 195 ton merkuri ke lingkungan. Sebanyak 60 persen ke udara dan masing-masing 20 persen ke air dan tanah. Pada saat yang sama, sektor ini menjadi sandaran hidup bagi sekitar 500.000 petambang di Indonesia.
Manajer Proyek Nasional Gold-Ismia, Baiq Dewi Krisnayanti, mengatakan, situasi ini mengharuskan pemerintah untuk memastikan tidak ada penggunaan merkuri di PESK. Sebab, merkuri dapat merusak lingkungan serta kesehatan manusia, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan merkuri di PESK.
Untuk itu, Gold-Ismia juga telah mendukung penerbitan 14 peraturan daerah terkait rencana aksi daerah pengurangan dan penghapusan merkuri (RAD-PPM), termasuk di Sulut dan Minahasa Utara. Ada pula 18 peraturan pendukung hingga di tingkat desa.
Dewi juga menyatakan, pihaknya telah membantu pendirian dan penguatan kapasitas 54 koperasi petambang, termasuk empat di Tatelu dan Talawaan. Melalui koperasi pula Gold-Ismia membantu pembuatan izin pertambangan rakyat (IPR) yang memenuhi satu persyaratan penting, yaitu bebas dari merkuri.
Pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan adalah membukakan pintu pendanaan untuk para petambang emas skala kecil. Menurut Dewi, sektor perbankan kerap kali tidak memercayai para pelaku PESK karena tidak memahami aliran uang di dalam bisnis tersebut.
Ditambah lagi, butuh investasi sekitar Rp 400 juta untuk membangun pusat pengolahan skala kecil dengan peralatan seperti tromol serta bak penampungan limbah. ”Para petambang masih sulit mengakses pinjaman. Mereka biasanya dimintai sertifikat tanah, padahal di desa-desa banyak tanah yang tidak bersertifikat,” katanya.
Untuk itu, para pengelola proyek Gold-Ismia berupaya mengatasi masalah ini dengan berdialog dengan Otoritas Jasa Keuangan. Pada saat yang sama, Gold-Ismia juga menyediakan alternatif melalui inovasi teknologi. Mereka membuat tangki microleaching (pelindian mikro) dari tangki air PVC.
”Kapasitasnya kecil, cuma 250 kilogram batuan yang bisa masuk. Ini agar para petambang yang tidak punya modal besar tetap bisa mengolah hasil tambang. Ini yang kami lakukan untuk bisa menjangkau para petambang skala kecil di desa-desa,” kata Dewi.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Minahasa Utara Marthen Sumampouw mengatakan, pemerintah kabupaten bangga atas penurunan merkuri yang dicapai. Ia pun menyatakan Minahasa Utara berkomitmen melanjutkan apa yang telah dibangun Gold-Ismia sekalipun program tersebut akan segera berakhir pada paruh pertama 2023.
Kesiapan ini dituangkan dalam kesediaan Minahasa Utara menerima studi banding dari daerah-daerah lain dalam skema training plan. ”Kami khawatir akan kebingungan kalau program sudah selesai. Namun, kami yakin kunjungan-kunjungan dari daerah lain akan membantu mempertahankan apa yang sudah dibangun di sini,” katanya.