Sepanjang Januari-Juli 2022, Badan Penanggulangan Bencana Aceh mencatat banjir terjadi 38 kali. Sebanyak 1.671 rumah tergenang. Aceh Utara menjadi kawasan paling parah terdampak.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Banjir luapan sungai melanda Kabupaten Simeulue, Nagan Raya, Subulussalam, Aceh Timur, Pidie, dan Aceh Besar, Provinsi Aceh. Ratusan rumah warga tergenang, tetapi tidak ada warga yang mengungsi.
Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Aceh mencatat, selama sepekan terakhir banjir menggenangi enam kabupaten itu. Jumlah desa yang tergenang di setiap kabupaten tersebut berbeda, dengan total 23 desa.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Ilyas Yunus, Kamis (15/12/2022), menuturkan, di Simeulue banjir disertai longsor. Banjir menggenangi permukiman, jalan desa, dan sekolah. ”Angin kencang menyebabkan pohon-pohon tumbang menimpa badan jalan. Jalan menuju Bandara Lasikin juga tergenang,” katanya.
Ilyas mengatakan, timnya masih mendata jumlah warga yang terdampak bencana ini dan nilai kerugian. Petugas juga dikerahkan untuk membersihkan material longsor.
Sementara banjir luapan juga terjadi di Pidie. Ketinggian air di lima desa antara 20 cm hingga 50 cm. Petugas telah mendirikan tenda darurat untuk menampung warga yang terdampak. ”Hujan deras beberapa hari membuat Sungai Krueng Paloh di Kecamatan Padang Tiji meluap. Bukan hanya permukiman, persawahan juga terendam,” kata Ilyas.
Adapun banjir di Subulussalam dipicu meluapnya Sungai Tambar sehingga menyebabkan jalan nasional tergenang. Namun, ketinggian air di badan jalan masih bisa dilalui kendaraan. ”Tidak ada pengungsi dalam kejadian ini, tapi BPBD masih mendata korban terdampak dalam kejadian ini,” ungkap Ilyas.
Ilyas mengatakan, BPBD kabupaten/kota diminta meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi banjir. Hingga akhir tahun, sebagian besar wilayah Aceh berpotensi dilanda hujan dengan intensitas tinggi.
Sepanjang Januari-Juli 2022, BPBA mencatat banjir terjadi sebanyak 38 kali. Sebanyak 1.671 rumah tergenang. Aceh Utara menjadi kawasan paling parah terdampak. Banjir menyebabkan 505 hektar sawah dan jembatan rusak. Ilyas memperkirakan dampak banjir mengakibatkan kerugian Rp 1,2 miliar.
Peneliti Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Ella Meilianda, menuturkan, kawasan banjir umumnya dataran rendah yang berdekatan dengan sungai-sungai kecil yang menuju muara.
Menurut Ella, perlu normalisasi sungai-sungai agar debit air tertampung. ”Intensitas hujan juga cukup tinggi sehingga sungai tidak mampu menampung,” katanya.
Namun, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, penggunaan lahan yang tidak sesuai fungsi memicu kerentanan lingkungan.
Dia mencontohkan, banyak tutupan hutan di Aceh Timur dan Aceh Utara telah berubah menjadi perkebunan sawit. Padahal, kawasan itu umumnya berada di area daerah aliran sungai. Kehilangan tegakan pohon membuat tanah tidak mampu menyerap air.
Akibatnya, limpasan air hujan akan langsung meluncur ke sungai. Dalam waktu yang sama, banyak sungai dalam keadaan dangkal sehingga debit air yang naik justru meluap ke permukiman warga.