Sudah Dihentikan Polisi, Tambang Ilegal Dekat IKN Kembali Beroperasi
Tambang batubara ilegal di dekat IKN kembali beroperasi meskipun sudah dihentikan polisi. Lebih dari 5 hektar lahan sudah ditambang. Warga telah melaporkan ke berbagai pihak, salah satunya ke Menko Polhukam.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Meskipun sudah dihentikan polisi, tambang batubara ilegal di dekat Ibu Kota Nusantara atau IKN kembali beroperasi. Untuk kesekian kalinya, warga akhirnya melayangkan surat ke berbagai instansi pemerintah pusat. Sebab, laporan terakhir ke kepolisian belum ditindaklanjuti.
Tambang tak berizin itu beroperasi di kawasan Gunung Tengkorak di Desa Suko Mulyo, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Desa ini terletak sekitar 30 kilometer dari Titik Nol Ibu Kota Nusantara.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Kaltim menyatakan bahwa tambang batubara ilegal di sana sudah dihentikan pada Sabtu (24/9/2022). Mereka memastikan tambang tersebut tak berizin atau ilegal. Polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu (Kompas, 28/9/2022).
”Besok sorenya sudah beroperasi lagi itu dan masih terus jalan sampai sekarang. Berhenti kalau hujan saja,” ujar Kepala Desa Suko Mulyo Samin saat dihubungi dari Balikpapan, Rabu (14/12/2022).
Samin mengatakan, alat berat pengeruk dan pengangkut batubara mulai masuk ke desanya pada akhir 2019. Sejak awal 2020, ia dan warga sudah melaporkannya ke berbagai pihak, termasuk kepolisian. Kendati demikian, aktivitas tersebut terus berjalan 24 jam.
Bahkan, sejumlah lahan garapan warga dan tanaman warga juga digerus tanpa izin dan ganti rugi. Warga yang protes malah ditantang untuk menunjukkan surat-surat oleh petugas tambang yang bekerja. Menurut Samin, sebagian besar warga mempunyai surat garapan dan segel.
Saat ini, lebih dari 5 hektar di banyak titik di Gunung Tengkorak masih terus digali untuk diambil batubaranya. Saat malam hari, warga tidak nyaman dengan bisingnya ekskavator yang terus menggali batubara.
Sebagian besar truk pengangkut batubara pun melewati jalan desa. Akibatnya, warga terkena imbas debu batubara dari aktivitas tersebut. Aroma batubara juga tercium sampai ke permukiman warga.
”Beberapa hari lalu kami sudah kirim surat ke Menko Polhukam dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta. Sebab, pada 2 Desember 2022 kami sudah melapor ke hotline Polda Kaltim, belum ada tindakan di lapangan,” kata Samin.
Pada 7 September 2022, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan melakukan verifikasi lapangan terkait aduan warga. Dalam berita acara yang salinannya diberikan kepada pemerintah desa, tim menyatakan tambang batubara yang dilaporkan warga dipastikan tak berizin atau ilegal.
Berdasarkan tinjauan lapangan tim verifikasi, tambang itu berada di kawasan area penggunaan lain hingga masuk kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Dalam berita acara juga tim menyatakan penambangan itu bukan dilakukan masyarakat sekitar.
Tambang ilegal bisa merebak dan eksis di Kaltim lantaran ada rantai bisnis yang saling menguntungkan.
Tim verifikasi juga menemukan fakta bahwa tambang batubara tersebut dibekingi oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan. ”Kalau sudah terbukti ilegal, warga berharap semua ditelusuri. Dari mana asal barang batubaranya, siapa petambangnya, dan seterusnya,” kata Samin.
Padahal, selama proses pembangunan awal IKN, Polda Kaltim mengerahkan tim khusus yang bertugas di sekitar Kecamatan Sepaku. Tim tersebut rutin berpatroli ke berbagai lokasi pembangunan dan berkomunikasi dengan warga. Untuk itu, Samin heran kenapa sulit sekali menghentikan tambang tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Yusuf Sutejo belum memberi jawaban rinci. Pihaknya akan menilik terlebih dahulu laporan yang masuk melalui hotline Polda Kaltim. ”Saya cek dulu, ya,” kata Yusuf melalui pesan singkat.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Mareta Sari mendesak kepolisian bekerja secara profesional, independen, dan akuntabel dalam menangani kasus tambang ilegal di Kaltim. Beroperasinya kembali tambang ilegal yang sudah dihentikan menandakan belum maksimalnya penegakan hukum dalam kejahatan lingkungan di Kaltim.
Dari berbagai pendekatan, Jatam Kaltim mencatat sedikitnya ada 161 titik yang diduga ditambang secara ilegal. Jatam Kaltim pun sudah melaporkan 11 kasus dugaan tambang ilegal, tetapi hanya dua laporan yang berjalan proses hukumnya (Kompas.id, 8/12/2022).
Proses hukum yang menyeluruh, kata Mareta, amat penting untuk memutus mata rantai bisnis tambang ilegal di Kaltim. Sebab, tambang ilegal tidak hanya soal siapa yang menambang. Tambang ilegal bisa merebak dan eksis di Kaltim lantaran ada rantai bisnis yang saling menguntungkan.
Misalnya, selain pemodal dan petambang batubara, ada pengamanan yang biasanya dilakukan oleh penegak hukum nakal. Dalam bahasa keseharian warga, ini disebut dengan istilah beking. Selanjutnya, ada kapal pengangkut batubara hingga pembeli batubara. Rantai bisnis tersebut, ujar Mareta, penting untuk diusut dan ditindak secara hukum.
”Batubara yang ditambang secara ilegal, kemudian ada yang membeli, itu, kan, jadi pertanyaan. Kita tidak tahu apakah batubara ilegal itu seolah-olah menjadi legal dan turut diekspor ke luar negeri juga,” ujar Mareta.
Tambang ilegal tidak hanya merugikan warga, tetapi juga negara. Dalam sejumlah liputan Kompas, tambang ilegal mengeruk lahan warga tanpa adanya kompensasi. Akibatnya, usaha perkebunan warga yang sudah dirintis bertahun-tahun sirna begitu saja.
Selain itu, penambangan batubara ilegal selalu meninggalkan kerusakan lingkungan berupa lubang tambang. Hal itu mengancam dan merugikan warga sekitar, seperti adanya bencana banjir, tanah longsor, dan menurunnya kualitas air.
”Tambang ilegal jelas merugikan negara. Uang hasil pertambangan yang seharusnya disetorkan sebagai pajak malah masuk ke orang-orang di rantai bisnis tambang tersebut,” ujar Mareta.