Motif pelaku penganiayaan polisi di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dipicu cekcok mulut karena korban meminta uang dan sabu kepada para pengedar narkoba.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Tewasnya seorang anggota polisi dari Polda Kalimantan Tengah di Kampung Narkoba, Kota Palangkaraya, terungkap. Korban cekcok mulut dengan para pelaku dan meminta jatah uang juga sabu untuk dikonsumsi sendiri.
Sebelumnya, seorang anggota polisi Ajun Inspektur Dua (Aipda) Andre Wibisono meninggal di Rumah Sakit Bhayangkara setelah dikeroyok sejumlah orang. Ia meninggal tanpa mendapatkan penanganan medis.
Andre dibawa warga di Kompleks Puntun, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang dikenal sebagai kampung narkoba. Saat dibawa ke rumah sakit, Andre sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri meski sempat meminta pertolongan warga.
Pihak rumah sakit pun melakukan visum terhadap korban dan menemukan beberapa luka sayat senjata tajam, lebam, luka karena benda tumpul, dan peluru senapan angin yang bersarang di tubuh korban. Semua luka itu terdapat di kepala hingga sekujur tubuh korban.
Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan kini menetapkan setidaknya 10 tersangka penganiayaan tersebut. Mereka berinisial SH, AL, NR, MI, BD, SD, EJ, AK, AD, dan TE. Saat diperiksa di Polresta Palangkaraya mereka mengaku mengeroyok korban karena cekcok mulut.
Kepala Kepolisian Resor Kota Palangkaraya Komisaris Besar Budi Santosa menjelaskan, korban Aipda Andre Wibisono dianiaya hingga tewas saat meminta jatah uang dan sabu di loket penjualan narkoba sebelum kejadian.
”Korban datang sendiri ke lokasi dan meminta jatah uang dan narkoba pada pengedar berinisial SY,” kata Budi di Palangkaraya, Senin (12/12/2022).
Korban datang ke lokasi pada Jumat (2/12/2022) sendirian. Ia datang ke sebuah rumah yang diduga sebagai tempat penjualan narkoba dan meminta sejumlah uang dan sabu. Salah satu warga yang diduga pengedar berinisial SY pun melayani permintaan korban.
Di dalam rawa-rawa itu korban dipukul dengan kayu, palu, dan ditembak hingga akhirnya sekarat lalu tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Setelah mendapatkan uang dan sabu dari SY, kata Budi, korban meminta hal yang sama kepada pengedar lainnya berinisial R. Namun berbeda dengan SY, R menolak melayani permintaan korban. Cekcok pun terjadi.
”Tak hanya cekcok mulut, tetapi dilanjutkan perkelahian. Saat terjadi perkelahian itu korban sempat mencabut pisau. Saat itu juga muncul pelaku AD mengambil pisau tersebut lalu membuangnya, AD juga sempat memukul korban,” kata Budi.
Keributan itu mengundang reaksi dari sejumlah rekan AD hingga akhirnya pengeroyokan dan penganiayaan terjadi. Para pelaku menggunakan senjata tajam dan benda tumpul, seperti balok kayu, dan senjata air softgun.
Pelaku yang melakukan pengeroyokan itu terus bertambah. Mereka berinisial SH, AL, NR, MI, BD, SD, EJ, AK, dan TE. Korban sempat kabur dan melompat ke rawa-rawa, lalu meminta pertolongan.
”Di dalam rawa-rawa itu korban dipukul dengan kayu, palu dan ditembak hingga akhirnya sekarat lalu tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit,” kata Budi.
Korban sempat dievakuasi oleh warga sekitar dengan menggunakan gerobak yang videonya sempat viral di media sosial. ”Hasil visum dan otopsi, ada dua proyektil peluru yang bersarang di leher dan telinga kanan, kemudian ada pukulan benda tumpul di bagian kepala kanan belakang. Itu yang menyebabkan korban tewas,” ujarnya.
Sejak awal, lanjut Budi, pelaku menyadari jika korban adalah anggota polisi dan tetap melakukan penganiayaan. Sampai saat ini baru 10 orang yang jadi tersangka, dua orang lain masih dalam pemeriksaan, yakni SY dan R. Keduanya juga diduga menjadi pengedar, tetapi saat ini masih diperiksa sebagai saksi.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar (Kombes) Kismanto Eko Saputro mengungkapkan, pihaknya akan mengusut tuntas kasus tersebut, baik soal penganiayaan maupun jika ada pidana narkotika dalam kasus tersebut. Pihaknya, melalui satuan Reserse Narkoba Polda Kalteng, juga menggelar razia di Kampung Narkoba tersebut.
”Kapolda mengimbau anggota agar tidak melakukan pelanggaran, contohnya seperti yang dilakukan korban (Aipda Andre). Jika ditemukan kasus serupa lagi akan diambil tindakan tegas berupa pemecatan tidak hormat kepada anggota Polri dan diproses secara hukum yang berlaku,” ungkap Eko.