Dana Hibah Rp 196 Miliar di Dinas Perikanan Aceh Dipersoalkan
Anggaran tersebut dipakai untuk belanja pengadaan benih ikan, pakan, obat-obatan, dan perlengkapan. Total realisasi belanja Rp 141,2 miliar dari total anggaran Rp 196 miliar.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Dana hibah pada Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Provinsi Aceh, tahun anggaran 2019 sebesar Rp 196 miliar dipersoalkan. Anggaran tersebut diperuntukkan program hibah benih ikan, pakan, dan perlengkapan untuk masyarakat pesisir.
Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara-Aceh pada Senin (12/12/2022) melakukan aksi di depan kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh. Mereka mengangkat isu transparansi dana hibah, percepatan perizinan layar untuk nelayan, dan pemanfaatan fasilitas perikanan di daerah
Para mahasiswa itu mengusung spanduk dan poster bertuliskan desakan pengusutan penggunaan dana hibah. Mereka melakukan orasi secara bergantian. Aksi mahasiswa diawasi oleh kepolisian.
Koordinator aksi Sabaruddin mengatakan, penggunaan dana hibah Rp 196 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2019 perlu dibuka kepada publik. ”Kami meminta Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan bertanggung jawab dan membuka dugaan penyelewengan dana hibah Rp 196 miliar,” kata Sabaruddin.
Sebelumnya, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh menemukan belanja bahan atau material berupa pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat yang telah memenuhi kriteria penerima hibah. Namun, kegiatan tersebut tidak dianggarkan dalam belanja hibah barang yang akan diserahkan kepada pihak ketiga atau masyarakat.
Anggaran tersebut dipakai untuk belanja pengadaan benih ikan, pakan, dan perlengkapan. Total realisasi belanja Rp 141,2 miliar dari total anggaran Rp 196 miliar.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Kariamansyah menuturkan, persoalan penggunaan dana hibah kini sedang didalami kejaksaan. ”Dokumennya sedang diteliti Kejaksaan Tinggi Aceh. Kita tunggu saja hasilnya,” kata Kariamansyah.
Menurut Kariamansyah, penyaluran benih ikan, pakan, obat-obatan, dan sarana tidak dapat disebut hibah sebab pada DKP Aceh tidak ada program hibah. ”Tetapi pemeriksa menganggap itu dana hibah,” ujar Kariamansyah.
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh Askalani mengatakan, dugaan ketidaksesuaian penggunaan anggaran hasil audit BPK RI Provinsi Aceh merupakan temuan yang harus diungkap.
Askalani mengatakan, berdasarkan Pelaksanaan dan Perubahan Anggaran (DPPA) serta dokumen pertanggungjawaban secara uji petik diketahui dari realisasi belanja tersebut, antara lain untuk bantuan bibit, pakan ikan, obat-obatan, serta sarana dan prasarana kepada kelompok masyarakat dan Balai Benih Ikan (BBI), merupakan milik kabupaten/kota.
Askalani menambahkan, dokumen audit BPK menyimpulkan bahwa kegiatan pemberian bantuan tersebut belum tepat sehingga perlu diungkap lebih jauh.
”Alasan BPK menyimpulkan pemberian bantuan di DKP Aceh belum tepat dikarenakan pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat tidak dianggarkan pada belanja barang dan jasa. Kemudian, tidak seluruh pertanggungjawaban didukung dengan proposal atau usulan dari DKP kabupaten/kota,” ujar Askalani.