Semeru Turun Status, Tanggap Darurat Bencana Terus Berjalan
Tanggap darurat erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang masih berlangsung hingga 17 Desember 2022. Masyarakat tetap dilarang beraktivitas di sektor tenggara dengan radius 13 kilometer dari puncak.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, turun status dari Awas menjadi Siaga. Meski begitu, tanggap darurat bencana masih akan berlangsung hingga 17 Desember 2022. Masyarakat tetap dilarang beraktivitas di sektor tenggara dengan radius 13 kilometer dari puncak gunung tertinggi di Jawa itu.
Dalam siaran pers Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada Jumat (9/12/2022) disebutkan bahwa Gunung Semeru turun status dari Level IV (Awas) menjadi Level III (Siaga). Status baru ini terhitung sejak 9 Desember 2022 pukul 12.00 WIB.
Tingkat aktivitas Gunung Semeru akan ditinjau kembali jika muncul gempa-gempa vulkanik dan deformasi yang berkaitan dengan proses suplai magma ke permukaan (gempa frekuensi rendah, tremor) dalam kecenderungan signifikan.
”Karena potensi bahaya turun dan akumulasi material vulkanik yang terdapat di sekitar puncak tidak lagi signifikan, Semeru turun status satu level dari Awas (level IV) ke Siaga (level III),” kata Koordinator Gunung Api PVMBG Oktory Prambada.
Potensi ancaman bahaya Semeru saat ini berupa banjir lahar. Hal ini terjadi apabila material erupsi dan awan panas guguran tercampur dengan hujan berintensitas tinggi, terutama di sungai yang berhulu di puncak (Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, dan Besuk Sat, serta anak-anak sungai di sekitarnya).
Meski status Semeru sudah turun satu level, Wakil Bupati Lumajang Indah Masdar mengatakan, tanggap darurat erupsi Semeru masih berlangsung hingga 17 Desember 2022. ”Tanggap darurat masih berjalan,” ujarnya.
Indah menyatakan, satuan tugas kebencanaan pun tetap bekerja karena masih berpotensi sewaktu-waktu terjadi perluasan dampak awan panas dan aliran lahar dari Semeru. Masyarakat juga tetap dilarang beraktivitas di sektor tenggara Semeru dengan radius 13 kilometer (km) dari puncak.
Sekretaris Desa Candipuro, Kabupaten Lumajang, Abdul Azis mengatakan, hingga kini jalur Curah Kobokan tetap belum bisa dilalui. Jalur itu sebagai jalur alternatif penghubung Kecamatan Candipuro dengan Pronojiwo. Akses dua kecamatan tersebut melalui piket nol terputus akibat longsor beberapa waktu lalu.
”Jalur Curah Kobokan sudah dibersihkan dan akan dibuka setelah ada surat keputusan satgas kebencanaan. Hingga kini jalur tersebut belum boleh dilewati,” kata Azis.
Hingga saat ini, PVMBG tetap meminta masyarakat mematuhi sejumlah rekomendasi terkait Semeru. Rekomendasi itu mencakup tidak melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan dan Kali Lanang sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi).
Selain itu, warga diminta tidak melakukan aktivitas di sungai dan tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan. Hal ini karena daerah itu berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.
Gunung Semeru pada Minggu (4/12) erupsi dan mengeluarkan awan panas guguran sejauh 7 km dari puncak. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini meski sempat membuat panik warga.
PVMBG mencatat erupsi yang disertai awan panas guguran (APG) Gunung Semeru saat itu terjadi pada pukul 02.46 WIB. Ketinggian kolom erupsi mencapai 1.500 meter di atas puncak.
Sumber APG disebutkan berasal dari tumpukan material di ujung lidah lava, yang berada sekitar 800 meter dari puncak (Kawah Jonggring Seloko). APG tersebut berlangsung menerus dan hingga pukul 06.00 WIB jarak luncur telah mencapai 7 km dari puncak ke arah Besuk Kobokan.