Kaltim Targetkan Bentuk 108 Kampung Iklim Baru sampai 2030
Dari target 200 kampung iklim pada 2030, saat ini Pemprov Kalimantan Timur sudah membentuk 92 kampung iklim.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kalimantan Timur sudah membentuk 92 kampung iklim sejak 2018 dari target 200 kampung iklim pada 2030. Untuk memitigasi perubahan iklim, selain program tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga sedang merancang pembangunan hijau dalam rencana pembangunan daerah.
Program kampung iklim atau proklim adalah program nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program ini bertujuan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Program ini juga berupaya mengungkit kesejahteraan warga saat perubahan iklim bisa diantisipasi dengan baik.
”Berdasarkan data, target Kaltim tinggal 108 kampung iklim sampai tahun 2030 nanti,” ujar Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi melalui keterangan tertulis, Jumat (9/12/2022).
Proklim di Kaltim sudah berjalan sejak 2018. Hingga tahun 2022, sebanyak 92 lokasi kampung iklim sudah terbentuk di sembilan kabupaten/kota di Kaltim. Kampung iklim itu tersebar di Balikpapan (22 kampung), Samarinda (14), Bontang (2), Kutai Kartanegara (18), Berau (10), Paser (13), Kutai Timur (6), Kutai Barat (6), dan Penajam Paser Utara satu kampung iklim.
Melalui kampung iklim tersebut, pemerintah dan warga sama-sama mengidentifikasi apa saja dampak dan ancaman perubahan iklim yang mungkin dihadapi warga. Setelahnya, mereka sama-sama menyusun program yang bisa dijalankan bersama. Program tersebut juga diproyeksikan bisa memberi manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi warga.
Beberapa kegiatan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan di kampung iklim, antara lain, program pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor; peningkatan ketahanan pangan; antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, ablasi, atau erosi akibat angin dan gelombang tinggi; pengendalian penyakit terkait iklim; dan kegiatan lain yang bisa meningkatkan adaptasi perubahan iklim.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kaltim Sri Wahyuni mengatakan, Pemprov Kaltim berkomitmen menjadikan ekonomi hijau sebagai bagian program pembangunan daerah. Tujuannya ialah pembangunan di Kaltim tidak turut memperparah emisi gas rumah kaca dan berdampak pada mitigasi krisis iklim.
Melalui berbagai kajian, menurut Sri, Pemprov Kaltim bakal memasukkan perspektif ekonomi hijau dalam menyusun rencana pembangunan daerah 2024-2025. Ekonomi hijau dalam pembangunan daerah di Kaltim dinilai amat penting untuk mengantisipasi pembangunan yang masif di masa depan.
Sebab, pihaknya memprediksi pembangunan Ibu Kota Nusantara juga bakal berdampak pada pembangunan di Kaltim. Misalnya, penduduk Kaltim diprediksi bakal bertambah lantaran banyak orang yang akan mendekat ke IKN. Pembangunan hunian juga diprediksi meningkat. Untuk itu, kata Sri, konsep pembangunan yang ramah lingkungan amat diperlukan untuk mengurangi risiko kerusakan lingkungan.
Beberapa waktu lalu, Kaltim telah menerima 20,9 juta dollar AS atau setara Rp 320 miliar dari Bank Dunia. Dana itu diberikan karena Kaltim dinilai sudah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 22 juta ton setara karbon dioksida dalam Program Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan atau Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF).
Keberhasilan itu, kata Sri, berkat sejumlah langkah yang dilakukan sejak 2010. Salah satunya, Pemprov Kaltim membuat berbagai peraturan untuk menguatkan pembangunan berwawasan lingkungan.
”Peraturan tersebut diimplementasikan melalui berbagai program pembangunan yang ramah lingkungan, baik oleh pemerintah daerah maupun perusahaan yang beroperasi di Kaltim,” ujar Sri.