Ketegasan institusi Polri terhadap anggota yang nakal dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap kepolisian.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sepanjang tahun 2022, Polda Maluku memecat 25 anggotanya yang terlibat berbagai kasus, seperti desersi, asusila, dan narkotika. Pemecatan itu sebagai bentuk komitmen Polri yang tidak akan melindungi anggotanya yang bermasalah. Masyarakat mengapresiasi langkah tersebut karena dianggap sebagai pembersihan di internal tubuh Polri.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, Kamis (8/12/2022), mengatakan, pemecatan terakhir dilakukan untuk lima personel. Mereka yang dipecat pada Desember 2022 ini adalah Brigadir Satu Vincent Brian Selano, Brigadir Kepala Samuel Victor Nussy, Brigadir Pieter Anthonie Matulessy, Brigadir Satu Tarman Buton, dan Bhayangkara Satu Lagafur Labiru.
Menurut Roem, pemecatan itu sudah melewati proses yang panjang hingga diputuskan dalam sidang kode etik yang digelar oleh internal Polri. Beberapa di antara anggota yang dipecat itu kemudian menjalani proses hukum di pengadilan umum karena melakukan tindak pidana seperti narkotika.
Justru oknum-oknum nakal itu yang membuat orang bahkan sampai membenci Polri. Padahal, di dalam tubuh Polri terlalu banyak anggota yang baik. (Mostafa Renwarin)
Pemecatan merupakan pilihan akhir setelah rangkaian pembinaan secara internal gagal membawa perubahan bagi anggota yang bersangkutan. ”Tentu sudah melewati tahapan seperti teguran. Namun, kalau tidak berubah, ujungnya seperti ini. Mungkin yang dipecat itu merasa tidak cocok lagi menjadi bagian dari institusi Polri,” ujar Roem.
Ia menegaskan, pemecatan itu sebagai bentuk komitmen Polri untuk tidak melindungi anggota yang bermasalah. Dengan begitu, publik juga percaya bahwa Polri yang melakukan penegakan hukum terhadap masyarakat sipil tetap tegas terhadap anggotanya.
Roem memaparkan, masih banyak anggota Polri yang melaksanakan tugas mereka dengan baik. Sebagai contoh, pada Desember 2022, Polda Maluku memberikan penghargaan kepada tujuh anggota yang dinilai berprestasi, berdedikasi tinggi, dan memiliki loyalitas tanpa batas, serta memiliki terobosan kreatif.
Tujuh orang dimaksud adalah Komisaris Syahrul Awab, Ajun Inspektur Dua Markus Akolo, Ajun Inspektur Dua Deddi Limahuwey, Brigadir Kepala Andri Setiawan, Brigadir Kepala Danni Limahuwey, dan Brigadir Satu Irfan Prawira Idris. Mereka tersebar di polda dan polres.
Syahrul Awab yang kini bertugas di Ditreskrimum Polda Maluku dinilai telah mengutamakan tugas menjaga kamtibmas. Ketika menjabat Wakil Kepala Polres Tual beberapa waktu lalu, Awab yang terkena luka panah tetap berada di lapangan untuk melerai warga yang bertikai.
Diapresiasi
Toni Pelupessy (21), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, mengapresiasi pemecatan yang dilakukan Polda Maluku. Pemecatan itu dinilai sebagai upaya bersih-bersih di dalam tubuh Polri agar bebas dari oknum anggota yang nakal. Pemecatan itu diharapkan membawa efek jera bagi semua anggota.
”Saat ini, Polri sedang dalam sorotan masyarakat lantaran ada jenderal yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan berencana. Kepercayaan masyarakat berkurang jauh. Langkah bersih-bersih ini diharapkan membawa perubahan ke depan. Itu yang menjadi harapan semua,” ujarnya.
Mostafa Renwarin (45), warga Maluku, berpandangan, ada masyarakat yang merasa puas jika Polri bersikap tegas terhadap anggota yang nakal. Ketegasan itu dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Polri tak hanya menindak masyarakat, tetapi juga memproses hukum anggota yang bersalah.
”Justru oknum-oknum nakal itu yang membuat orang bahkan sampai membenci Polri. Padahal, di dalam tubuh Polri terlalu banyak anggota yang baik. Mereka hidup sederhana dan selalu membantu masyarakat yang susah. Kita dukung Polri menjadi lebih baik,” ucapnya.