Aktivitas pertambangan tanpa izin atau ilegal merambah wilayah Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Warga menuntut agar aktivitas pertambangan ditindak dan dihentikan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Aktivitas pertambangan tanpa izin atau ilegal merambah wilayah Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Warga setempat melayangkan pengaduan ke beberapa lembaga dan kementerian di Jakarta. Mereka menuntut agar aktivitas pertambangan ditindak dan dihentikan.
Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) Kabupaten Hulu Sungai Tengah didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sudah melayangkan pengaduan ke beberapa lembaga dan kementerian di Jakarta. Pengaduan ini merupakan tindak lanjut dari aksi damai Aliansi Selamatkan Meratus di depan Gedung DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada 25 Oktober 2022.
Pelaksana Tugas Sekretaris Gembuk Riza Rudy mengatakan, warga telah menemukan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Hulu Sungai Tengah. Aktivitas pertambangan tanpa izin mengeruk batubara di daerah Pegunungan Meratus. Penambangan ilegal dilakukan secara manual dan batubaranya dimasukkan ke dalam kemasan karung.
”Dengan sejumlah bukti dan dokumen pendukung, masyarakat Hulu Sungai Tengah diwakili Gembuk melayangkan pengaduan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, yang juga ditembuskan ke Kepala Polri,” kata Rudy dalam konferensi pers secara daring, Kamis (8/12/2022).
Gembuk juga melakukan audiensi dan pengaduan ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; serta ke Kantor Staf Presiden Kementerian Sekretariat Negara.
Adapun tuntutan dari pengaduan tersebut adalah meminta aparat penegak hukum segera menindak pertambangan tanpa izin yang semakin marak di Hulu Sungai Tengah serta mencabut perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) PT Antang Gunung Meratus pada blok konsesi yang berada di Hulu Sungai Tengah.
Selanjutnya, menuntut pemerintah melalui aparat penegak hukum segera menindak mafia dan cukong penebangan liar (illegal logging) yang diduga juga melibatkan oknum aparat, serta menghentikan perizinan baru terkait industri ekstraktif tambang batubara atau perkebunan sawit skala besar di Kalsel.
Menurut Rudy, setelah aksi damai di depan gedung DPRD, forum koordinasi pimpinan daerah Hulu Sungai Tengah ikut menandatangani dokumen kesepakatan bersama tentang penolakan aktivitas tambang yang ilegal maupun legal dan juga menolak perkebunan monokultur sawit di Hulu Sungai Tengah. Bupati Hulu Sungai Tengah Aulia Oktafiandi dan Sekretaris Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Muhammad Yani juga hadir dan ikut menandatangani.
”Setelah aksi itu, kami telah mengajukan laporan ke Polres Hulu Sungai Tengah, yang juga ditembuskan ke Polda Kalsel. Namun, hingga saat ini belum ada upaya hukum maksimal, seperti perkembangan laporan atau penetapan tersangka pelaku PETI tersebut,” katanya.
Dikawal bersama
Oleh karena itu, Gembuk bersama Walhi sepakat membawa kasus ini ke tingkat nasional agar dapat dikawal bersama oleh masyarakat Kalsel dan Indonesia pada umumnya. Hal itu mengingat Hulu Sungai Tengah merupakan salah satu kabupaten yang rentan terhadap bencana ekologis (banjir dan longsor) dan merupakan daerah penyangga pangan.
Kami yakin bisa melanjutkan hidup dengan tenang tanpa tambang dan sawit.
”Dari 13 kabupaten/kota di Kalsel, Hulu Sungai Tengah merupakan kabupaten yang secara tegas menolak eksploitasi industri ekstraktif skala besar, seperti pertambangan batubara dan perkebunan sawit. Kami yakin bisa melanjutkan hidup dengan tenang tanpa tambang dan sawit,” kata Rudy.
M Jefry Raharja, anggota staf Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel, mengatakan, dari sembilan kabupaten di Kalsel yang mencakup wilayah Pegunungan Meratus, Hulu Sungai Tengah merupakan satu-satunya yang belum dieksploitasi masif oleh industri ekstraktif. Oleh karena itu, penting menjaga agar daerah Pegunungan Meratus tetap lestari.
”Semangat itu seharusnya dipraktikkan oleh pemerintah dengan menindak pertambangan ilegal dan mencabut izin PKP2B yang masih ada di Hulu Sungai Tengah seluas 3.363 hektar,” katanya.
Menurut Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional Fanny Tri Jambore, ada beberapa hal yang membuat situasi yang dialami warga Hulu Sungai Tengah terjadi di hampir semua daerah di Indonesia. Salah satunya adalah sistem yang bobrok serta budaya hukum yang masih belum jelas dan tegas.
”Kebijakan pemerintah daerah yang baik bisa saja tumpang tindih atau diabaikan, bahkan cenderung ditabrak oleh kebijakan pusat. Desentralisasi mesti dilakukan kembali agar terimplementasi kebijakan yang diinginkan masyarakat di daerah dan kebijakan itu sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” katanya.