Jutaan Meter Kubik Material Vulkanik di Puncak Semeru Berpotensi Longsor
Tumpukan material vulkanik di puncak Semeru diduga masih tersisa 3 juta meter kubik. Material itu berpotensi longsor. Masyarakat diminta tetap waspada.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Tumpukan material vulkanik di puncak Gunung Semeru diperkirakan masih tersisa 3 juta meter kubik. Material itu berpotensi longsor jika kondisinya tidak stabil sehingga mengancam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, masyarakat tetap diminta waspada dan menjauhi daerah rawan bencana sebagaimana rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Dalam siaran pers Evaluasi Tingkat Aktivitas Gunung Api Indonesia oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (7/12/2022), disebutkan bahwa meski aktivitas Gunung Semeru melandai, masyarakat diharapkan tetap waspada karena status Semeru masih Awas (level IV). Dijelaskan, Gunung Semeru saat ini masih mengalami krisis kegempaan serta masih berpotensi mengalami erupsi, memunculkan awan panas guguran dan lahar.
”Kami berharap semua pihak bekerja sama untuk mencegah dampak negatif erupsi Semeru ini dengan mematuhi rekomendasi yang ada. Masyarakat juga diharapkan patuh dan menjauhi kawasan rawan bencana Semeru agar tidak muncul korban, jika sewaktu-waktu aktivitas Semeru kembali naik,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, Rabu.
Sejauh ini rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) belum banyak berubah. Masyarakat tetap diimbau tidak beraktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 17 km dari puncak (pusat erupsi). Di luar jarak tersebut, masyarakat diharapkan tidak beraktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena daerah itu berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 19 km dari puncak.
Masyarakat juga diharapkan tidak beraktivitas dalam radius 8 km dari kawah/puncak Semeru karena rawan bahaya lontaran batu (pijar). Selain itu, harus diwaspadai pula potensi awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
Rawan longsor
Koordinator Gunung Api PVMBG Oktory Prambada mengatakan, suplai magma Gunung Semeru terdeteksi meningkat sejak Oktober 2022. Sejak itu, aktivitas permukaan seperti embusan dan guguran relatif stabil. Semeru pun erupsi 10-40 kali sehari.
”Memang ada suplai magma intensif di Oktober 2022, sehingga memengaruhi erupsi setiap hari. Karakter Semeru adalah erupsi setiap hari, bisa 10-40 erupsi sehari. Artinya, sistem Semeru di atas terbuka. Jadi, berapa pun suplai (magma) nya, maka akan cepat keluar. Semeru punya sistem terbuka, seperti di Gunung Ibu dan Kerinci yang meletus setiap hari,” kata Tory, panggilan akrab Oktory.
Beberapa bulan sebelum Semeru erupsi pada 4 Desember 2022, volume material vulkanik tertumpuk di puncak Semeru diperkirakan sebesar 18 juta meter kubik. ”Saat ini diperkirakan masih sekitar 3 juta meter kubik material vulkanik tersisa di puncak atau sebanyak 75 persen material itu sudah longsor,” kata Tory. Material vulkanik itu rawan longsor dan memicu awan panas guguran jika kondisi tidak stabil.
Saat ini, lanjut Tory, PVMBG telah meminta bantuan tim dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menerjunkan tim foto udara guna memantau volume terkini tumpukan material vulkanik di puncak Semeru dari udara.
”Masyarakat diharapkan tetap mematuhi rekomendasi dari PVMBG dan menjauhi daerah rawan bencana karena aktivitas vulkanik Semeru yang hampir terjadi setiap saat,” kata Tory.
Tory mencatat, erupsi Semeru pada 4 Desember 2021 berbeda dengan erupsi pada 4 Desember 2022. Pada tahun 2021, terjadi over pressure atau tekanan berlebih di bagian atas gunung. ”Saat itu ada sumbatan karena gunung diam selama beberapa hari. Maka, ketika meletus, tidak hanya awan panas guguran yang timbul, tetapi juga awan panas letusan. Atau erupsi eksplosif. Waktunya pun singkat,” katanya.
Letusan eksplosif itu ditambah dengan curah hujan tinggi di puncak. Curah hujan di puncak jauh lebih lebat dibanding sekitarnya. “Untuk diketahui, saat air ketemu suhu tinggi, akan berubah fasa zatnya, dari air berubah menjadi gas. Gas ini meningkatkan pressure (tekanan) menjadi 400 kali. Itu sebabnya erupsi 2021 menjadi sangat besar,” kata Tory.
Pada erupsi tahun 2022 kali ini, menurut Tory, hanya terjadi longsoran material vulkanik yang menumpuk di puncak Semeru dan menimbulkan guguran awan panas. Waktu erupsinya pun cukup panjang, yaitu mulai pukul 02.46 hingga pukul 17.00. ”Artinya erupsi dicicil dari pukul 02.46 hingga pukul 17.00 sehingga erupsinya kecil-kecil,” katanya.
Wakil Bupati Lumajang Indah Masdar, dalam pertemuan daring tersebut mengatakan, satu kamera termal yang selama ini terpasang di Lumajang untuk memantau Semeru dalam kondisi rusak. Ia berharap ada dukungan dari pihak terkait sehingga kamera yang selama ini memantau kondisi Semeru tersebut bisa diganti.
Masyarakat cenderung abai dengan rekomendasi PVMBG.
Persoalan lain yang dihadapi Pemkab Lumajang adalah masyarakat cenderung abai dengan rekomendasi PVMBG. Mereka tanpa takut tetap masuk ke kawasan rawan bencana meskipun hal itu terlarang.
”Kami sudah meminta tim gabungan dari satpol PP, TNI Polri, dinas perhubungan, untuk berjaga di pertigaan di deket Dusun Kajar Kuning di bawah pos pantau Semeru. Hal ini karena masyarakat ada aja yang berani melewati titik larangan itu. Oleh karena itu, kami berharap terus terjadi komunikasi baik antara PVMBG dan pemda sehingga saat ada kondisi darurat tidak sampai menimbulkan korban,” kata Indah.
PVMBG mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah dalam beberapa waktu ke depan akan terjadi perubahan level status Semeru. ”Turun naiknya level akan didasarkan pada kajian teknis. Setiap gunung aktif punya karakteristik sendiri. Kami akan menaikturunkan level secara legal setelah betul-betul ada kajian yang membuktikan memang sudah saatnya statusnya naik atau turun level. Oleh karena itu, kami butuh kerja sama semua pihak,” kata Wafid.
Berdasarkan pemantauan Semeru pada Rabu (7/12/2022) pukul 06.00-12.00 WIB, aktivitas kegempaan Semeru jauh menurun. Hanya tercatat 25 kali gempa letusan/erupsi dengan amplitudo 11-22 milimeter (mm) dengan lama gempa 80-110 detik.