Pemasangan Lift di Jembatan Ampera Tidak melalui Kajian Sejarah
Pembangunan dimulai sejak 14 Oktober dan kemungkinan akan selesai pada 15 Desember 2022. Pengawas pembangunan tidak tahu harus ada pendampingan dari tim ahli cagar budaya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Pemasangan lift pada menara Jembatan Ampera tidak didahului dengan kajian sejarah. Padahal, ikon Kota Palembang ini sudah berstatus diduga bangunan cagar budaya yang sudah diperlakukan layaknya benda cagar budaya.
Hal ini disampaikan Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumatera Selatan Yudhi Syarofie saat memantau pemasangan lift pada menara Jembatan Ampera Palembang, Selasa (6/12/2022). Dia mengatakan, walau pemasangan sudah dilakukan sejak 14 Oktober 2022, dalam pelaksanaannya tidak ada koordinasi sama sekali dengan TACB Sumsel ataupun Palembang.
”Padahal Jembatan Ampera merupakan bangunan diduga cagar budaya yang dilindungi undang-undang,” ujarnya.
Dia sangat menyayangkan sikap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V Palembang yang tidak berkoordinasi dengan pihak TACB yang memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi terhadap perombakan atau pembangunan benda cagar budaya. ”Kami baru tahu ada pemasangan lift ketika santer diberitakan,” ujarnya.
Menurut dia, segala bentuk pembangunan atau renovasi pada benda cagar budaya ataupun diduga cagar budaya harus didampingi oleh TACB. Tujuannya agar dampak pembangunan tidak merusak benda cagar budaya.
”Kami belum bisa menyimpulkan apakan pembangunan ini berdampak negatif atau tidak terhadap Jembatan Ampera, karena belum ada kajiannya,” ucap Yudhi.
Berdasarkan informasi yang ia peroleh, ucap Yudhi, tidak ada lift di dalam menara Jembatan Ampera. Yang ada hanya tangga dan bandul yang digunakan untuk mengangkat bagian tengah jembatan yang dulu bisa dinaik-turunkan untuk mempermudah akses kapal besar lewat di bawah jembatan.
”Lift itu mungkin hanya digunakan bagi petugas yang ingin melakukan perawatan jembatan,” ujarnya. Yudhi berharap agar pemasangan lift dapat dihentikan sementara waktu sampai proses kajian diselesaikan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Syaiful Padli yang turut memeriksa pembangunan, ia juga sangat menyayangkan hal tersebut. Menurut dia, koordinasi adalah yang paling penting sebelum melakukan pembangunan, apalagi di obyek cagar budaya.
Dari hasil diskusi dengan pihak kontraktor, memang sudah ada kajian, tetapi masih sebatas kajian konstruksi, bukan kajian sejarah. Padahal sebuah benda cagar budaya juga harus dilihat sisi sejarahnya untuk menelisik seberapa penting bangunan ini bagi masyarakat.
Di dalam kontrak, tidak ada butir yang menyatakan jika lift itu untuk kepentingan pariwisata.
Menurut dia, dalam membangun obyek cagar budaya harus melihat nilai sejarah karena benda tersebut bukan hanya sebuah bangunan belaka, melainkan terkandung nilai pendidikan dan sosial bagi masyarakat. ”Jangan sampai akibat pembangunan, berdampak negatif bagi kondisi cagar budaya,” ucapnya.
Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan Agung Saputro menyebut, Jembatan Ampera yang dibangun pada 1962 dan diresmikan 1965 memiliki arti penting dalam sejarah. Pada masanya, hanya jembatan Ampera yang bisa diangkat dan diturunkan.
Tidak hanya itu, jika benar jembatan dengan panjang 1.177 meter dan lebar 22 meter itu memiliki bandul atau lift, di zaman itu, hanya Jembatan Ampera yang punya. Karena itu, jika dilihat dari manfaat dan juga keunikannya, Jembatan Ampera bukan sekadar jembatan cagar budaya lokal, melainkan sudah setara dengan Cagar Budaya Nasional yang keberadaannya harus dilindungi.
Pengawas Pembangunan Lift Jembatan Ampera Marwan menuturkan, pihaknya tidak tahu bahwa harus ada kajian sejarah terlebih dahulu sebelum lift tersebut dibangun. ”Kami hanya melakukan kajian teknis untuk memastikan pembangunan lift tidak merusak jembatan,” ucapnya.
Di sisi lain, lift yang dibuat juga tidaklah berat. Secara total, lift yang bisa mengangkut empat orang dengan berat maksimal 400 kilogram ini memiliki bobot 2 ton atau lebih ringan dibandingkan lift yang sudah ada sebelumnya, yakni 4 ton.
Marwan menjelaskan, pembangunan sudah dimulai sejak 14 Oktober, tetapi pemasangan lift barus berlangsung pada 16 November dan kemungkinan akan selesai pada 15 Desember 2022. ”Selama ini tidak ada pendampingan dari ahli sejarah karena memang kami tidak tahu harus ada pendampingan itu,” ucap Marwan.
Sebelumnya, Kepala Bidang Jalan dan Jembatan BBPJN Sumsel Ryandra Narlan mengaku, tidak tahu bahwa Jembatan Ampera adalah Benda Cagar Budaya. ”Selama ini kami rutin melakukan pemeliharaan pada jembatan dan tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya,” ujarnya.
Ryandra menjelaskan, pembangunan lift di Jembatan Ampera merupakan upaya pemeliharaan jembatan. ”Di dalam kontrak, tidak ada butir yang menyatakan jika lift itu untuk kepentingan pariwisata,” ujarnya.
Terkait penghentian pengerjaan, pihaknya akan berkonsultasi dengan pimpinan. Namun, menurut dia pengerjaan harus tetap berjalan karena sudah terikat dengan kontrak.
Pemasangan lift di Jembatan Ampera ini merupakan bagian dari upaya pemeliharaan dari semua jembatan di Sumsel yang bernilai sekitar Rp 31 miliar. ”Untuk harga satuan lift, saya tidak tahu persis,” ucapnya.