Mengenal Tempat Tetirah Raja yang Jadi Lokasi Pernikahan Kaesang-Erina
Pernikahan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dengan Erina Gudono bakal digelar di kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo. Pesanggrahan ini memiliki nilai historis tinggi karena dulu merupakan tempat tetirah raja.
Oleh
REGINA RUKMORINI, FERGANATA INDRA RIATMOKO
·4 menit baca
Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, mendatangi kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (6/12/2022) pagi. Didampingi sejumlah orang, Kaesang datang untuk mengikuti gladi bersih akad nikahnya dengan Erina Gudono.
Dalam kesempatan itu, Kaesang melakukan sejumlah adegan yang akan dijalaninya dalam rangkaian akad nikah. Awalnya, Kaesang turun dari mobil, lalu menuju ke bagian pringgitan Pesanggrahan Ambarrukmo. Di sana, dia duduk untuk memperagakan adegan akad nikah.
Setelah itu, Kaesang berjalan ke arah pendopo Pesanggrahan Ambarrukmo untuk mengikuti tradisi panggih atau pertemuan antara pengantin laki-laki dan perempuan. Sesudahnya, ada beberapa tradisi lain yang bakal dilakukan Kaesang sebagai bagian dari rangkaian prosesi akad nikah.
Selama mengikuti gladi bersih itu, Kaesang tidak didampingi oleh Erina. Sebab, Erina sedang menjalani tradisi pingitan atau dilarang bepergian keluar rumah. Meski begitu, Kaesang mengaku telah siap untuk menjalani rangkaian acara pernikahannya.
"Saya sudah menjalani latihan persiapan pernikahan sejak Juli lalu. Sama sekali tidak masalah dan semua bisa saya lalui dengan lancar tanpa kendala," kata Kaesang dalam jumpa pers seusai gladi bersih.
Sejak beberapa waktu lalu, rangkaian acara pernikahan Kaesang-Erina telah menarik perhatian banyak pihak. Beragam hal terkait pernikahan itu pun menjadi perbincangan. Salah satu yang banyak diperbincangkan adalah lokasi akad nikah di Pesanggrahan Ambarrukmo.
Pesanggrahan Ambarrukmo memang bukan tempat sembarangan. Kompleks bangunan yang saat ini diapit Hotel Royal Ambarrukmo dan pusat perbelanjaan Plaza Ambarrukmo itu merupakan bangunan cagar budaya yang punya sejarah panjang karena pernah menjadi tempat istirahat atau tetirah raja Keraton Yogyakarta.
Pesanggrahan Ambarrukmo dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VI, Raja Keraton Yogyakarta periode 1855-1877. Saat pertama kali dibangun, pesanggrahan itu bernama Pesanggrahan Argopurno.
Pada tahun 1897, Sultan Hamengku Buwono VII memerintahkan renovasi pesanggrahan tersebut. Bahkan, setelah turun takhta pada tahun 1921, Sultan HB VII memutuskan untuk tinggal bersama keluarganya di Pesanggrahan Ambarrukmo.
Memiliki arsitektur tradisional khas Jawa, Pesanggrahan Ambarrukmo terdiri dari beberapa bagian, misalnya pendopo, pringgitan, ndalem ageng, gadri, gandok, dan balekambang. Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.25/PW.007/MKP/2007, kompleks bangunan itu telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Dikelola hotel
General Manager Hotel Royal Ambarrukmo, Herman Courbois, mengatakan, saat ini semua bangunan dan artefak di kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo dikelola oleh manajemen Hotel Royal Ambarrukmo. Oleh karena itu, semua kegiatan yang berlangsung di dalam kompleks tersebut harus dilakukan atas izin dan pengawasan dari pihak hotel.
Herman menambahkan, penyelenggaraan acara di kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo juga harus memenuhi aturan tertentu. Salah satunya, saat penyelenggaraan acara, tidak boleh ada hiasan atau ornamen yang dipasang di tembok atau pilar bangunan.
“Kami tidak mengizinkan pemasangan benda-benda yang melekat pada bangunan,” ujar Herman. Aturan itu diberlakukan untuk mencegah kerusakan pada bangunan di Pesanggrahan Ambarrukmo.
Di sisi lain, masih ada tradisi tertentu yang dipertahankan di Pesanggrahan Ambarrukmo. Salah satu contohnya, menjelang penyelenggaraan acara di pesanggrahan itu, biasanya disiapkan sesaji berupa aneka jenis bunga yang ditaruh di dalam piring-piring kecil.
Bunga-bunga itu kemudian diletakkan di sejumlah ruangan Pesanggrahan Ambarrukmo. Yang menyiapkan bunga-bunga itu biasanya adalah abdi dalem Keraton Yogyakarta yang ditugaskan berjaga di pesanggrahan tersebut.
“Selain untuk menghormati tempat yang merupakan warisan nenek moyang, bunga-bunga ini sekaligus menjadi sarana untuk melancarkan doa agar acara yang berlangsung berjalan lancar,” tutur Bachtiar, abdi dalem Keraton Yogyakarta di Pesanggrahan Ambarrukmo.
Nilai sejarah
Berdasarkan sejumlah referensi, Raja Keraton Yogyakarta memang banyak membangun pesanggrahan. Sultan Hamengku Buwono (HB) I, misalnya, membangun Pesanggrahan Ambarketawang di Gamping, Sleman.
Sementara itu, Sultan HB II membangun beberapa pesanggrahan di sejumlah lokasi, misalnya Pesanggrahan Rejawinangun di daerah Warungboto, Kota Yogyakarta. Pada masa Sultan HB III dan Sultan HB IV, tidak tercatat ada pesanggrahan yang dibangun.
Pembangunan pesanggrahan baru dilakukan lagi pada masa Sultan HB VI. Pada masa itu, dibangun Pesanggrahan Ambarbinangun di Tirtonirmolo, Bantul, serta Pesanggrahan Ambarrukmo.
Selain untuk menghormati tempat yang merupakan warisan nenek moyang, bunga-bunga ini sekaligus menjadi sarana untuk melancarkan doa agar acara yang berlangsung berjalan lancar
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Galih Adi Utama, mengatakan, sesuai dengan namanya, pesanggrahan menjadi tempat bagi raja untuk tetirah atau menepi dari kesibukan pemerintahan. Dia menambahkan, pesanggrahan biasanya dibangun dengan tata ruang yang mirip dengan keraton tempat raja tinggal sehari-hari.
Oleh karena itu, pesanggrahan biasanya juga dilengkapi bangunan yang mirip dengan bangunan di keraton. Salah satu bangunan yang ada di pesanggrahan adalah balekambang atau bangunan yang berada di atas atau dikelilingi kolam air.
Selain sebagai sarana hiburan dan rekreasi, balekambang juga memiliki fungsi pertahanan. Sebab, kolam air yang berada di sekeliling balekambang sengaja dibuat sebagai penghalang jika ada musuh yang menyerang.
Galih memaparkan, dengan nilai sejarahnya yang tinggi, Pesanggrahan Ambarrukmo harus dijaga kelestariannya. Dia menambahkan, kegiatan yang digelar di pesanggrahan tersebut seharusnya juga selaras dengan nilai-nilai tradisi dan historis kompleks bangunan itu.
“Tidak hanya untuk menggelar acara hajatan atau hiburan, Pesanggrahan Ambarrukmo semestinya juga menjadi ruang untuk penyelenggaraan acara seperti diskusi dan seminar tentang sejarah menyangkut Keraton Yogyakarta,” ungkap Galih.
Pernikahan Kaesang-Erina pun diharapkan bisa membuat Pesanggrahan Ambarrukmo makin dikenal. Dengan begitu, pesanggrahan tersebut bisa lebih banyak dimanfaatkan untuk mengenalkan nilai-nilai sejarah dan tradisi kepada berbagai pihak.