Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan tujuh orang tewas dan puluhan orang terluka di Magetan, Jatim, menimbulkan trauma. Para korban yang merupakan warga Kota Semarang, Jateng, akan dibantu pemulihan fisik dan trauma.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Puluhan warga Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi korban dalam kecelakaan di Magetan, Jawa Timur, Minggu (4/12/2022), mengalami trauma akibat kejadian tersebut. Pemerintah Kota Semarang berkomitmen akan membantu pemulihan trauma para korban.
Peristiwa yang merenggut nyawa tujuh orang itu masih teringat jelas dalam benak Bambang Suparman (60), warga RT 002 RW 005 Kelurahan Manyaran. Bambang merupakan satu dari 52 orang yang berada dalam bus bernomor polisi H 1470 AG, yang terjun ke jurang, Minggu.
Menurut Bambang, ada dua bus yang pada Minggu berencana melakukan perjalanan wisata ke Telaga Sarangan di Magetan. Setiap bus mengangkut lebih kurang 50 orang. Mereka berangkat dari Manyaran pada Minggu pukul 06.00.
Selama perjalanan, bus yang ditumpangi Bambang beberapa kali berhenti. Setelah berhenti beberapa saat, bus kembali melanjutkan perjalanan.
”Saya kurang tahu kenapa sering berhenti, mungkin mau mendinginkan mesin atau mendinginkan rem. Intinya bus itu seperti tidak sehat. Soalnya, bus yang satu sudah jalan jauh, kok, yang ini berulang kali berhenti,” kata Bambang, Senin (5/12/2022).
Sekitar pukul 11.00, bus yang melaju dari arah Karanganyar, Jateng, menuju Magetan melintas di Jalan Raya Sarangan. Kondisi jalan saat itu menurun dan berkelok. Tiba-tiba, bus disebut Bambang seperti hilang kendali.
”Sebelum masuk ke jurang, bus sudah oleng. Mungkin sopirnya sudah terasa kalau rem blong. Jadi, bus itu sempat menyalip bus di depannya. Setelah nyalip itu harusnya belok kiri, mengikuti jalan, tapi ini malah lurus langsung masuk ke jurang,” imbuh Bambang yang duduk di kursi nomor tiga dari bagian depan bus.
Selama bus jatuh hingga berhenti di dasar jurang, Bambang sadar. Bambang mencoba berpegangan pada kursi di depannya supaya tidak terlempar. Sepanjang kejadian itu, Bambang mendengar para penumpang menjerit ketakutan.
Bambang merasa trauma dengan kejadian itu.
Setelah bus berhenti, Bambang yang tertimpa kursi penumpang di belakangnya mencoba menyelamatkan diri. Kemudian, ia mencoba menyingkirkan kursi-kursi yang menimpa istrinya. Ia lantas menarik tubuh istrinya lalu mencoba keluar dari bus.
Tak lama setelah kejadian itu, warga, sukarelawan, dan tim medis mendatangi lokasi untuk membantu evakuasi korban. Warga yang terluka maupun yang meninggal dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Sayidiman Magetan untuk ditangani lebih lanjut.
Bambang merasa trauma dengan kejadian itu. Tak hanya Bambang, penumpang bus satunya, Tukijan (62), juga trauma. Karena takut mengalami kejadian serupa, bus yang ditumpangi Tukijan melintasi jalan yang berbeda saat pulang ke Semarang.
”Kami pertama kali dapat kabar dari wisatawan lain bahwa rombongan bus yang satunya jatuh ke jurang. Kabar itu kami terima sekitar lima menit setelah sampai di Telaga Sarangan. Seusai mendapat kabar seperti itu, semuanya langsung minta pulang, tapi lewat jalur lain,” ucap Tukijan.
Selama dalam perjalanan pulang, para penumpang satu bus dengan Tukijan termenung. Beberapa di antara mereka menangis. Mereka terpukul dengan kejadian yang menimpa para tetangganya tersebut. ”Sedih semua karena berangkat bareng-bareng, tapi pulang sendiri-sendiri,” ujarnya.
Kendati dirundung kesedihan, Tukijan mengaku lega karena ia dan keluarganya tidak menjadi korban dalam kejadian tersebut. Ke depan, Tukijan mengaku tidak akan pernah lagi mengikuti acara piknik lingkungan, terutama jika tujuannya ke tempat yang medannya ekstrem.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, pemulihan trauma korban menjadi perhatian pemerintah. Secepatnya, Pemerintah Kota Semarang akan mendatangkan psikolog untuk membantu proses tersebut.
”Selain yang luka-luka secara fisik pasti ada yang trauma, utamanya yang anak-anak. Mungkin ini akan lebih susah dibandingkan menyembuhkan luka fisik. Tapi, ini semua sudah menjadi tanggung jawab kami, Pemerintah Kota Semarang untuk menyembuhkan,” ujar Hevearita.
Menurut Hevearita, para korban meninggal dunia mendapatkan santunan dari PT Jasa Raharja sebesar Rp 50 juta per orang. Sementara itu, korban luka-luka mendapatkan bantuan biaya pengobatan maksimal Rp 20 juta per orang. Jika dana pengobatan dinilai kurang, pengobatan akan dilanjutkan dengan dibiayai Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Warga yang tak punya kartu BPJS Kesehatan akan dibiayai dengan program Universal Health Coverage (UHC) Kota Semarang.
Para korban luka yang masih memerlukan perawatan lanjutan, disebut Hevearita, sudah dipindahkan dari RSUD Sayidiman Magetan ke RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang. Sebanyak 13 orang sudah dipindahkan sejak Minggu malam. Adapun, sebanyak 15 orang lainnya dipindahkan mulai Senin.
Hevearita mengimbau masyarakat untuk berhati-hati saat berwisata. Ia menyarankan warga memilih tempat wisata yang jalurnya relatif aman. ”Kami tidak melarang masyarakat yang mau piknik, tapi cari tempat yang tidak berbahaya. Kalau Tegala Sarangan itu kan memang medannya berliku, mungkin sopir kurang menguasai medan atau bagaimana,” imbuhnya.
Sebelumnya, Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Magetan masih melakukan penyidikan di lokasi. Menurut rencana, penyidikan tersebut melibatkan Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim dan Korps Lalu Lintas Polri. ”Sementara penyebab kecelakaan masih dalam penyidikan karena kendaraan bus masih di lokasi di dasar jurang dan belum dievakuasi,” kata Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Magetan Ajun Komisaris Trifona Situmorang (Kompas.id 4/12/2022).
Trifona menyebut, kendaraan yang melintas di sekitar lokasi kejadian cukup ramai karena merupakan akhir pekan. Jalur yang menjadi tempat kejadian tersebut sangat strategis karena menghubungkan Magetan dengan Karanganyar. Meski demikian, kondisi jalur tersebut menantang karena melintasi pegunungan.