Warga yang tinggal di kawasan bencana Gunung Semeru mengungsi di sejumlah lokasi terkait dengan aktivitas terkini gunung tersebut.
Oleh
DEFRI WERDIONO, DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Warga di sekitar lereng Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, masih bertahan di beberapa pengungsian. Mereka akan kembali pulang ke rumah jika situasi sudah landai. Sebelumnya, gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu mengalami erupsi dan mengeluarkan awan panas guguran hingga sejauh 12 kilometer.
”Pengungsian warga tersebar. Baik di balai desa, gedung sekolah, rumah ibadah, atau di rumah kerabat masing-masing. Mengungsi karena panik. Dan memang benar biasanya akan kembali ke rumah saat situasi landai,” kata Wakil Bupati Lumajang Indah Masdar.
Saat ini, menurut Indah, fokus Pemerintah Kabupaten Lumajang adalah menjaga para pengungsi tidak panik serta memastikan hingga radius 19 kilometer (km) dari puncak Semeru tidak ada aktivitas warga.
Hingga Minggu (4/12/2022) sore, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) masih terus mendata warga yang mengungsi, baik yang terdampak langsung oleh awan panas guguran maupun tidak (hujan abu). Sejauh ini, menurut BPBD, belum ada laporan soal korban jiwa ataupun luka.
”Kawasan rawan bencana 3 atau 17 kilometer dari puncak zona merah dan oranye harus kosong. Dan sekarang sudah dikosongkan, kami mengantisipasi APG (awan panas guguran) susulan,” ujar Kepala Bidang Pencegahan BPBD Lumajang Wawan Hadi Siswoyo.
Menurut Wawan, malam ini kemungkinan pengungsi belum diperbolehkan pulang guna mengantisipasi awan panas guguran susulan.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai pukul 16.19 mencatat terdapat 1.979 jiwa pengungsi di 11 lokasi. Lokasi pengungsian antara lain di SDN 4 Supiturang (266 jiwa), Balai Desa Oro-oro Ombo (217), SDN 2 Sumberurip (119), Balai Desa Sumberurip (228), dan Pos Gunung Sawur (216).
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, ada beberapa desa terdampak awan panas guguran, antara lain Supiturang dan Sumberurip di Kecamatan Pronojiwo, Sumbersari di Kecamatan Rowokangkung, Penanggal dan Sumberwuluh di Candipuro, serta Pasirian di Kecamatan Pasirian.
Menurut Muhari, tim gabungan dari BPBD Lumajang, Badan SAR Nasional, TNI, Polri, dan sukarelawan lintas instansi masih melakukan upaya penyelamatan, pencarian, dan evakuasi.
Sekretaris Desa Candipuro Abdul Aziz mengatakan, Minggu siang warganya sempat mengungsi saat abu vulkanik menjangkau wilayah di selatan Semeru itu. ”Warga mengungsi karena panik. Lokasi pengungsian masih di lokasi sebelumnya di Lapangan Candipuro. Kemungkinan kalau situasi sudah landai, warga akan kembali ke rumah,” katanya.
Suliyanto, warga Dusun Kajarkuning, Kecamatan Candipuro, Lumajang, menuturkan bahwa ia dan keluarganya sempat mengungsi meninggalkan hunian sementara (huntara) saat abu vulkanik Semeru mulai membuat situasi di kawasan huntara gelap.
Lokasi huntara berada di Desa Sumberwuluh, Candipuro. Mereka memilih mengungsi ke Balai Desa Penanggal, Candipuro. Selama ini balai desa tersebut menjadi salah satu lokasi pengungsian erupsi Semeru.
”Huntara tadi siang sempat sepi karena ditinggalkan penghuninya untuk mengungsi. Ini karena situasi abu vulkanik semakin pekat. Keluarga saya juga masih mengungsi di Balai Desa Penanggal. Namun, sore ini karena situasi sudah landai, saya kembali ke huntara untuk memantau situasi,” kata Suliyanto.
Sebelumnya, Semeru mengalami erupsi dan mengeluarkan awan panas guguran pada pukul 02.46. Ketinggian kolom erupsi mencapai 1.500 meter di atas puncak. Awan panas guguran disebutkan berasal dari tumpukan material di ujung lidah lava yang berada sekitar 800 meter dari puncak (Kawah Jonggring Seloko).
Pada periode 4 Desember 2022 pukul 00.00-12.00, aktivitas kegempaan Semeru didominasi gempa awan panas dan gempa letusan sebanyak 13 kali. Amplitudo awan panas terekam 40 milimeter dan masih berlangsung hingga saat ini.
Adapun sebaran material erupsi berupa lontaran batuan pijar diperkirakan dapat mencapai radius 8 km dari puncak. Sementara material lontaran berukuran abu saat ini mencapai 12 km ke arah tenggara. Arah dan jarak sebaran material abu ini dapat berubah tergantung arah dan kecepatan angin.
Sementara luncuran awan panas guguran dan guguran mengarah ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Jangkauan awan panas guguran sudah mencapai lebih dari 13 km.
Minggu pukul 12.00, status Semeru dinaikkan dari Siaga (level III) ke Awas (level IV). Level Siaga sudah berlangsung sejak 16 Desember 2021. Kenaikan status itu diikuti oleh penurunan rekomendasi dari Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Warga juga dilarang melakukan aktivitas dalam radius 8 km dari kawah/puncak gunung api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
Di antara rekomendasi itu adalah mengimbau masyarakat tidak beraktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 17 km dari puncak (pusat erupsi). Di luar jarak tersebut, masyarakat diimbau tidak beraktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga 19 km.
”Warga juga dilarang melakukan aktivitas dalam radius 8 km dari kawah/puncak gunung api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar),” kata Hendra Gunawan, Kepala PVMBG.
Selain itu, masyarakat diharapkan mewaspadai potensi awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Semeru, terutama di sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Sat, dan Kali Lanang. Selain itu, ada potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.