Pembunuh Keluarga di Magelang Tak Tunjukkan Gejala Gangguan Psikologis
DDS, pelaku, bisa dengan tenang memberikan keterangan kepada polisi. Dia tidak menunjukkan gejala stres, depresi, atau gangguan kejiwaan lainnya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pelaku pembunuhan terhadap tiga anggota keluarganya sendiri di Magelang, Jawa Tengah, DDS (22), tidak menunjukkan gejala stres atau gangguan psikologis yang menghambat pemeriksaan polisi. Dia bisa dan mau memberikan keterangan secara mendetail perihal tindak kejahatan yang dilakukannya.
Pelaksana Tugas Kepala Kepolisian Resor Kota Magelang Ajun Komisaris Besar Sajarod meyakini, yang bersangkutan pasti juga merasakan kesedihan karena kehilangan anggota keluarga. Namun, dia juga sama sekali tidak terlihat terguncang atau sedih secara berlebihan sehingga kesulitan memberikan keterangan. ”Bisa dikatakan pelaku memiliki ketahanan jiwa yang cukup bagus,” ujarnya, Jumat (2/12/2022).
Mengacu pada kondisi tersebut, untuk sementara ini, Polresta Magelang belum berencana melakukan pemeriksaan kondisi kejiwaan terhadap pelaku. Adapun perlu tidaknya pemeriksaan kejiwaan nantinya akan dikonsultasikan dengan pihak Kejaksaan Negeri Magelang.
Seperti diberitakan sebelumnya, DDS adalah tersangka pelaku pembunuhan atas tiga anggota keluarganya. Tiga orang itu adalah Abbas Ashar (58), Heri Riyani (54), dan Dhea Chairunnisa (24).
Abbas dan Heri adalah pasangan orangtua pelaku, sedangkan Dhea adalah kakak kandung tersangka. Pembunuhan dengan cara memberikan racun terjadi di rumah keluarga tersebut di Dusun Prajenan, Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Senin (28/12/2022).
Untuk sementara ini, tersangka mengaku perbuatannya dilatarbekalangi rasa sakit hati karena terus menerus dibebani tanggung jawab untuk membiayai semua pengeluaran keluarga, termasuk untuk membiayai pengobatan ayahnya yang menderita penyakit tertentu. Pelaku juga mengaku bertambah bingung karena dirinya tidak memiliki pekerjaan.
Sajarod mengatakan, pengakuan tersebut dianggap sebagai keterangan awal. Polresta Magelang masih terus memperdalam penyidikan untuk mengetahui motif-motif lain di balik kejahatan tersebut. ”Kami akan berupaya mengungkap adanya tambahan motif lain, seperti kemungkinan adanya niat untuk menguasai warisan dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu, pihak keluarga membantah keras keterangan pelaku yang menyebutkan dirinya sakit hati karena harus menanggung semua pengeluaran keluarga, termasuk untuk biaya berobat ayahnya. Selain karena kedua orangtua pelaku dalam kondisi sehat, pihak keluarga justru kerap mendengar cerita bahwa pelaku sering meminta uang dari orangtuanya.
Agus Kustiardi (58), paman pelaku, mengatakan, tersangka sering meminta uang untuk berbagai macam alasan dan keperluan yang tidak jelas. Dia pernah meminta uang untuk keperluan mengerjakan proyek perluasan lahan parkir dari PT Kereta Api Indonesia, untuk kebutuhan kursus sebanyak Rp 32 juta per bulan, dan terakhir untuk melanjutkan studi pascasarjana di London, Inggris.
Keterangan perihal perilaku DDS yang didengarnya dari korban Heri, menurut Agus, dinilainya mencurigakan. Rencana melanjutkan S-2, misalnya, dinilainya tidak mungkin dilakukan karena pelaku sendiri juga tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana.
Dia pernah mengungkapkan kecurigaannya tersebut kepada korban Heri. Namun, pendapatnya ditolak oleh yang bersangkutan. ”Adik saya (Heri Riyani) mengaku percaya betul pada putranya sehingga tidak merasa perlu untuk mencari tahu kebenaran alasan dari permintaan uang yang berkali-kali diajukan oleh DDS,” ujarnya.
Upaya orangtua untuk memenuhi semua permintaan tersebut menunjukkan rasa sayang dari keduanya terhadap DDS. Oleh karena itu, dia pun sangat terpukul ketika kemudian DDS justru membalasnya dengan membunuh ayah, ibu, dan kakak kandungnya sekaligus.