Penyelundup Burung Ditangkap di Balikpapan, Legalitas Satwa Perlu Diperhatikan
Polisi kehutanan BKSDA Kaltim menyarankan kepada pehobi agar memperhatikan legalitas saat membeli burung sehingga tidak terjerat hukum.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Polisi menangkap dua penyelundup delapan ekor burung dilindungi di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Para tersangka mendapat satwa tersebut dari luar kota. Bagi pehobi burung, ada sejumlah kriteria yang perlu diperhatikan agar tidak terjebak membeli satwa yang dilarang.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Balikpapan Komisaris Zamhuri mengatakan, polisi menetapkan AS (27) dan R (44) sebagai tersangka atas kasus tersebut. Dari pemeriksaan awal, para tersangka akan menjual kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) dan enam burung nuri yang tercatat sebagai satwa dilindungi.
Keduanya ditangkap lantaran tak memiliki dokumen identitas burung sesuai peraturan. Di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 92/2018, kakatua jambul kuning masuk dalam daftar satwa dilindungi. Sementara itu, ada 20 jenis burung nuri yang statusnya juga dilindungi dalam peraturan tersebut.
Ada beberapa jenis nuri yang dibawa kedua tersangka. Polisi masih memastikan nuri jenis apa saja yang dibawa tersangka. Polisi juga sedang memeriksa para tersangka lebih dalam untuk mengetahui jaringan jual-beli burung dilindungi ini.
”Berdasarkan Pasal 40 Ayat (2) UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, status satwa ini memang dilindungi,” kata Zamhuri saat dihubungi, Kamis (1/12/2022).
Kedua tersangka terancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Dalam pendalaman kasus, kata Zamhuri, pihaknya akan berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim untuk memeriksa kesehatan burung dan selanjutnya dilepasliarkan.
Berhati-hati
Sebenarnya, pemerintah sudah membuat sejumlah peraturan tentang kepemilikan satwa. Bagi pehobi burung, mereka bisa memiliki satwa dengan aman tanpa melanggar aturan sekaligus turut menjaga kelestarian satwa.
Dalam UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Ada ancaman pidana penjara bagi yang melanggarnya.
Kendati demikian, ada sejumlah jenis burung yang bisa ditangkarkan untuk kebutuhan bisnis, hobi, dan kontes. Pemerintah telah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Unit usaha penangkaran burung ini harus menerima izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Polisi kehutanan BKSDA Kaltim, Nidiansjah, mengatakan, hanya generasi kedua atau F(2) dan setelahnya dari burung liar yang dikategorikan sebagai spesimen yang tidak dilindungi.
Ilustrasinya sebagai berikut. Saat unit usaha sudah mendapatkan izin perolehan dan penangkaran satwa, mereka bisa mengambil dengan jumlah tertentu indukan dari alam yang disebut sebagai F(0). F(0) itu bisa dikembangbiakkan menjadi F(1).
Generasi F(1) ini kemudian dikembangbiakkan kembali yang menghasilkan F(2). Generasi F(2) dan setelahnya yang secara peraturan tidak dikategorikan sebagai satwa dilindungi. Artinya, warga bisa memanfaatkan generasi F(2) dan setelahnya untuk keperluan hobi, pendidikan, atau kontes.
”Satwa F(2) dan setelahnya ditandai dengan sertifikat dari KLHK dengan stempel dan tanda-tangan pihak yang berwenang,” ujar pria yang karib disapa Dian ini saat ditemui di kantornya.
Untuk kategori burung, biasanya dilengkapi dengan cincin yang melingkar di kaki. Terdapat kode dalam cincin tersebut yang sesuai dengan sertifikat si burung. Untuk itu, Dian menyarankan agar para pehobi lebih teliti saat membeli atau mengadopsi burung. Ia mewanti-wanti jangan sekali-kali warga menangkap burung dilindungi langsung dari alam liar karena itu melanggar aturan.