Nakes Tuntut Hak, Pemda Flores Timur Tunggu Audit BPK
Tenaga kesehatan menuntut hak mereka, sementara Pemkab Flores Timur masih menunggu audit BPK. Polemik itu agar segera diakhiri.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Imbalan jasa atas penanganan pasien Covid-19 selama lebih kurang 8 bulan belum juga diterima petugas di Rumah Sakit Umum Daerah Hendrikus Fernandez, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Di sisi lain, pemerintah daerah selaku pemegang kendali keuangan masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan. Sejumlah pihak berharap polemik tersebut segera diakhiri.
Yorita Temaluru, perwakilan tenaga kesehatan (nakes), lewat sambungan telepon pada Kamis (1/12/2022) menegaskan, pihaknya akan terus menuntut hak mereka. Ia menuturkan, besaran klaim dari rumah sakit atas pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19 dimaksud sekitar Rp 14 miliar. Dari jumlah tersebut, 40 persen di antaranya diperuntukkan bagi jasa pelayanan kesehatan.
Besaran klaim itu, lanjutnya, sudah dibayar oleh Kementerian Kesehatan kepada rumah sakit. Mengingat rumah sakit ini milik daerah, dana tersebut ditransfer dulu ke kas daerah. Selanjutnya, daerah akan membayar jasa pelayanan kesehatan kepada rumah sakit, termasuk untuk kemudian diberikan kepada nakes dan non-nakes.
Yorita mengatakan, dana itu kini berada di tangan Pemerintah Kabupaten Flores Timur sehingga sudah saatnya dibayarkan kepada mereka. Jumlah nakes dan non-nakes di rumah sakit itu sekitar 600 orang. ”Kami minta apa yang menjadi hak kami sebagaimana yang sudah diatur. Itu yang kami tuntut,” ujarnya.
Jasa pelayanan yang belum dibayarkan itu untuk tahun 2021 selama 8 bulan, yakni Januari kemudian Maret hingga September. Hingga 30 November 2022, mereka masih terus melakukan aksi damai menuntut hak mereka. Awal November lalu, mereka menggelar malam 1.000 lilin di Larantuka, Ibu kota Kabupaten Flores Timur.
Ia berharap pemerintah daerah segera menjalankan kewajibannya dengan membayar hak nakes dan non-nakes di rumah sakit tersebut. ”Dana itu dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ujarnya sembari menegaskan bahwa hak mereka sengaja ditahan pemerintah daerah.
Kami minta apa yang menjadi hak kami sebagaimana yang sudah diatur. Itu yang kami tuntut.
Dihubungi secara terpisah, Abdur Razak Jakra, Asisten Sekretaris Daerah Kabupaten Flores Timur Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, menjelaskan, dana itu ada di kas daerah. Namun, dana itu bukan masuk kategori retribusi yang harus dikembalikan 40 persen ke rumah sakit. Dana tersebut masuk kategori pendapatan lain.
Menurut dia, ada perbedaan persepsi antara nakes dan pemerintah daerah. Retribusi itu berlaku bagi rumah sakit yang masuk dalam badan layanan umum daerah (BLUD). RSUD Hendrikus Fernandez bukan BLUD. Untuk mencari jalan keluar atas polemik itu, Pemkab Flores Timur telah berkonsultasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTT.
Pertemuan dengan BPKP terjadi pada 18 November 2022 yang dihadiri oleh perwakilan sejumlah lembaga dari Flores Timur, antara lain inspektorat daerah, badan keuangan daerah, manajemen rumah sakit, pimpinan DPRD, dan perwakilan dari nakes. Selanjutnya, Pemkab Flores Timur bersurat kepada Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi NTT untuk melakukan audit.
”Jika nanti hasil audit itu merekomendasikan bahwa pemerintah daerah harus membayar kepada nakes, pasti pemerintah akan melakukannya. Pemerintah sangat berhati-hati dalam penggunaan anggaran ini. Pemerintah daerah juga tidak bermaksud mengabaikan hak nakes,” ujarnya.
Gabriel Goa dari Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia mengingatkan Pemkab Flores Timur agar segera membayar hak nakes dan non-nakes. Selama ini, mereka bertugas di garda terdepan penanganan Covid-19. Banyak tenaga kesehatan meninggal lantaran terjangkit virus tersebut dari pasien yang mereka tangani.
”Kenapa harus ditahan? Kan, tinggal dibayar saja. Apalagi, uang itu dari Kementerian Kesehatan yang jelas peruntukannya. Dana dari pusat yang sengaja ditahan itu dapat dianggap sebagai bentuk perbuatan melawan hukum,” kata Gabriel.